JAKARTA- Badan usaha milik negara (BUMN) kembali mendapat apresiasi dari pasar internasional. Forbes, majalah asal Amerika Serikat, menobatkan enam BUMN Indonesia sebagai perusahaan terbesar di dunia di antara 2.000 perusahaan pada 2013. Prestasi perusahaan negara itu diukur dari tiga indikator, yakni penjualan, laba, dan aset.
Bank Mandiri merupakan perusahaan pelat merah yang menduduki peringkat ke-446 atau melejit dari peringkatnya pada 2012 di posisi ke-488. Bank hasil merger empat BUMN pada 1998 itu dinilai besar lantaran catatan revenue alias pendapatannya mencapai USD 6,3 miliar. Sementara itu, laba dan asetnya masing-masing USD 1,6 miliar dan USD 66 miliar. Berikutnya diikuti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) di posisi ke-461 atau naik dari peringkat ke-479 tahun lalu.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) masing-masing berada di peringkat ke-685 dan ke-922. Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) masing-masing pada posisi ke-1.188 dan ke-1.425.
“Ini memberikan motivasi supaya kita (BUMN) lebih baik lagi. Dan tidak hanya di Forbes, mungkin kita bisa kejar masuk Fortune. Karena di Fortune baru Pertamina yang masuk. Ke depan kalau bisa, lebih dari yang ada saat ini,” ungkap Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin setelah menerima penghargaan Forbes Global 2.000 tahun 2013 di Pullman Hotel, Jakarta, kemarin (3/10).
Acara yang juga berisi diskusi forum kepemimpinan BUMN dengan tajuk Achieving Progress itu dihadiri para petinggi dan pimpinan BUMN serta mantan menteri BUMN era Soeharto, Tanri Abeng. Tidak hanya BUMN, tiga perusahaan lainnya yang juga masuk daftar Forbes 2.000 adalah PT Bank Central Asia Tbk di peringkat ke-613 , PT Gudang Garam Tbk di peringkat ke-1.378, dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) di posisi ke-1.379.
Direktur Utama PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) Dwi Soetjipto mengatakan, penghargaan itu membuktikan bahwa yang dilakukan BUMN saat ini telah mengarah ke hal yang lebih baik daripada periode-periode sebelumnya. “Jadi, berbagai pihak punya effort agar performance perusahaan berkembang,” terangnya di tempat yang sama.
Dwi mengatakan, sebetulnya saat ini banyak kesempatan bagus untuk BUMN. Namun, diakui ada beberapa kendala yang belum terselesaikan. “Misalnya, status aset BUMN. Kita berharap supaya BUMN tidak se-complicated sekarang. Ini agar BUMN punya ruang gerak yang lebih terbuka. Dan, masalah politis ini harus diselesaikan agar ke depan BUMN bisa bersaing dengan swasta,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Dwi menilai sudah saatnya prestasi BUMN di Forbes diikuti perusahaan lainnya. Menjadi perusahaan terdaftar di bursa efek menjadi langkah awal bagi BUMN-BUMN tersebut bergerak di pasar internasional. “Memang beberapa BUMN harus melakukan pengkajian, bila dimungkinkan, untuk bisa listed. Supaya ada transformasi yang baik dari perusahaan itu dan tujuan company tersebut bisa dicapai. Tentu saja pada level pemerintahan dan negara masih bisa mengontrol,” ujarnya. (gal/c6/sof)