29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ambil 30 Persen Saham Inalum, Sumut Siapkan Rp2,8 Triliun

Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

JAKARTA – Pemerintah provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba paling banter hanya mendapat jatah saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebesar 30 persen. Jika dikonversi dengan nominal rupiah, penyertaan saham itu sama dengan Rp2,8 triliun.

Angka ini sudah disepakati Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menperin MS Hidayat, dalam rapat Selasa (22/10) malam di Senayan. Rapat yang digelar hingga menjelang tengah malam ini juga dihadiri Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, dan Gubsu Gatot Pujo Nugroho.

Satu dari lima poin rekomendasi Komisi VI DPR mengatur mengenai pembagian saham antara pemerintah pusat dengan pemda. Salah satu poin juga memperkuat isi draf Peraturan Pemerintah (PP) yang menetapkan BUMN sebagai pengelola Inalum.

Saat membacakan rekomendasi hasil rapat, Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto menyebutkan, Komisi VI DPR menerima keinginan Pemprovsu beserta 10 pemerintah kabupaten/kota se-kawasan Danau Toba/daerah berpartisipasi memiliki saham di PT Inalum.

“Dengan catatan kepemilikan pemerintah RI dipertahankan minimal 70 persen,” ujar Airlangga.

Dengan rekomendasi ini, keinginan Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota untuk mendapatkan 58,87 saham Inalum yang sebelumnya dikuasasi Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang, kandas.

Namun, meski nantinya hanya mendapatkan 30 persen saham Inalum, Pemprov dan 10 kabupaten/kota harus menyiapkan dana sekitar Rp2,88 triliun untuk share saham itu. Ke-10 pemkab/kota itu terdiri tujuh kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan kawasan Danau Toba, yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.

Dalam estimasi Sumut Pos, jika 58,87 persen saham itu diambil-alih pemerintah dengan harus mengeluarkan dana sekitar Rp6,1 triliun, maka jika 100 persen saham setara dengan kisaran Rp9,6 triliun. Nah, 30 persen dari angka itu ketemunya sekitar Rp2,88 triliun. Dana itu yang nantinya harus dibayarkan ke pemerintah pusat, begitu setuju melepaskan 30 persen sahamnya ke Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota.

Jika konsorsium BUMD yang dibentuk pemda akhirnya menggandeng perusahaan milik   Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, yakni PT Toba Sejahtera, dana yang harus disiapkan itu bisa tertangani.

Pasalnya, jauh hari, mantan menteri perindustrian kelahiran Simanggala, Tapanuli, itu sudah menyatakan kesiapan dana 700 juta dolar AS, yang dipersiapkan untuk mengakuisisi 58,87 persen saham PT Inalum.

Luhut menjelaskan, dana sebesar itu akan dikucurkan oleh dua bank, yakni Deutsche Bank dan BNP Paribas. “Komitmen pendanaan dari dua bank itu sudah dalam bentuk pernyataan tertulis,” ujar Luhut Panjaitan kepada Sumut Pos dalam sebuah wawancara pada 30 Juni 2011 silam.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, secara tegas menyatakan penolakannya terhadap usulan keterlibatan PT Toba Sejahtera  dalam pengelolaan PT Inalum pascahabisnya kontrak dengan Jepang pada 2013 mendatang. Sejumlah alasan dikemukakan mantan Ketua Kaukus Anti Korupsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.

Pertama, kemampuan PT Toba Sejahtera diragukan. “Dengan latar belakang dan kemampuan teknis operasional yang dimiliki, kita tidak yakin bahwa TS akan mampu menjalankan fungsinya,” ujar mantan anggota DPD itu dalam seminar bertema “Pengelolaan Saham Inalum: Oleh Negara untuk Rakyat” di gedung DPR, Senayan, Jakarta pada 23 Juni 2010 silam.

Alasan kedua, lanjut Marwan, model kerjasama pemda dengan pihak swasta, di banyak daerah sudah terbukti hanya menguntungkan piha swastanya saja, sedang pemda lagi-lagi tidak banyak mendapatkan keuntungan. Dia memberi contoh kasus kerjasama pemda NTB dengan PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), juga dalam kasus Blok Cepu.

Kembali ke hasil rapat di Senayan. MS Hidayat mengatakan, rencananya penandatanganan pengakhiran kontrak kerjasama dengan NAA akan dilakukan pada 25 Oktober 2013.

