Telah sama kita maklumi bahwa minat peserta didik dalam belajar akan semakin besar apabila penyajiannya dilakukan dengan metoda-metoda yang menarik. Dewasa ini lazim disebut dengan istilah PAIKEM GEMBROT (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan serta Gembira dan Berbobot).
Satu diantaranya ialah melalui penggunaan alat-alat peraga. Dengan kata lain, di samping dapat mengkondisikan suasana KBM yang menyenangkan, maka alat-alat peraga juga akan berdampak ‘mendongkrak’ minat belajar dan daya nalar para siswa sehingga mereka pun memiliki kemampuan dalam melihat dan memahami hubungan antara ilmu yamg sedang dipelajari dengan lingkungan sekitarnya.
Maka sudah sepatutnya-lah kita selaku guru menyadari sepenuhnya bahwa alat-alat peraga tersebut memang diperlukan dalam KBM yang akan kita lakukan, terutama untuk topik-topik (Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar) tertentu.
Menyikapi hal dimaksud tentunya kita harus pula berusaha mencari, membuat atau bahkan sedikit berkorban dengan ‘merogoh kocek sendiri’ guna memperoleh bahan-bahan ataupun benda-benda yang akan dijadikan alat-alat peraga. Terlebih lagi para guru yang lokasi sekolahnya berada di pelosok desa dan pemerintah atau pihak sekolah belum menyediakannya.
Maka segala sesuatu yang kita gunakan untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang dibicarakan adalah berfungsi sebagai alat peraga. Malah jika situasi dan kondisinya memungkinkan maka sebenarnya alat peraga yang terbaik ialah benda aslinya.
Rabindranath Tagore (seorang tokoh terkenal dari India) pernah menulis sebagai berikut: “Kita dipaksa melepaskan dunia dan menerima sebagai gantinya sebuah tas tempat buku penuh dengan petunjuk-petunjuk. Bumi kita rampas dari tangan anak-anak untuk mengajarkan Ilmu Bumi
Bahasanya kita rebut untuk mengajarkan Tata Bahasa. Mereka haus akan penghayatan tetapi yang diberikan hanyalah deretan kejadian dengan tahun-tahun yang tidak sedikit jumlahnya”.
Tentu kita mengerti apa yang tersirat pada puisi di atas. Namun, juga tentunya akan sangat berat dan ada kalanya mustahil untuk menghadirkan sesuatu yang asli di depan mata.
Oleh karena itu, kata kuncinya adalah kemauan yang tulus. Mau meluangkan waktu dan menyumbangkan tenaga untuk berkreatifitas serta ikhlas dan rela menyisihkan dana yang sebetulnya tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan banyaknya fungsi dan manfaat yang bisa didapat, baik untuk kita sendiri sebagai guru maupun bagi anak-anak didik kita.
Sehelai kertas atau karton bekas, misalnya. Gambar-gambar yang kita gunting dari majalah atau surat- kabar. Juga benda-benda lain yang mungkin sekilas nampak tak berharaga dan terbuang percuma, sesungguhnya bisa kita pergunakan langsung atau dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi sebentuk ataupun berbagai macam alat peraga. Dan kalau kita ‘telaten’ menyimpannya (dikeluarkan dan dipakai pada saat memang diperlukan saja) tentu barang-barang tersebut akan awet dan tahan lama. Singkat kata, sekali atau satu macan alat yang dibuat maka akan terus bermanfaat sampai kita pensiun nanti. Sekadar demikianlah serba sedikit yang dapat penulis paparkan tentang alat peraga. Seperti tertera pada judul tulisan:” Selayang Pandang” saja.(*)
Oleh: Drs Halim Mansyur Siregar
Guru SMP Negeri-2 Pegajahan, Serdang Bedagai