24 C
Medan
Tuesday, November 5, 2024
spot_img

Belanda Kuasai Binjai Setelah Dibom 10 Kali

Saat masih berusia remaja, para pejuang yang saat ini telah menjadi veteran ini menghadapi pedihnya kehidupan. Mayat, bom, darah, dan lainnya sudah menjadi pemandangan sehari-hari mereka.

Hafsah, seorang veteran.//Juli rambe/Sumut Pos
Hafsah, seorang veteran.//Juli rambe/Sumut Pos

Mereka saat itu harus rela siap untuk mati di medan perang melawan penjajah Belanda.

Setidaknya, itulah yang dirasakan para pejuang kita dahulu yang kini menjadi veteran. Mereka berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. “Saat itu tahun 1945. Kami berjuang dan berperang dengan Belanda, agar mereka tidak menguasai kawasan Binjai. Saat itu, kejadiannya di Sunggal. Benteng kami kalah,” kenang S Sembiring, veteran yang turut berperang.

Dirinya bercerita, pada masa itu, Belanda memiliki benteng di jembatan kantor.

Wali Kota Medan. Belanda terus mendesak agar dapat memasuki kawasan Binjai dan Langkat hingga akhirnya mereka sampai ke Sunggal. “Saat kita berperang di Sunggal, kita bertempur hebat. Tetapi kita tetap kalah, karena mereka mengebom dengan pesawat. Jadilah mereka menguasai Binjai,” ujar pria yang lahir pada tanggal 2 Februari 1930 ini.

Karena kalah, para pemuda ini berpencar untuk menyelamatkan daerah lain yang belum tersentuh Belanda. Seperti ke tanah Karo, ke Binjai, dan sebagian lagi ke lari ke Aceh. “Waktu itu, Aceh juga sedang berperang. Saya lari ke Karo, untuk bertahan dan menyusun strategi,” lanjutnya.

Pada masa itu, untuk mencapai tanah Karo dibutuhkan waktu berhari-hari karena mereka harus bersembunyi dari incaran Belanda. “Pada saat itu hutan semua, kami bergerak secara bergerilya. Dan ternyata, tanah Karo tidak terlalu besar pengaruhnya dari penjajah. Mereka hanya sebentar di sana, itupun untuk liburan saja,” lanjutnya.

Veteran lainnya yaitu Hafsah. Wanita yang memiliki 6 anak ini ikut berperang untuk melawan penjajah. Walaupun dirinya tidak berada di garis depan, tetapi dirinya ikut merasakan penderitaan hidup di negara yang berperang. “Saya ada di Binjai saat itu. Bom jatuh sebanyak 10 kali. Tepatnya di sekitar Jalan Sudirman. Walaupun tidak ada korban pada saat itu, tetapi kami merasakan bagaimana guncangan akibat bom. Ketakutan menjadi teman kami,” tambahnya.

Bersama dengan teman-temannya di sekolah agama, Hafsah membantu mengurus pejuang yang terluka. Darah dan airmata sudah mereka hadapi seperti biasanya. “Bukan hanya itu, kadang kita juga harus menghadapi mayat karena banyak juga teman-teman kita yang menjadi korban,” tambah wanita yang saat ini sudah sulit mendengar.

Pada masa itu, kedua veteran itu bukan hanya kesulitan dalam menjalani keseharian. Tetapi, dalam hal makanan dan perekonomian para pejuang ini harus bersabar. Kini, setelah 68 tahun kemerdekaan Indonesia, ternyata para veteran ini masih terus berjuang. Ya, berjuang melawan kemiskinan mereka karena nasibnya tak pernah diperdulikan pemerintah.

S Sembiring sendiri pun hanya mendapat mendali sebagai penghargaan dari pemerintah, sedangkan materi hanya ala kadarnya. Bukan hanya itu, dirinya tidak bisa menyekolahkan anaknya dengan layak karena keterbatasan biaya. Tidak heran, bila kini kerja anak-anaknya tidak ada yang bisa dibanggakan.

“Tapi ya sudahlah, tak usah dibicarakan. Sedih, tapi setidaknya kita merdeka. Kita bebas. Merdeka!!” teriak pria ini spontan dengan suara lirih.
Walaupun begitu, dirinya masih tetap merasa bangga, karena dapat membebaskan Indonesia dari penjajah. Bahkan, walaupun hanya ala kadarnya, dirinya masih merasa dihargai dan jasa-jasanya. “Walaupun hanya setahun sekali, saya senang, ternyata kita masih diingat. Walaupun itu saat menjelang hari kemerdekaan saja,” ujar Sembiring tersenyum.

Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho menyatakan bahwa para pejuang adalah mereka yang berjasa dengan kondisi kita saat ini. Karena itu, sudah sewajarnya bila kini masyarakat mengingat semua jasa pejuang, khususnya veteran. “Dalam acara silaturrahmi ini, saya memberikan penghormatan sebesar-besarnya kepada para veteran yang bersedia mengobarkan segalanya demi kemerdekaan,” ujarnya dalam acara silaturrahmi bersama veteran di kediaman rumah dinas gubernur jalan Sudirman Medan kemarin (15/8).
Diiringi dengan berbagai lagu perjuangan, acara yang dihadiri oleh lebih dari 500 pejuang di seluruh Sumut ini, memberikan kesan menarik. Karena gubsu dan wagubsu tampil ke panggung untuk menyanyikan lagu kebangsaan. (ram)

Saat masih berusia remaja, para pejuang yang saat ini telah menjadi veteran ini menghadapi pedihnya kehidupan. Mayat, bom, darah, dan lainnya sudah menjadi pemandangan sehari-hari mereka.

