MEDAN- Berdasarkan evaluasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyimpulkan, banyak pelaku korupsi selalu menggunakan mata uang atau valuta asing (Valas) dalam bertransaksi.
Jadi, guna meminimalisir ruang gerak koruptor, PPATK meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) bersiap menerapkan IFTI (Internasional Fund Transfer Instruction) atau Laporan Transaksi Keuangan (LTK) transfer dana dari dan ke luar negeri. Kerja sama bank dan PJK untuk LTK ini sangat dibutuhkan, terutama di wilayah yang rentan korupsi seperti di Sumut.
“Aturan tersebut akan diberlakukan mulai 14 Januari 2014 untuk bank umum. Sementara bagi PJK selain bank umum, kewajiban akan diberlakukan per tanggal 1 Juli 2014,” kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada wartawan di Medan.
Agus menyebutkan, langkah PPATK membangun sistem pelaporan baru ini untuk mengetahui aliran dana dalam dan ke luar negeri. Lantaran selama ini warga yang akan membawa uangnya ke luar negeri hanya memiliki kewajiban melaporkan ke Bea Cukai. Selanjutnya Bea Cukai melaporkan ke PPATK.
“Selama ini sangat sulit untuk mengetahui apakah ada tindak pidana atau tidak,” ujarnya.
Menurutnya, aturan ini sebenarnya sudah berlaku efektif pada tahun 2011. Namun hingga hari ini hanya dilakukan pilot project terhadap aturan dengan sample 7 bank dan beberapa penyelenggara PJK. Dalam aturan ini, LTK wajib disampaikan kepada PPATK paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan. “Tidak terdapat batasan nominal transaksi yang wajib dilaporkan kepada PPATK. Artinya, seluruh LTK dalam nominal berapapun wajib dilaporkan,” terangnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, selama ini PPATK sudah menerapkan sistem pelaporan seperti Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT) dan Laporan dari Penyedia Barang dan Jasa. “Sehingga dengan adanya LTK ini nantinya bisa dipantau kemana uang hasil pembelian saham ke luar negeri. Satu sistem itu akan menyebabkan ruang gerak pelaku korupsi, pelaku ilegal logging dan sebagainya menjadi terbatas,” tegas Agus.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX Sumut-Aceh Ahmad Fauzi mengatakan, sepanjang tahun 2012, ada sekitar Rp1,4 triliun dari 609.800 transaksi menggunakan mata uang asing yang dilakukan di 46 PJK di Sumut. Dalam pemberlakukan aturan LTK ini, semua bank di Sumut dan 46 PJK harus mempersiapkan sistem pelaporan dari sekarang.
“BI tugasnya hanya memantau. Selain untuk kepentingan moneter, BI tidak bisa melakukan tindakan. Sehingga data-data ini hanya diserahkan BI kepada PPATK,” jelasnya. (mag-9)