26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Target Kepuasan Jamaah Haji 85 Persen

Mendapat layanan yang memuaskan selama menunaikan ibadah haji tentu harapan bagi para jamaah. Namun, untuk mewujudkanya tentu tidak mudah. Nah, sebagai penyelenggara rukun Islam kelima itu Kementerian Agama (Kemenag) tertantang untuk terus mengerek peningkatan kepuasan layanan itu dari tahun ke tahun.

Pada musim haji 1434 H tahun ini, Kemenag telah mematok bisa mendongkrak persentase peningkatan layanan pada jamaah haji. Pada tahun lalu, hasil survei tingkat kepuasan jamaah yang dilakukan petugas dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 83 persen.

“Tahun ini, Kemenag berharap mencapai 85 persen,’ kata Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Anggito Abimanyu saat memberikan materi pembekalan untuk para petugas Media Center Haji (MCH) di Bogor pada akhir pekan lalu (20-22/8).

Meski target kenaikan itu hanya dua persen saja, tapi tidaklah mudah. Mengapa? Sebab, jumlah yang diatur dan dilayani mencapai ratusan ribu orang. Mereka datang dari beragam kalangan. Karena itu, tentu memiliki perbedaan-perbedaan. Mulai perbedaan asal dearah, latar belakang, pendidikan hingga pengetahuan. “Apalagi pelayanan itu dilakukan juga di negeri orang lain, Arab Saudi,” ujar pejabat asal Jogjakarta itu.

Pada tahun ini, jumlah jamaah haji asal Indonesia sekitar 157.110 orang. Sebelumnya bahkan mencapai 211 ribu orang. Jumlah jamaah berkurang tidak lain imbas pengurangan kuota 20 persen oleh pemerintah Arab Saudi setelah renovasi Masjid Haram belum selesai. Jumlah itu terbesar di dunia. Di bawah Indonesia berturut-turut Pakistan, India, Turki dan Nigeria. Para jamaah itu nantinya terbagi dalam 385 kloter.

Anggito menjelaskan, petugas BPS yang melakukan survei itu tentu bekerja secara independen. Mereka akan melakukan survei di tiga daerah kerja (daker) Arab Saudi. Yakni, Makkah, Madinah, dan Jeddah. Pada masing masing daker tersebut akan dipilih sampel secara acak.

Survei itu pada intinya menggambarkan antara harapan dengan kenyataan layanan yang dirasakan atau dialami para jamaah haji. Layanan itu antara lain menyangkut fasilitas transportasi, katering, pemondokan, dan sejenisnya. “Misalnya begini, harapan jamaah atas katering nilai empat. Tetapi kenyataanya tiga atau malah lima,” ujarnya.

Untuk bisa mencapai target 85 persen tersebut, kata Anggito, ada sejumlah terobosan yang telah dilakukan. Sebut saja layanan transportasi. Pada tahun ini, pihak perusahaan bus setempat telah berjanji untuk melakukan upgrade. Di antaranya, seat lebih banyak, ada tempat wudlu hingga tabung pemadam kebakaran.

Fasilitas shuttle bus selama di jamaah berada di Makkah juga akan disediakan selama 24 jam. Khusunya, bagi para jamaah yang tinggal lebih 2.000 meter dari Masjidil Haram. Dengan begitu, para jamaah yang ingin Masjid Haram tidak perlu berjalan kaki. Para jamaah juga diimbau untuk memanfaatkan layanan shuttle bus itu sehingga kondisi kesehatan jamaah terjaga. Sebab, jamaah akan tinggal di Makkah selama 25 hari.

Layanan katering juga tahun ini ada beberapa perubahan signifikan. Misalnya, saat di Arafah. Sebelumnya dilayani sistem prasmanan dan box (kotakan). Nah, nantinya semua diberikan dalam bentuk kotakan (full box). Peniadaan prasmanan itu bukan tanpa pertimbangan. Di antaranya, untuk efektifitas dan efisiensi seperti menghindari antrean yang berpotensi terjadinya kekisruhan.

Namun, selama di Madinah fasilitas katering untuk para jamaah tetap akan dilayani dengan sistem box dan prasmanan. Layanan makan di Madinah itu diberikan selama 8-9 hari. Tidak hanya nasi tetapi juga tahun ini akan diberikan semacam jamuaan coffe break. “Pengalaman selama ini kalau di Madinah relatif tidak ada masalah. Baik katering maupun pemondokan. Yang biasanya rawan itu saat di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Bayangkan orang begitu banyak berada di satu tempat dalam kondisi cuaca panas,” jelas alumnus UGM itu.

