26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

60 Hari Gempur Syria

SYRIA-CONFLICTWASHINGTON- Senator Amerika Serikat (AS) dalam komite kunci telah menyetujui sebuah draf resolusi yang mendukung serangan ke Syria, Rabu (4/9). Draf yang akan disahkan melalui voting di Kongres pekan depan itu berisi batasan waktu selama 60 hari untuk operasi di Syria. Draf itu juga melarang dilakukannya kekuatan darat di Syria.
Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan AS harus bertindak karena pemerintah Syria pimpinan Presiden Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia untuk memerangi pemberontak. Ketua House of Representatif John Boehner yang berasal dari Partai Republik juga sudah memberi sinyal kepada Presiden AS Obama untuk melakukan tindakan militer.
Berdasarkan salinan draf yang diperoleh kantor berita AFP, para senator hanya memberikan izin untuk melakukan serangan terbatasn
“Presiden boleh menambah batasan waktu operasi hingga 60 hari bagi setiap periode 30 hari operasi jika Obama mendapat restu dari Kongres,’’ tulis draf tersebut.
Resolusi tersebut tidak akan mengesahkan penggunaan pasukan darat. Resolusi itu menyatakan tindakan militer harus ditujukan untuk mencegah Syria melakukan serangan senjata kimia di masa depan. Rancangan itu juga hendak mengharuskan Obama mengajukan strategi untuk mewujutkan penyelesaian politik terhadap krisis Syria.
Pengesahan itu harus disetujui komisi dan memperoleh persetujuan sidang paripurna Senat dan DPR sebelum mulai diberlakukan.
John Boehner dan Nancy Pelosi, pemimpin Republik dan Demokrat dalam DPR, mengutarakan dukungan mereka pada rencana presiden itu hari Selasa. Anggota lainnya di Kongres masih ragu-ragu menyetujui tindakan militer.
Obama juga sedang berusaha memperoleh dukungan internasional untuk melakukan tindakan militer. Setelah kunjungan di Swedia hari Rabu (4/9), ia akan bergabung dengan para pemimpin G-20 nanti pekan ini untuk menghadiri pertemuan puncak di St. Petersburg, Rusia. Syria diperkirakan akan mendominasi pokok pembicaraan.
Selasa (3/9)  pagi, Obama tiba di Kota Stockholm, Swedia. Dia memang sengaja mampir ke Swedia sebelum menghadiri konferensi tingkat tinggi G-20 di Strelna, St Petersburg.
Kunjungan Obama ke Swedia tersebut merupakan yang pertama dilakukan presiden AS dalam konteks bilateral. Rencanannya, presiden kelahiran Hawaii itu bakal bertemu Perdana Menteri (PM) Fredrik Reinfeldt dan Raja Carl Gustav. Mereka akan lebih banyak berbicara tentang perubahan iklim serta kerja sama keamanan dan perdagangan.
Dari Swedia, Obama langsung bertolak ke Rusia. Dia akan bertemu para pemimpin dunia dalam forum G-20 yang berlangsung selama dua hari ini (5/9). Kendati Syria bukanlah salah satu topik yang bakal dibahas dalam pertemuan tersebut, Obama tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menggalang dukungan negara-negara kuat terkait dengan rencana aksi militernya.
’’Pertemuan G-20 merupakan peluang bagi Obama untuk mendapatkan dukungan terhadap rencana serangan atas rezim Syria,’’ terang salah seorang pejabat Gedung Putih.
Selain itu, negara-negara G-20 pun memang menantikan pembahasan tentang Syria. Sebab, rata-rata, mereka ingin tahu rencana Obama selanjutnya jika Kongres AS tidak merestui rencananya untuk menyerang kubu Presiden Bashar al-Assad.
Kongres AS baru akan membahas dan mungkin melakukan voting tentang Syria pada Senin mendatang (9/9). Sebab, mereka masih dalam masa reses.
Senator John McCain yang sangat ingin AS menggempur Syria berharap Obama tidak menyia-nyiakan masa reses. Dia berharap pengganti George W Bush tersebut tetap bisa melobi para petinggi Kongres meski tidak saling bertemu muka.
’’Semua itu memang akan jauh lebih sulit dilakukan jika Anda sedang bepergian. Tapi, selama ini, dia tidak pernah jauh dari telepon dan terbiasa melakukan komunikasi jarak jauh,’’ kata politikus Partai Republik tersebut. McCain juga berharap Obama mampu memenangkan dukungan Kongres. Sebab, dia yakin, rezim Assad hanya bisa dilemahkan melalui serangan militer.