Pengakhiran kontrak itu dilakukan setelah kedua pihak sepakat dengan pengajuan perhitungan baru nilai buku pengambilalihan 58,87 persen saham Inalum, sebesar 558 juta dolar AS.

Setelah kontrak resmi diputusan, lanjut Hidayat, Kementerian Keuangan akan mentransfer dana sebesar 558 juta dolar AS ke rekening NAA. “Karena dalam master agreement (MA), sebelum 1 November 2013 dana transfer sudah harus masuk di bank yang ditentukan di Tokyo,” terang Hidayat.

Pemerintah saat ini, kata Hidayat, telah mengalokasikan dana sebesar Rp7 triliun untuk mengambilalih saham Inalum. Hidayat juga menegaskan bahwa sisa dana ini nanti akan dikembalikan pada negara.

Menyikapi hasil koordinasi Pemprovsu dengan Komisi VI DPR, Gubsu Gatot Pujo Nugroho menyatakan siap berjuang mengawal realisasi saham Sumut.

“Kami, Pemprovsu, dan 10 Kabupaten/kota se kawasan Danau Toba dan DAS Asahan akan konsolidasi kembali. Namun diupayakan sebesar-besarnya 30 persen saham itu menjadi milik daerah,” ujar Gubsu kepada wartawan, kemarin malam.

Gubsu turut didampingi para bupati/walikota,  diantaranya Bupati Samosir Mangindar Simbolon, Wakil Wali Kota Tanjungbalai Rolel Harahap, Kepala Bappeda Sumut Riadil Lubis dan para kepala Bappeda se kabupaten/kota.

Rapat yang dimulai lewat  pukul 21.00 WIB  berlangsung cukup singkat dengan diawali skorsing dan dilanjutkan dengan perumusan hasil rekomendasi.

“Pada 1 November seluruh kewajiban sudah selesai, 100 persen saham dimiliki Indonesia, maka apa yang disimpulkan dalam rapat ini akan menjadi kenyataan,” ujar Gatot menirukan pembicaraan menteri perindustrian.

Dalam rakor tersebut Gubsu juga mengingatkan agar apa yang menjadi rekomendasi bersama hendaknya dapat direalisasikan.  Gubsu mengungkapkan harapan besar Sumut agar hasil rekomendasi tersebut tidak hanya berakhir di atas kertas. Khususnya, realisasi soal pembayaran annual fee dan lingkungan, serta rencana hilirisasi industri aluminium di Sumut.

“Kami punya harapan besar kepada pemerintah pusat, karena Sumut juga tidak sedikit kontribusinya  terhadap APBN, Sumut menyumbang 24,5 persen,” ujar Gatot.

Sebagai informasi, pembayaran annual fee dan  dana lingkungan sudah disetorkan kepada pemerintah pusat setiap tahun. Akan tetapi dalam dua tahun terakhir dana tersebut tak dikembalikan ke daerah.

Awas Salah Kelola

Pengamat Ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Kasyful Mahalli mewanti-wanti   pengelolaan Inalum di tangan Indonesia tidak boleh main-main.

“Butuh jangka waktu beberapa tahun ke depan untuk menyiapkan anak bangsa yang capable terhadap perusahaan ini. Sejalan dengan itu, pengelolaannya saya bisa pastikan  membutuhkan tenaga asing,” kata staf pengajar Fakultas Ekonomi USU tersebut.

Dikatakan, dengan kapasitas terpasang sebesar 604 MW yang berasal dari PLTA Sigura-gura sudah lebih dari cukup  memenuhi kapasitas puncak Inalum sebesar 513 MW. ‘’Jadi hitung saja, cadangan listrik sekitar 100 MW. Cadangan ini bisa memenuhi tenaga listrik sejumlah industri di Sumut,” jelasnya.

Senada, Anggota DPRD Komisi C DPRD Sumut, Kuat Surbakti, mengatakan, akuisisi PT Inalum oleh Pemerintah Indonesia harus dijadikan sebagai motivasi bagi anak bangsa untuk mengelola aset tersebut. ‘’Jangan setelah dimiliki malah membayar tenaga asing pula untuk mengelolanya. “Kan tak hanya di Inalum saja, masih banyak aset nasiona yang harus dinasionalisasikan seperti Freeport dan lainnya. Pemerintah jangan pelit-pelit memberi peluang pendidikan hingga ke luar negeri,” katanya. (sam/rud/mag-9)

Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

JAKARTA – Pemerintah provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba paling banter hanya mendapat jatah saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebesar 30 persen. Jika dikonversi dengan nominal rupiah, penyertaan saham itu sama dengan Rp2,8 triliun.

