31.2 C
Medan
Friday, February 28, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_img

Pemko Medan Tolak 26 Honorer ‘Gagal’

MEDAN- Diluncurkannya nama ke-26 tenaga honorer kategori satu (K1) yang pernah digagalkan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB) karena tidak memenuhi persyaratan masih menjadi bahasan pihak-pihak terkait.

Secara tegas Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Lahum Lubis menolak kehadiran peserta yang sebelumnya telah digagalkan karena tidak memenuhi kriteria dan tidak lulus audit tujuan tertentu (ATT) yang dilakukan oleh BKN dan Menpan RB.

“Dengan tegas saya katakan, kalau Pemerintah Kota (Pemko) Medan menolak kehadiran 26 peserta tambahan untuk mengikuti ujian tertulis dari honorer kategori dua (K2),” kata Lahum di ruang kerjanya, Kamis (31/10).

Pria berkacamata ini mengaku jika dirinya telah melayangkan surat resmi kepada BKN atas penambahan jumlah peserta ujian, pada tanggal 29 Oktober silam dengan nomor surat 800/15204 yang ditujukan langsung kepada BKN dan Menpan RB.

“Ini bukti kalau Pemko Medan menolak kehadiran 26 peserta yang seluruhnya berasal dari Dinas Pertamanan,” sebutnya seraya menunjukkan surat tersebut.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, ketika pengambilan surat dengan nomor k.26-30/V.70-5/40 tentang penambahan kuota peserta. Pihak BKN menyebutkan penambahan peserta ini berasal dari Menpan RB.

Selanjutnya dirinya juga mengkonfirmasi kepada Menpan RB mengenai kehadiran peserta tambahan, tapi hingga kini tidak mendapatkan jawaban yang jelas. “Ketika hal itu kami tanyakan, Menpan RB dan BKN justru saling buang badan,” bebernya.

Karenanya, Lahum mengatakan jika nantinya 26 peserta tadi dinyatakan lulus ujian tertulis, tapi di lain pihak ada yang melakukan protes atas kelulusan mereka, maka kami akan memprosesnya dan bias saja yang sudah dinyatakan lulus tadi digagalkan,” tukasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Forum Komunikasi Tenaga Honorer Sekolah Negeri-Satuan Kerja Perangkat Daerah (FKTHSN-SKPD) Sumut, Andi Subakti mengaku pengangkatan dirinya menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) melalui jalur honorer K1 terkendala karena keberadaan 26 honorer dari Dinas Pertamanan yang menggunakan SK palsu.

Akibatnya, sampai saat ini nasib dirinya dan 143 tenaga honorer K1 lainnya masih menggantung. “Sangat disesalkan, akibat adanya nama 26 nama tadi, nasib kami pun jadi tak jelas,” sesal Andi.

Selanjutnya Andi mengungkapkan keheranannya terkait kebijakan BKN dan Menpan RB yang menyatakan 26 nama tadi menjadi peserta ujian tertulis honorer K2. “Pasti ada orang yang kuat dibalik semua ini yang ingin mengambil keuntungan,” ujarnya.

Menanggapi masalah ini, Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy mengatakan bahwa BKD harus menggagalkan keikutsertaan 26 peserta tambahan yang sudah menyalahi aturan.

Apalagi, masih menurut Ikhrimah, dirinya mencurigai adanya peran oknum tertentu yang menginginkan hal itu terjadi. “Kalau tidak begitu, mana mungkin BKN melakukannya. Bukannya BKN mendapat masukan dan melakukan kordinasi dari BKD? Jadi, saya pikir masalah ini harus diselesaikan secepatnya, kalau tidak, bakal ada yang menjadi korban dari lahirnya kebijakan yang telah diambil,” tandas Ikhrimah.

“Jika melihat semua proses yang tak wajar ini, saya pikir ke-26 peserta tambahan tadi akan lulus. Jadi, daripada orang lain yang menjadi korban, maka kepala BKD harus mengusut tuntas siapa-siapa saja oknum di sana (BKD, Red) yang terlibat di dalamnya,” tuntas Ikhrimah.

Di tempat terpisah, pihak Kementerian Agama (Kemenag) dinilai tidak serius memperjuangkan 2.818 orang tenaga honorer kategori satu (K1) yang selama ini bekerja di Kanwil-kanwil Kemenag di seluruh Indonesia. Sekitar 900-an diantaranya honorer K1 di Kanwil Kemenag di wilayah Sumut.

Kerenanya, ribuan honorer K1 ini berencana akan melakukan konsolidasi dan mengancam akan menggelar aksi demo besar-besaran di gedung Kemenag, Jakarta. Mereka menuntut segera diangkat menjadi CPNS.