Hafsah, seorang veteran.//Juli rambe/Sumut Pos
Hafsah, seorang veteran.//Juli rambe/Sumut Pos

Mereka saat itu harus rela siap untuk mati di medan perang melawan penjajah Belanda.

Setidaknya, itulah yang dirasakan para pejuang kita dahulu yang kini menjadi veteran. Mereka berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. “Saat itu tahun 1945. Kami berjuang dan berperang dengan Belanda, agar mereka tidak menguasai kawasan Binjai. Saat itu, kejadiannya di Sunggal. Benteng kami kalah,” kenang S Sembiring, veteran yang turut berperang.

Dirinya bercerita, pada masa itu, Belanda memiliki benteng di jembatan kantor.

Wali Kota Medan. Belanda terus mendesak agar dapat memasuki kawasan Binjai dan Langkat hingga akhirnya mereka sampai ke Sunggal. “Saat kita berperang di Sunggal, kita bertempur hebat. Tetapi kita tetap kalah, karena mereka mengebom dengan pesawat. Jadilah mereka menguasai Binjai,” ujar pria yang lahir pada tanggal 2 Februari 1930 ini.

Karena kalah, para pemuda ini berpencar untuk menyelamatkan daerah lain yang belum tersentuh Belanda. Seperti ke tanah Karo, ke Binjai, dan sebagian lagi ke lari ke Aceh. “Waktu itu, Aceh juga sedang berperang. Saya lari ke Karo, untuk bertahan dan menyusun strategi,” lanjutnya.

Pada masa itu, untuk mencapai tanah Karo dibutuhkan waktu berhari-hari karena mereka harus bersembunyi dari incaran Belanda. “Pada saat itu hutan semua, kami bergerak secara bergerilya. Dan ternyata, tanah Karo tidak terlalu besar pengaruhnya dari penjajah. Mereka hanya sebentar di sana, itupun untuk liburan saja,” lanjutnya.

Veteran lainnya yaitu Hafsah. Wanita yang memiliki 6 anak ini ikut berperang untuk melawan penjajah. Walaupun dirinya tidak berada di garis depan, tetapi dirinya ikut merasakan penderitaan hidup di negara yang berperang. “Saya ada di Binjai saat itu. Bom jatuh sebanyak 10 kali. Tepatnya di sekitar Jalan Sudirman. Walaupun tidak ada korban pada saat itu, tetapi kami merasakan bagaimana guncangan akibat bom. Ketakutan menjadi teman kami,” tambahnya.

Bersama dengan teman-temannya di sekolah agama, Hafsah membantu mengurus pejuang yang terluka. Darah dan airmata sudah mereka hadapi seperti biasanya. “Bukan hanya itu, kadang kita juga harus menghadapi mayat karena banyak juga teman-teman kita yang menjadi korban,” tambah wanita yang saat ini sudah sulit mendengar.

Pada masa itu, kedua veteran itu bukan hanya kesulitan dalam menjalani keseharian. Tetapi, dalam hal makanan dan perekonomian para pejuang ini harus bersabar. Kini, setelah 68 tahun kemerdekaan Indonesia, ternyata para veteran ini masih terus berjuang. Ya, berjuang melawan kemiskinan mereka karena nasibnya tak pernah diperdulikan pemerintah.

S Sembiring sendiri pun hanya mendapat mendali sebagai penghargaan dari pemerintah, sedangkan materi hanya ala kadarnya. Bukan hanya itu, dirinya tidak bisa menyekolahkan anaknya dengan layak karena keterbatasan biaya. Tidak heran, bila kini kerja anak-anaknya tidak ada yang bisa dibanggakan.

“Tapi ya sudahlah, tak usah dibicarakan. Sedih, tapi setidaknya kita merdeka. Kita bebas. Merdeka!!” teriak pria ini spontan dengan suara lirih.
Walaupun begitu, dirinya masih tetap merasa bangga, karena dapat membebaskan Indonesia dari penjajah. Bahkan, walaupun hanya ala kadarnya, dirinya masih merasa dihargai dan jasa-jasanya. “Walaupun hanya setahun sekali, saya senang, ternyata kita masih diingat. Walaupun itu saat menjelang hari kemerdekaan saja,” ujar Sembiring tersenyum.

Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho menyatakan bahwa para pejuang adalah mereka yang berjasa dengan kondisi kita saat ini. Karena itu, sudah sewajarnya bila kini masyarakat mengingat semua jasa pejuang, khususnya veteran. “Dalam acara silaturrahmi ini, saya memberikan penghormatan sebesar-besarnya kepada para veteran yang bersedia mengobarkan segalanya demi kemerdekaan,” ujarnya dalam acara silaturrahmi bersama veteran di kediaman rumah dinas gubernur jalan Sudirman Medan kemarin (15/8).
Diiringi dengan berbagai lagu perjuangan, acara yang dihadiri oleh lebih dari 500 pejuang di seluruh Sumut ini, memberikan kesan menarik. Karena gubsu dan wagubsu tampil ke panggung untuk menyanyikan lagu kebangsaan. (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/