Sejauh ini, baru Prancis yang menyatakan dukungannya terhadap AS. Bahkan, jika harus melancangi Dewan Keamanan (DK) PBB pun, negara sekutu AS itu siap mendukung. Kemarin intelijen Prancis melaporkan bahwa pasukan Assad memang berada di balik serangan kimia di Ghouta bulan lalu. Mereka mengaku memiliki bukti kuat pemakaian gas beracun yang mematikan dalam insiden tersebut.
Sementara itu, Assad yang selama ini menjadi sasaran kemarahan masyarakat internasional menerbitkan peringatan. Kemarin dia memperingatkan AS dan sekutunya supaya tidak nekat melancarkan aksi militer atas Syria. Sebab, serangan ke republik yang terletak di tepi Laut Mediterania itu hanya akan menimbulkan kekacauan lebih besar. ’’Bisa terjadi perang regional,’’ serunya.
Di sisi lain, dua jajak pendapat terbaru menguak tentangan yang kuat atas rencana serangan militer ke Syria. Hal ini disebabkan kekhawatiran warga AS atas terulangnya perang, walaupun ada kenaikan dukungan di Washington untuk serangan tersebut,
Survei itu digelar oleh the Pew Research Center di akhir pekan yang mengungkapkan bahwa 48 persen warga AS menentang serangan udara AS ke Syria atas tudingan penggunaan senjata kimia. Sementara, 29 persennya mendukung aksi militer tersebut.
Jajak pendapat yang digelar Washington Post dan ABC News, menurut laporan AFP, Rabu (4/9), pun tak jauh berbeda dengan temuan bahwa 6 dari 10 warga AS menentang serangan misil ke rezim Syria pimpinan Bashar Al Assad. Temuan itu menyatakan dominansi tentangan dalam konteks politik
The Pew poll mendapatkan 29 persen dukungan Demokrat atas seranagn udara, yang diperbandingkan dengan 48 persen yang menentangnya. Partai Republik lebih tegas mendukung aksi militer itu, dengan 35 persen dukungan dan 40 persen menentang.
Polling The Post-ABC, juga mendapatkan peringkat yang serupa antara Demokrat dan Republik, termasuk pihak independen yang jauh lebih banyak menentang aksi militer. Perbandingannya adalah 30 persen mendukung, dan 66 persen menentang.
The Pew poll mengungkapkan bahwa 74 persen warga AS yakin bahwa aksi militer itu bisa memicu serangan balik ke Washingtan dan sekutunya di kawasan tersebut. Sebanyak 61 persen berpendapat bahwa serangan itu bakal menggiring ke komitmen militer jangka panjang di sana.
Rendahnya dukungan untuk aksi militer itu tentu berdampak pada upaya Presiden AS, Barack Obama untuk mendapatkan dukungan kongres atas rencana serangan militer ke Syria.
Sebaliknya, sekutu AS menyerang Syria yakni Prancis justru mendapat dukungan dari seperempat warganya untuk mengintervensi Syria. Hal itu terlihat dari pengumpulan suara di Parlemen, seperti disebutkan satu jajak pendapat di sana, Selasa (3/9).
Sebanyak 74 persen mendukung aksi militer, 42 persennya sangat mendukung, sementara 32 persen dari jajak pendapat itu sepertinya mendukung. Polling itu dilakukan CSA poll untuk Televisi BFM.
Seperti halnya Amerika Serikat, Prancis juga berencana mengirimkan serangan udara ke Syria untuk menghukum rezim Presiden Bashar Al Assad atas penggunaan senjata kimia terhadap rakyatnya dalam serangan dekat Damaskus, bulan lalu.
Prancis menggelar debat parlemen darurat atas krisis Syria ini pada Rabu (4/9), tapi, menurut laporan AFP, Rabu (4/9), Perdana Menteri Jean-Marc Ayrault memerintahkan jajak pendapat tersebut.
Presiden Prancis, Francois Hollande bisa memerintahkan aksi militer tanpa persetujuan parlemen, meski pun sejumlah pembuat undang-undang mendesaknya untuk melakukan jajak pendapat.