Angka ini sudah disepakati Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menperin MS Hidayat, dalam rapat Selasa (22/10) malam di Senayan. Rapat yang digelar hingga menjelang tengah malam ini juga dihadiri Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, dan Gubsu Gatot Pujo Nugroho.

Satu dari lima poin rekomendasi Komisi VI DPR mengatur mengenai pembagian saham antara pemerintah pusat dengan pemda. Salah satu poin juga memperkuat isi draf Peraturan Pemerintah (PP) yang menetapkan BUMN sebagai pengelola Inalum.

Saat membacakan rekomendasi hasil rapat, Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto menyebutkan, Komisi VI DPR menerima keinginan Pemprovsu beserta 10 pemerintah kabupaten/kota se-kawasan Danau Toba/daerah berpartisipasi memiliki saham di PT Inalum.

“Dengan catatan kepemilikan pemerintah RI dipertahankan minimal 70 persen,” ujar Airlangga.

Dengan rekomendasi ini, keinginan Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota untuk mendapatkan 58,87 saham Inalum yang sebelumnya dikuasasi Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang, kandas.

Namun, meski nantinya hanya mendapatkan 30 persen saham Inalum, Pemprov dan 10 kabupaten/kota harus menyiapkan dana sekitar Rp2,88 triliun untuk share saham itu. Ke-10 pemkab/kota itu terdiri tujuh kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan kawasan Danau Toba, yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.

Dalam estimasi Sumut Pos, jika 58,87 persen saham itu diambil-alih pemerintah dengan harus mengeluarkan dana sekitar Rp6,1 triliun, maka jika 100 persen saham setara dengan kisaran Rp9,6 triliun. Nah, 30 persen dari angka itu ketemunya sekitar Rp2,88 triliun. Dana itu yang nantinya harus dibayarkan ke pemerintah pusat, begitu setuju melepaskan 30 persen sahamnya ke Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota.

Jika konsorsium BUMD yang dibentuk pemda akhirnya menggandeng perusahaan milik   Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, yakni PT Toba Sejahtera, dana yang harus disiapkan itu bisa tertangani.

Pasalnya, jauh hari, mantan menteri perindustrian kelahiran Simanggala, Tapanuli, itu sudah menyatakan kesiapan dana 700 juta dolar AS, yang dipersiapkan untuk mengakuisisi 58,87 persen saham PT Inalum.

Luhut menjelaskan, dana sebesar itu akan dikucurkan oleh dua bank, yakni Deutsche Bank dan BNP Paribas. “Komitmen pendanaan dari dua bank itu sudah dalam bentuk pernyataan tertulis,” ujar Luhut Panjaitan kepada Sumut Pos dalam sebuah wawancara pada 30 Juni 2011 silam.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, secara tegas menyatakan penolakannya terhadap usulan keterlibatan PT Toba Sejahtera  dalam pengelolaan PT Inalum pascahabisnya kontrak dengan Jepang pada 2013 mendatang. Sejumlah alasan dikemukakan mantan Ketua Kaukus Anti Korupsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.

Pertama, kemampuan PT Toba Sejahtera diragukan. “Dengan latar belakang dan kemampuan teknis operasional yang dimiliki, kita tidak yakin bahwa TS akan mampu menjalankan fungsinya,” ujar mantan anggota DPD itu dalam seminar bertema “Pengelolaan Saham Inalum: Oleh Negara untuk Rakyat” di gedung DPR, Senayan, Jakarta pada 23 Juni 2010 silam.

Alasan kedua, lanjut Marwan, model kerjasama pemda dengan pihak swasta, di banyak daerah sudah terbukti hanya menguntungkan piha swastanya saja, sedang pemda lagi-lagi tidak banyak mendapatkan keuntungan. Dia memberi contoh kasus kerjasama pemda NTB dengan PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), juga dalam kasus Blok Cepu.

Kembali ke hasil rapat di Senayan. MS Hidayat mengatakan, rencananya penandatanganan pengakhiran kontrak kerjasama dengan NAA akan dilakukan pada 25 Oktober 2013.

