JAKARTA – Aturan pajak untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM) terus bergulir. Meski pemerintah menyatakan membuka kemungkinan untuk merevisi aturan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak terus menjaring wajib pajak-wajib pajak baru.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi mengatakan, aturan pajak UKM memang sesuatu yang baru. Karena itu, butuh sosialisasi intens agar pelaku UKM tidak salah mengerti. Misalnya, terkait penghapusan sanksi pajak bagi UKM yang telat membayar.
“Ini yang dihapus hanya sanksi, sedangkan pokok pajak tetap (harus dibayar). Bukan berarti boleh tidak bayar pajak,” ujarnya, Selasa (15/10).
Sebagaimana diwartakan, mulai 1 Juli 2013 aturan pajak UKM efektif berlaku. Payung hukum aturan ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46/2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Aturan ini memuat kewajiban pembayaran pajak pelaku UKM dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun untuk membayar pajak penghasilan (PPh) dengan tarif 1 persen dari nilai omzet. Dalam aturan ini, tidak diatur batas bawah omzet pelaku usaha yang dikenai pajak.
Chandra mengilustrasikan, seorang pelaku UKM memiliki omzet rata-rata Rp 200 juta per bulan, sehingga kewajiban pajaknya adalah Rp 2 juta per bulan. Untuk periode Juli-Desember, pelaku UKM tersebut harus membayar pajak Rp 12 juta.
Jika pelaku UKM tersebut belum membayar pajaknya tahun ini, seharusnya dikenai sanksi 2 persen dari nilai pajak setiap bulan. Misalnya untuk pajak Juli yang seharusnya dibayarkan pada 15 Agustus, namun tidak dibayar, sanksinya adalah 2 persen dari Rp 2 juta atau Rp 40 ribu per bulan. Demikian pula untuk denda pajak bulan-bulan berikutnya.
Jika seluruh pajak dibayar pada tahun depan, total denda pajak periode Juli hingga Desember adalah Rp 840 ribu. “Nah karena sanksi dihapus, tahun depan pelaku usaha hanya membayar kewajiban pokok pajak Rp 12 juta. Sedangkan denda Rp 840 ribu tidak perlu dibayar,” jelasnya.
Menurut Chandra, aturan penghapusan sanksi pajak diberlakukan mengingat masih banyaknya pelaku UKM yang belum mendapat sosialisasi aturan pajak UKM dari petugas pajak. Lantas berapa banyak UKM yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak baru?
Chandra menyebut, saat ini data ekstensifikasi atau tambahan wajib pajak baru dari pelaku UKM masih dalam tahap pengumpulan. Pada periode 1 September-30 November, Direktorat Jenderal Pajak memang tengah melakukan sensus pajak. “Jadi hasilnya bisa diketahui akhir November. Tapi hasil laporan sementara dari kantor-kantor pajak, trennya positif karena jumlah UKM yang terdaftar cukup banyak,” ujarnya. (jpnn)