Sebagaimana diberitakan, Presiden ASBarack Obama segera mencari dukungan kongres dalam pengumpulan pendapat yang dijadwalkan 9 September. Sementara itu, Parlemen Inggris menolak segala intervensi ke Syria. Sekitar 953 warga dewasa diwawancara untuk jajak pendapat tersebut. (ap/afp/hep/dos/bbs/jpnn)

SYRIA-CONFLICTWASHINGTON- Senator Amerika Serikat (AS) dalam komite kunci telah menyetujui sebuah draf resolusi yang mendukung serangan ke Syria, Rabu (4/9). Draf yang akan disahkan melalui voting di Kongres pekan depan itu berisi batasan waktu selama 60 hari untuk operasi di Syria. Draf itu juga melarang dilakukannya kekuatan darat di Syria.
Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan AS harus bertindak karena pemerintah Syria pimpinan Presiden Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia untuk memerangi pemberontak. Ketua House of Representatif John Boehner yang berasal dari Partai Republik juga sudah memberi sinyal kepada Presiden AS Obama untuk melakukan tindakan militer.
Berdasarkan salinan draf yang diperoleh kantor berita AFP, para senator hanya memberikan izin untuk melakukan serangan terbatasn
“Presiden boleh menambah batasan waktu operasi hingga 60 hari bagi setiap periode 30 hari operasi jika Obama mendapat restu dari Kongres,’’ tulis draf tersebut.
Resolusi tersebut tidak akan mengesahkan penggunaan pasukan darat. Resolusi itu menyatakan tindakan militer harus ditujukan untuk mencegah Syria melakukan serangan senjata kimia di masa depan. Rancangan itu juga hendak mengharuskan Obama mengajukan strategi untuk mewujutkan penyelesaian politik terhadap krisis Syria.
Pengesahan itu harus disetujui komisi dan memperoleh persetujuan sidang paripurna Senat dan DPR sebelum mulai diberlakukan.
John Boehner dan Nancy Pelosi, pemimpin Republik dan Demokrat dalam DPR, mengutarakan dukungan mereka pada rencana presiden itu hari Selasa. Anggota lainnya di Kongres masih ragu-ragu menyetujui tindakan militer.
Obama juga sedang berusaha memperoleh dukungan internasional untuk melakukan tindakan militer. Setelah kunjungan di Swedia hari Rabu (4/9), ia akan bergabung dengan para pemimpin G-20 nanti pekan ini untuk menghadiri pertemuan puncak di St. Petersburg, Rusia. Syria diperkirakan akan mendominasi pokok pembicaraan.
Selasa (3/9)  pagi, Obama tiba di Kota Stockholm, Swedia. Dia memang sengaja mampir ke Swedia sebelum menghadiri konferensi tingkat tinggi G-20 di Strelna, St Petersburg.
Kunjungan Obama ke Swedia tersebut merupakan yang pertama dilakukan presiden AS dalam konteks bilateral. Rencanannya, presiden kelahiran Hawaii itu bakal bertemu Perdana Menteri (PM) Fredrik Reinfeldt dan Raja Carl Gustav. Mereka akan lebih banyak berbicara tentang perubahan iklim serta kerja sama keamanan dan perdagangan.
Dari Swedia, Obama langsung bertolak ke Rusia. Dia akan bertemu para pemimpin dunia dalam forum G-20 yang berlangsung selama dua hari ini (5/9). Kendati Syria bukanlah salah satu topik yang bakal dibahas dalam pertemuan tersebut, Obama tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menggalang dukungan negara-negara kuat terkait dengan rencana aksi militernya.
’’Pertemuan G-20 merupakan peluang bagi Obama untuk mendapatkan dukungan terhadap rencana serangan atas rezim Syria,’’ terang salah seorang pejabat Gedung Putih.
Selain itu, negara-negara G-20 pun memang menantikan pembahasan tentang Syria. Sebab, rata-rata, mereka ingin tahu rencana Obama selanjutnya jika Kongres AS tidak merestui rencananya untuk menyerang kubu Presiden Bashar al-Assad.
Kongres AS baru akan membahas dan mungkin melakukan voting tentang Syria pada Senin mendatang (9/9). Sebab, mereka masih dalam masa reses.
Senator John McCain yang sangat ingin AS menggempur Syria berharap Obama tidak menyia-nyiakan masa reses. Dia berharap pengganti George W Bush tersebut tetap bisa melobi para petinggi Kongres meski tidak saling bertemu muka.
’’Semua itu memang akan jauh lebih sulit dilakukan jika Anda sedang bepergian. Tapi, selama ini, dia tidak pernah jauh dari telepon dan terbiasa melakukan komunikasi jarak jauh,’’ kata politikus Partai Republik tersebut. McCain juga berharap Obama mampu memenangkan dukungan Kongres. Sebab, dia yakin, rezim Assad hanya bisa dilemahkan melalui serangan militer.