Pengakhiran kontrak itu dilakukan setelah kedua pihak sepakat dengan pengajuan perhitungan baru nilai buku pengambilalihan 58,87 persen saham Inalum, sebesar 558 juta dolar AS.

Setelah kontrak resmi diputusan, lanjut Hidayat, Kementerian Keuangan akan mentransfer dana sebesar 558 juta dolar AS ke rekening NAA. “Karena dalam master agreement (MA), sebelum 1 November 2013 dana transfer sudah harus masuk di bank yang ditentukan di Tokyo,” terang Hidayat.

Pemerintah saat ini, kata Hidayat, telah mengalokasikan dana sebesar Rp7 triliun untuk mengambilalih saham Inalum. Hidayat juga menegaskan bahwa sisa dana ini nanti akan dikembalikan pada negara.

Menyikapi hasil koordinasi Pemprovsu dengan Komisi VI DPR, Gubsu Gatot Pujo Nugroho menyatakan siap berjuang mengawal realisasi saham Sumut.

“Kami, Pemprovsu, dan 10 Kabupaten/kota se kawasan Danau Toba dan DAS Asahan akan konsolidasi kembali. Namun diupayakan sebesar-besarnya 30 persen saham itu menjadi milik daerah,” ujar Gubsu kepada wartawan, kemarin malam.

Gubsu turut didampingi para bupati/walikota,  diantaranya Bupati Samosir Mangindar Simbolon, Wakil Wali Kota Tanjungbalai Rolel Harahap, Kepala Bappeda Sumut Riadil Lubis dan para kepala Bappeda se kabupaten/kota.

Rapat yang dimulai lewat  pukul 21.00 WIB  berlangsung cukup singkat dengan diawali skorsing dan dilanjutkan dengan perumusan hasil rekomendasi.

“Pada 1 November seluruh kewajiban sudah selesai, 100 persen saham dimiliki Indonesia, maka apa yang disimpulkan dalam rapat ini akan menjadi kenyataan,” ujar Gatot menirukan pembicaraan menteri perindustrian.

Dalam rakor tersebut Gubsu juga mengingatkan agar apa yang menjadi rekomendasi bersama hendaknya dapat direalisasikan.  Gubsu mengungkapkan harapan besar Sumut agar hasil rekomendasi tersebut tidak hanya berakhir di atas kertas. Khususnya, realisasi soal pembayaran annual fee dan lingkungan, serta rencana hilirisasi industri aluminium di Sumut.

“Kami punya harapan besar kepada pemerintah pusat, karena Sumut juga tidak sedikit kontribusinya  terhadap APBN, Sumut menyumbang 24,5 persen,” ujar Gatot.

Sebagai informasi, pembayaran annual fee dan  dana lingkungan sudah disetorkan kepada pemerintah pusat setiap tahun. Akan tetapi dalam dua tahun terakhir dana tersebut tak dikembalikan ke daerah.

Awas Salah Kelola

Pengamat Ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Kasyful Mahalli mewanti-wanti   pengelolaan Inalum di tangan Indonesia tidak boleh main-main.

“Butuh jangka waktu beberapa tahun ke depan untuk menyiapkan anak bangsa yang capable terhadap perusahaan ini. Sejalan dengan itu, pengelolaannya saya bisa pastikan  membutuhkan tenaga asing,” kata staf pengajar Fakultas Ekonomi USU tersebut.

Dikatakan, dengan kapasitas terpasang sebesar 604 MW yang berasal dari PLTA Sigura-gura sudah lebih dari cukup  memenuhi kapasitas puncak Inalum sebesar 513 MW. ‘’Jadi hitung saja, cadangan listrik sekitar 100 MW. Cadangan ini bisa memenuhi tenaga listrik sejumlah industri di Sumut,” jelasnya.

Senada, Anggota DPRD Komisi C DPRD Sumut, Kuat Surbakti, mengatakan, akuisisi PT Inalum oleh Pemerintah Indonesia harus dijadikan sebagai motivasi bagi anak bangsa untuk mengelola aset tersebut. ‘’Jangan setelah dimiliki malah membayar tenaga asing pula untuk mengelolanya. “Kan tak hanya di Inalum saja, masih banyak aset nasiona yang harus dinasionalisasikan seperti Freeport dan lainnya. Pemerintah jangan pelit-pelit memberi peluang pendidikan hingga ke luar negeri,” katanya. (sam/rud/mag-9)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/