“Karena kalau tidak didemo besar-besar, tidak ada angin kuat, kemenag ini diam saja terus. Karena kami sudah punya data, bahwa Kemenag sumber masalahnya, bukan BKN,” ujar Muslim Lubis, honorer K1 asal Tanjungbalai, kepada koran ini usai bertandang ke Kantor Kemenag, Jakarta, kemarin (31/10).

Dia mengatakan, dari pertemuan dengan salah seorang pejabat di Kemenag, diketahui bahwa kementerian yang dipimpin Suryadharma Ali baru sekali saja mengirim surat ke BKN, yakni surat tertanggal 31 September 2013, yang ditujukan ke BKN.

Menurut Muslim, surat itu hanya berisi penjelasan mengenai tenaga honorer K1 dan K2. “Surat tidak memberikan penjelasan ke BKN mengenai honorer K1 yang perlu surat keterangan otorisasi. Padahal yang dibutuhkan BKN adalah surat keterangan dari kemenag bahwa 2.818 honorer K1 itu benar-benar honorer yang diangkat sesuai peraturan dan digaji dari DIPA, yang dananya dari APBN. Tapi kemenag belum juga memberikan surat keterangan itu,” ujar Muslim, yang datang ke kemenag disertai dua rekannya.

Jika mau serius memperjuangkan ribuan honorer K1 menjadi CPNS, lanjutnya, mestinya Kemenag memberikan keterangan seperti yang diminta BKN. Bahkan, katanya, sejumlah kepala daerah mengirim surat hingga empat kali ke BKN, untuk memperjuangkan tenaga honorernya dan berhasil.

Muslim mengaku heran dengan kemenag. Padahal, lanjutnya, para kepala Kanwil Kemenag di daerah sudah mengirim data dan keterangan ke kemenang di Jakarta bahwa ribuan honorer K1 itu benar digaji dari uang APBN. Surat bahkan disertai pernyataan pakta integritas dan diteken di atas materai, sebagai penegasan bahwa tidak ada manipulasi data.

“Mestinya, data dari para kepala Kanwil itu bisa menjadi rujukan untuk kemenag mengeluarkan surat keterangan otorisasi seperti yang ditunggu BKN,” ujar Muslim. (dik/sam)

MEDAN- Diluncurkannya nama ke-26 tenaga honorer kategori satu (K1) yang pernah digagalkan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB) karena tidak memenuhi persyaratan masih menjadi bahasan pihak-pihak terkait.

Secara tegas Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Lahum Lubis menolak kehadiran peserta yang sebelumnya telah digagalkan karena tidak memenuhi kriteria dan tidak lulus audit tujuan tertentu (ATT) yang dilakukan oleh BKN dan Menpan RB.

“Dengan tegas saya katakan, kalau Pemerintah Kota (Pemko) Medan menolak kehadiran 26 peserta tambahan untuk mengikuti ujian tertulis dari honorer kategori dua (K2),” kata Lahum di ruang kerjanya, Kamis (31/10).

Pria berkacamata ini mengaku jika dirinya telah melayangkan surat resmi kepada BKN atas penambahan jumlah peserta ujian, pada tanggal 29 Oktober silam dengan nomor surat 800/15204 yang ditujukan langsung kepada BKN dan Menpan RB.

“Ini bukti kalau Pemko Medan menolak kehadiran 26 peserta yang seluruhnya berasal dari Dinas Pertamanan,” sebutnya seraya menunjukkan surat tersebut.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, ketika pengambilan surat dengan nomor k.26-30/V.70-5/40 tentang penambahan kuota peserta. Pihak BKN menyebutkan penambahan peserta ini berasal dari Menpan RB.

Selanjutnya dirinya juga mengkonfirmasi kepada Menpan RB mengenai kehadiran peserta tambahan, tapi hingga kini tidak mendapatkan jawaban yang jelas. “Ketika hal itu kami tanyakan, Menpan RB dan BKN justru saling buang badan,” bebernya.

Karenanya, Lahum mengatakan jika nantinya 26 peserta tadi dinyatakan lulus ujian tertulis, tapi di lain pihak ada yang melakukan protes atas kelulusan mereka, maka kami akan memprosesnya dan bias saja yang sudah dinyatakan lulus tadi digagalkan,” tukasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Forum Komunikasi Tenaga Honorer Sekolah Negeri-Satuan Kerja Perangkat Daerah (FKTHSN-SKPD) Sumut, Andi Subakti mengaku pengangkatan dirinya menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) melalui jalur honorer K1 terkendala karena keberadaan 26 honorer dari Dinas Pertamanan yang menggunakan SK palsu.