Masih soal layanan katering, dalam kotak nasi itu juga akan ditulis masa expired (kedaluwarsa).  Tujuannya agar jamaah mengetahui sampai seberapa lama nasi kotak itu aman untuk dikonsumsi. Sebab, jangan sampai karena sudah terlalu lama disimpan maka nasi kotak menjadi basi. Akibatnya, k alau dikonsumsi berpotensi terjadi keracunan. Beberapa kasus pada musim haji sebelumnya terjadi demikian.

“Ada kabar katanya jamaah keracunan karena dikasih makanan basi. Padahal, sebetulnya nasi itu tidak basi. Tapi, karena tidak langsung dimakan atau disimpan dulu berjam-jam maka menjadi basi. Nah, kami berharap jamaah memperhatikan masalah ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut Anggito mengatakan, upaya memberikan kepuasan juga dengan memberkan pembekalan dan pelatihan lebih kepada para petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi. Mulai tahun ini, para PPIH tidak hanya menerima materi teknis. Tapi, mereka juga mendapatkan trainning Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Dengan demikian, para petugas diharapkan benar-benr siap lahir dan bathin untuk melayani para tamu Allah.
Total jumlah petugas, baik petugas kloter maupun nonkloter, ada sekitar 2000 orang. Mereka dari Kementerian Kesahatan (Kemenkes) maupun dari Kemenag yang direkrut dari beragam kalangan. Ada wakil dari TNI, polisi, ormas, hingga media massa.

Khusus PPIH, mereka akan disebar di daker Makkah, Madinah, dan Jeddah yang sudah terbagi dan akan bertugas dalam sektor-sektor. Meski ada pengurangan kuota jamaah 20 persen mulai tahun ini, namun tidak ada pengurangan jumlah PPIH. Karena itu, logikanya, jika tahun lalu dengan jumlah jamaah lebih 200 ribu dan petugas yang sama dengan tahun ini maka pelayanan yang diberikan tentu harus bisa lebih baik pada tahun ini.
“Tahun lalu, penyelenggaraan haji Indonesia juga mendapat predikat terbaik di mata negara-negara lain. mudah-mudahan tahun ini kita benar-benar bisa meningkatkan tingkat kepuasan layanan dan tetap menjadi yang terbaik,” kata Anggito. (hud/jpnn)

Mendapat layanan yang memuaskan selama menunaikan ibadah haji tentu harapan bagi para jamaah. Namun, untuk mewujudkanya tentu tidak mudah. Nah, sebagai penyelenggara rukun Islam kelima itu Kementerian Agama (Kemenag) tertantang untuk terus mengerek peningkatan kepuasan layanan itu dari tahun ke tahun.

Pada musim haji 1434 H tahun ini, Kemenag telah mematok bisa mendongkrak persentase peningkatan layanan pada jamaah haji. Pada tahun lalu, hasil survei tingkat kepuasan jamaah yang dilakukan petugas dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 83 persen.

“Tahun ini, Kemenag berharap mencapai 85 persen,’ kata Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Anggito Abimanyu saat memberikan materi pembekalan untuk para petugas Media Center Haji (MCH) di Bogor pada akhir pekan lalu (20-22/8).

Meski target kenaikan itu hanya dua persen saja, tapi tidaklah mudah. Mengapa? Sebab, jumlah yang diatur dan dilayani mencapai ratusan ribu orang. Mereka datang dari beragam kalangan. Karena itu, tentu memiliki perbedaan-perbedaan. Mulai perbedaan asal dearah, latar belakang, pendidikan hingga pengetahuan. “Apalagi pelayanan itu dilakukan juga di negeri orang lain, Arab Saudi,” ujar pejabat asal Jogjakarta itu.

Pada tahun ini, jumlah jamaah haji asal Indonesia sekitar 157.110 orang. Sebelumnya bahkan mencapai 211 ribu orang. Jumlah jamaah berkurang tidak lain imbas pengurangan kuota 20 persen oleh pemerintah Arab Saudi setelah renovasi Masjid Haram belum selesai. Jumlah itu terbesar di dunia. Di bawah Indonesia berturut-turut Pakistan, India, Turki dan Nigeria. Para jamaah itu nantinya terbagi dalam 385 kloter.

Anggito menjelaskan, petugas BPS yang melakukan survei itu tentu bekerja secara independen. Mereka akan melakukan survei di tiga daerah kerja (daker) Arab Saudi. Yakni, Makkah, Madinah, dan Jeddah. Pada masing masing daker tersebut akan dipilih sampel secara acak.

Survei itu pada intinya menggambarkan antara harapan dengan kenyataan layanan yang dirasakan atau dialami para jamaah haji. Layanan itu antara lain menyangkut fasilitas transportasi, katering, pemondokan, dan sejenisnya. “Misalnya begini, harapan jamaah atas katering nilai empat. Tetapi kenyataanya tiga atau malah lima,” ujarnya.

Untuk bisa mencapai target 85 persen tersebut, kata Anggito, ada sejumlah terobosan yang telah dilakukan. Sebut saja layanan transportasi. Pada tahun ini, pihak perusahaan bus setempat telah berjanji untuk melakukan upgrade. Di antaranya, seat lebih banyak, ada tempat wudlu hingga tabung pemadam kebakaran.

Fasilitas shuttle bus selama di jamaah berada di Makkah juga akan disediakan selama 24 jam. Khusunya, bagi para jamaah yang tinggal lebih 2.000 meter dari Masjidil Haram. Dengan begitu, para jamaah yang ingin Masjid Haram tidak perlu berjalan kaki. Para jamaah juga diimbau untuk memanfaatkan layanan shuttle bus itu sehingga kondisi kesehatan jamaah terjaga. Sebab, jamaah akan tinggal di Makkah selama 25 hari.

Layanan katering juga tahun ini ada beberapa perubahan signifikan. Misalnya, saat di Arafah. Sebelumnya dilayani sistem prasmanan dan box (kotakan). Nah, nantinya semua diberikan dalam bentuk kotakan (full box). Peniadaan prasmanan itu bukan tanpa pertimbangan. Di antaranya, untuk efektifitas dan efisiensi seperti menghindari antrean yang berpotensi terjadinya kekisruhan.

Namun, selama di Madinah fasilitas katering untuk para jamaah tetap akan dilayani dengan sistem box dan prasmanan. Layanan makan di Madinah itu diberikan selama 8-9 hari. Tidak hanya nasi tetapi juga tahun ini akan diberikan semacam jamuaan coffe break. “Pengalaman selama ini kalau di Madinah relatif tidak ada masalah. Baik katering maupun pemondokan. Yang biasanya rawan itu saat di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Bayangkan orang begitu banyak berada di satu tempat dalam kondisi cuaca panas,” jelas alumnus UGM itu.

Masih soal layanan katering, dalam kotak nasi itu juga akan ditulis masa expired (kedaluwarsa).  Tujuannya agar jamaah mengetahui sampai seberapa lama nasi kotak itu aman untuk dikonsumsi. Sebab, jangan sampai karena sudah terlalu lama disimpan maka nasi kotak menjadi basi. Akibatnya, k alau dikonsumsi berpotensi terjadi keracunan. Beberapa kasus pada musim haji sebelumnya terjadi demikian.

“Ada kabar katanya jamaah keracunan karena dikasih makanan basi. Padahal, sebetulnya nasi itu tidak basi. Tapi, karena tidak langsung dimakan atau disimpan dulu berjam-jam maka menjadi basi. Nah, kami berharap jamaah memperhatikan masalah ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut Anggito mengatakan, upaya memberikan kepuasan juga dengan memberkan pembekalan dan pelatihan lebih kepada para petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi. Mulai tahun ini, para PPIH tidak hanya menerima materi teknis. Tapi, mereka juga mendapatkan trainning Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Dengan demikian, para petugas diharapkan benar-benr siap lahir dan bathin untuk melayani para tamu Allah.
Total jumlah petugas, baik petugas kloter maupun nonkloter, ada sekitar 2000 orang. Mereka dari Kementerian Kesahatan (Kemenkes) maupun dari Kemenag yang direkrut dari beragam kalangan. Ada wakil dari TNI, polisi, ormas, hingga media massa.

Khusus PPIH, mereka akan disebar di daker Makkah, Madinah, dan Jeddah yang sudah terbagi dan akan bertugas dalam sektor-sektor. Meski ada pengurangan kuota jamaah 20 persen mulai tahun ini, namun tidak ada pengurangan jumlah PPIH. Karena itu, logikanya, jika tahun lalu dengan jumlah jamaah lebih 200 ribu dan petugas yang sama dengan tahun ini maka pelayanan yang diberikan tentu harus bisa lebih baik pada tahun ini.
“Tahun lalu, penyelenggaraan haji Indonesia juga mendapat predikat terbaik di mata negara-negara lain. mudah-mudahan tahun ini kita benar-benar bisa meningkatkan tingkat kepuasan layanan dan tetap menjadi yang terbaik,” kata Anggito. (hud/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/