Sejauh ini, baru Prancis yang menyatakan dukungannya terhadap AS. Bahkan, jika harus melancangi Dewan Keamanan (DK) PBB pun, negara sekutu AS itu siap mendukung. Kemarin intelijen Prancis melaporkan bahwa pasukan Assad memang berada di balik serangan kimia di Ghouta bulan lalu. Mereka mengaku memiliki bukti kuat pemakaian gas beracun yang mematikan dalam insiden tersebut.
Sementara itu, Assad yang selama ini menjadi sasaran kemarahan masyarakat internasional menerbitkan peringatan. Kemarin dia memperingatkan AS dan sekutunya supaya tidak nekat melancarkan aksi militer atas Syria. Sebab, serangan ke republik yang terletak di tepi Laut Mediterania itu hanya akan menimbulkan kekacauan lebih besar. ’’Bisa terjadi perang regional,’’ serunya.
Di sisi lain, dua jajak pendapat terbaru menguak tentangan yang kuat atas rencana serangan militer ke Syria. Hal ini disebabkan kekhawatiran warga AS atas terulangnya perang, walaupun ada kenaikan dukungan di Washington untuk serangan tersebut,
Survei itu digelar oleh the Pew Research Center di akhir pekan yang mengungkapkan bahwa 48 persen warga AS menentang serangan udara AS ke Syria atas tudingan penggunaan senjata kimia. Sementara, 29 persennya mendukung aksi militer tersebut.
Jajak pendapat yang digelar Washington Post dan ABC News, menurut laporan AFP, Rabu (4/9), pun tak jauh berbeda dengan temuan bahwa 6 dari 10 warga AS menentang serangan misil ke rezim Syria pimpinan Bashar Al Assad. Temuan itu menyatakan dominansi tentangan dalam konteks politik
The Pew poll mendapatkan 29 persen dukungan Demokrat atas seranagn udara, yang diperbandingkan dengan 48 persen yang menentangnya. Partai Republik lebih tegas mendukung aksi militer itu, dengan 35 persen dukungan dan 40 persen menentang.
Polling The Post-ABC, juga mendapatkan peringkat yang serupa antara Demokrat dan Republik, termasuk pihak independen yang jauh lebih banyak menentang aksi militer. Perbandingannya adalah 30 persen mendukung, dan 66 persen menentang.
The Pew poll mengungkapkan bahwa 74 persen warga AS yakin bahwa aksi militer itu bisa memicu serangan balik ke Washingtan dan sekutunya di kawasan tersebut. Sebanyak 61 persen berpendapat bahwa serangan itu bakal menggiring ke komitmen militer jangka panjang di sana.
Rendahnya dukungan untuk aksi militer itu tentu berdampak pada upaya Presiden AS, Barack Obama untuk mendapatkan dukungan kongres atas rencana serangan militer ke Syria.
Sebaliknya, sekutu AS menyerang Syria yakni Prancis justru mendapat dukungan dari seperempat warganya untuk mengintervensi Syria. Hal itu terlihat dari pengumpulan suara di Parlemen, seperti disebutkan satu jajak pendapat di sana, Selasa (3/9).
Sebanyak 74 persen mendukung aksi militer, 42 persennya sangat mendukung, sementara 32 persen dari jajak pendapat itu sepertinya mendukung. Polling itu dilakukan CSA poll untuk Televisi BFM.
Seperti halnya Amerika Serikat, Prancis juga berencana mengirimkan serangan udara ke Syria untuk menghukum rezim Presiden Bashar Al Assad atas penggunaan senjata kimia terhadap rakyatnya dalam serangan dekat Damaskus, bulan lalu.
Prancis menggelar debat parlemen darurat atas krisis Syria ini pada Rabu (4/9), tapi, menurut laporan AFP, Rabu (4/9), Perdana Menteri Jean-Marc Ayrault memerintahkan jajak pendapat tersebut.
Presiden Prancis, Francois Hollande bisa memerintahkan aksi militer tanpa persetujuan parlemen, meski pun sejumlah pembuat undang-undang mendesaknya untuk melakukan jajak pendapat.
Sebagaimana diberitakan, Presiden ASBarack Obama segera mencari dukungan kongres dalam pengumpulan pendapat yang dijadwalkan 9 September. Sementara itu, Parlemen Inggris menolak segala intervensi ke Syria. Sekitar 953 warga dewasa diwawancara untuk jajak pendapat tersebut. (ap/afp/hep/dos/bbs/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/