Akibatnya, sampai saat ini nasib dirinya dan 143 tenaga honorer K1 lainnya masih menggantung. “Sangat disesalkan, akibat adanya nama 26 nama tadi, nasib kami pun jadi tak jelas,” sesal Andi.

Selanjutnya Andi mengungkapkan keheranannya terkait kebijakan BKN dan Menpan RB yang menyatakan 26 nama tadi menjadi peserta ujian tertulis honorer K2. “Pasti ada orang yang kuat dibalik semua ini yang ingin mengambil keuntungan,” ujarnya.

Menanggapi masalah ini, Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy mengatakan bahwa BKD harus menggagalkan keikutsertaan 26 peserta tambahan yang sudah menyalahi aturan.

Apalagi, masih menurut Ikhrimah, dirinya mencurigai adanya peran oknum tertentu yang menginginkan hal itu terjadi. “Kalau tidak begitu, mana mungkin BKN melakukannya. Bukannya BKN mendapat masukan dan melakukan kordinasi dari BKD? Jadi, saya pikir masalah ini harus diselesaikan secepatnya, kalau tidak, bakal ada yang menjadi korban dari lahirnya kebijakan yang telah diambil,” tandas Ikhrimah.

“Jika melihat semua proses yang tak wajar ini, saya pikir ke-26 peserta tambahan tadi akan lulus. Jadi, daripada orang lain yang menjadi korban, maka kepala BKD harus mengusut tuntas siapa-siapa saja oknum di sana (BKD, Red) yang terlibat di dalamnya,” tuntas Ikhrimah.

Di tempat terpisah, pihak Kementerian Agama (Kemenag) dinilai tidak serius memperjuangkan 2.818 orang tenaga honorer kategori satu (K1) yang selama ini bekerja di Kanwil-kanwil Kemenag di seluruh Indonesia. Sekitar 900-an diantaranya honorer K1 di Kanwil Kemenag di wilayah Sumut.

Kerenanya, ribuan honorer K1 ini berencana akan melakukan konsolidasi dan mengancam akan menggelar aksi demo besar-besaran di gedung Kemenag, Jakarta. Mereka menuntut segera diangkat menjadi CPNS.

“Karena kalau tidak didemo besar-besar, tidak ada angin kuat, kemenag ini diam saja terus. Karena kami sudah punya data, bahwa Kemenag sumber masalahnya, bukan BKN,” ujar Muslim Lubis, honorer K1 asal Tanjungbalai, kepada koran ini usai bertandang ke Kantor Kemenag, Jakarta, kemarin (31/10).

Dia mengatakan, dari pertemuan dengan salah seorang pejabat di Kemenag, diketahui bahwa kementerian yang dipimpin Suryadharma Ali baru sekali saja mengirim surat ke BKN, yakni surat tertanggal 31 September 2013, yang ditujukan ke BKN.

Menurut Muslim, surat itu hanya berisi penjelasan mengenai tenaga honorer K1 dan K2. “Surat tidak memberikan penjelasan ke BKN mengenai honorer K1 yang perlu surat keterangan otorisasi. Padahal yang dibutuhkan BKN adalah surat keterangan dari kemenag bahwa 2.818 honorer K1 itu benar-benar honorer yang diangkat sesuai peraturan dan digaji dari DIPA, yang dananya dari APBN. Tapi kemenag belum juga memberikan surat keterangan itu,” ujar Muslim, yang datang ke kemenag disertai dua rekannya.

Jika mau serius memperjuangkan ribuan honorer K1 menjadi CPNS, lanjutnya, mestinya Kemenag memberikan keterangan seperti yang diminta BKN. Bahkan, katanya, sejumlah kepala daerah mengirim surat hingga empat kali ke BKN, untuk memperjuangkan tenaga honorernya dan berhasil.

Muslim mengaku heran dengan kemenag. Padahal, lanjutnya, para kepala Kanwil Kemenag di daerah sudah mengirim data dan keterangan ke kemenang di Jakarta bahwa ribuan honorer K1 itu benar digaji dari uang APBN. Surat bahkan disertai pernyataan pakta integritas dan diteken di atas materai, sebagai penegasan bahwa tidak ada manipulasi data.

“Mestinya, data dari para kepala Kanwil itu bisa menjadi rujukan untuk kemenag mengeluarkan surat keterangan otorisasi seperti yang ditunggu BKN,” ujar Muslim. (dik/sam)

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru