25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Kujaga Pun Adek Mak, Doakan Biar Sehat Kami..

Foto: Fhando, Metro Siantar/JPNN Cium terakhir Butet pada sang ibu, jelang pemakaman.
Foto: Fhando, Metro Siantar/JPNN
Cium terakhir Butet pada sang ibu, jelang pemakaman.

SUMUTPOS.CO – ”Kujaga pun adek Ma.. doakan biar sehat-sehat kami ya.”

Itulah kalimat terakhir yang terucap dari mulut Linda Lubis (9) jelang jenazah kaku ibu kandungnya, Esteria boru Simare-mare (35) dimakamkan di kampung halaman mereka di Dusun III Raja Hombang, Nagori Mariah Hombang, Kec. Huta Bayu Raja, Simalungun, Kamis (7/11) siang. Jerit tangis puluhan pelayat kembali pecah pecah di rumah duka tatkala ke empat anak wanita malang yang tewas mendadak di Pasar Horas ini, bergantian mencium tanda perpisahan terakhir jelang diberangkatkan ke pemakaman.

Pemakaman terpaksa dilakukan di kampung halaman mengingat hunian korban yang berada di Simpang Silabat, Huta Padang BP Mandoge, Kec. Bandar Pasir Mandoge, Asahan tak memungkinkan terkait masih lahan perkebunan. Satu persatu keluarga berdatangan menyampaikan turut berbela sungkawa di rumah semi permanen yang berdiameter 6 x 5 tersebut. Tak ada penutup jendela rumah dan hanya beralaskan terpal, acara demi acara berlanjut hingga gelar Pordu Kifaya (mandikan jenazah-red).  Terlihat Ismail Lubis (40) tanpa henti-hentinya mengusap air matanya sembari menyambut salam duka cita dari rekan-rekannya yang datang dari Mandoge maupun sanak keluarga lainnya.

Termasuk guru dan teman sekolah Linda dari SD swasta PKMI Tomuan Holbung Mandoge, Asahan. Linda bahkan tak kuasa menahan kesedihan hingga mendekap jenazah ibunya saat kata nasehat datang dari gurunya. Meminta bocah pintar yang pernah juara kelas itu untuk tetap melanjutkan pendidikan dan semakin gigih belajar untuk menjadi teladan ketiga adik-adiknya kelak. “Ku jagapun adek ma, doakan biar sehat kami ya. Akupun bisa sekolah terus. Maaak,” jerit Linda yang disambut tangisan haru dari para pelayat.  Ismail lantas mendekap putri sulungnya itu seraya mengusap air mata dan membujuk agar tak menangsi terus. Disela-sela suasana itu, tiba-tiba sanak keluarga dari Kota Medan datang dan jerit histeris kembali pecah.

Wanita yang tak lain sepupu korban tersebut menyangkan peristiwa yang tak terduga itu. Karena sebelumnya, sempat meminta pada korban untuk datang ke rumahya di Medan untuk mengobati penyakit asmanya. Acara kembali berlanjut dan rekan-rekan dari Mandoge meminta pula Ismail tak patah semangat mengingat ke empat anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Khususnya Nelly Lubis yang masih berusia delapan bulan dan masih mengandalkan air susu ibu (ASI) pula. Bagaiamanpun caranya, Ismail harus tetap kembali bekerja karena sebagai penopang kelanjutan hidup dan pendidikan ke empat anak-anaknya.

Setelah memberi salam terakhir usai memandikan jenazah hingga di shalatkan di rumah duka, persisnya pukul 13.00 WIB, selanjutnya jenazah Esteria dibalut dengan kain kafan untuk dimasukkan ke dalam keranda. Prosesi pemakaman itu bahkan sempat terulur waktu karena beberapa kendala soal air dan keranda. Air yang hanya mengandalkan sumur bor ternyata tak bisa digunakan akibat pemadaman listrik. Sehingga beberapa warga harus mengambil air untuk pemandian jenazah dari mata air yang jaraknya 3 km.  Belum lagi keranda jenazah yang hanya terbuat dari bambu muda yang pembuatannya membutuhkan waktu lama. Maklum di daerah setempat penduduk beragama Muslim hanya beberapa KK saja. Dengan kesederhanaan itu pula, acara berjalan lancar hingga jenazah diberangkatkan ke pemakaman TPU setempat sekitar pukul 15.30 WIB. Jarak tempuh lebih kurang 2 Km dengan berjalan kaki, secara bergotong royong mengangkat jenazah termasuk warga non muslim yang turut ke pemakaman.

 

NELLY SEMALAMAN PANGGIL MAMA

Kepergian Esteria secara mendadak akibat asma itu ternyata jelas jadi pukulan berat bagi anak-anaknya. Bahkan Haholongan Lubis, putra keduanya jatuh sakit hingga dirawat di rumah salah satu warga. Namun saat perpisahan terakhir yang ditandai dengan kecupan kepada korban, Haholongan minta untuk diantar. Menolak mencium ibunya yang sudah dibalut kain kafan, namun melalui kata-kata meminta mendoakan ia dan kakak serta adiknya agar sehat-sehat. “Selamat jalan ya mak, selamat tinggal untuk kami. Doakan aku, kakak dan adek,” kata Haholongan tersendak-sendak menangis.  Tak jauh berbeda, Nelly anak bungsu Esteria yang masih mengandalkan ASI-nya semalaman penuh justru selalu menangis memanggil korban dengan sebutan mama.

Tangisan Nelly saat melihat jenazah ibunya itu sempat mengulurkan ke dua lengannya (seperti biasa minta digendog) hingga pelayat tak kuasa menyaksikan aksi bocah berusia delapan bulan itu. “Mama…mama” sebut Nelly dalam panggkuan Linda saat membawanya keluar dari rumah duka.

Tak satupun keluarga yang mempu membujuk anak manis yang menambah kepiluan keluarga yang melayat ini termasuk neneknya. Nelly hanya mau digendong oleh Linda dan ayahnya Ismail. Begitupun tetap memanggil sebutan mama. Ia juga menolak makan dan susu yang diberikan padanya. Karena Nelly masih mengandalkan ASI ibunya yang sudah tak bernyawa itu.  Seolah mengerti pula begitu kerandah berisi jenazah ibunya itu diangkat dan dibawa berjalan menuju pemakaman, Nelly kembali bersuara dengan tangisanya hingga mengulurkan kedua lengannya ke arah keranda yang sudah diusung. Aksinya lagi-lagi menambah kepiluan keluarga dan pelayat yang menyaksikannya. Ismail sendiri tak mampu melihat aksi itu dan memilih mengusung jenazah istri keduanya itu.

 

ISTRI KEDUA DAN ANAK LIMA

Ya, ternyata korban tak lain istri ke dua Ismail setelah ditinggal cerai istri pertama sekitar 10 tahun lalu. Seteleh berkenalan dengan Esteria dan menjalin hubungan sebulan lantas melangsungkan ijab kabul pada tahun 2003 akhir silam. Atas buah pernikahan itu pula, ia dikaruniai anak lima. Namun karena sesuatu penyakit pula, satu dari lima anak pasangan Ismail dan Esteria ini meninggal setelah dilahirkan.  Anak tersebut lahir setelah Butet anak ketiganya sekitar satu setengah tahun lalu. Namun tidak berangsur lama, rezeki kembali datang pada keluarga Ismail hingga Nelly lahir dengan selamat. Setelah menikah, keduanya memilih tinggal di Simpang Silabat, Mandoge dan mendirikan rumah papan tak jauh dari areal perkebunan kelapa sawit.

Bahkan dengan pendapatan Rp 100 ribu setiap minggunya dari hasil menderes, Ismail berupaya menghidupi keluargan. Bahkan ketika dikonfirmasi, Ismail mengaku akan tetap melanjutkan pekerjaannya seperti itu. Bahkan ke empat anak-anaknya tetap akan dibawa kembali ke Simpang Silabat. “Tapi aku nggak tau anakku paling kecil itu siapa yang merawat. Tapi mau bagaimana lagi. Kalaupun sama neneknya, juga cukup sulit karena neneknya juga masih bekerja di ladang,” kata Ismail yang terlihat bingung.  Menurutnya, pekerjaan saat ini yang masih dapat diandalkan. Karena hanya bermodal ijazah SMP menurutnya tidak ada harapan bekerja di kota lagi. Karena itu pula satu-satunya harapan hanya bekerja di perkebunan meski hanya sebagai buruh harian lepas (BHL) perkebunan. (Tak apa-apalah mungkin itulah rezeki yang saat ini dikasih padaku,” katanya seraya menggendong putri bungsunya yang sejak tadi menangis digendong warga sekitar. (ndho/deo)

Foto: Fhando, Metro Siantar/JPNN Cium terakhir Butet pada sang ibu, jelang pemakaman.
Foto: Fhando, Metro Siantar/JPNN
Cium terakhir Butet pada sang ibu, jelang pemakaman.

SUMUTPOS.CO – ”Kujaga pun adek Ma.. doakan biar sehat-sehat kami ya.”

Itulah kalimat terakhir yang terucap dari mulut Linda Lubis (9) jelang jenazah kaku ibu kandungnya, Esteria boru Simare-mare (35) dimakamkan di kampung halaman mereka di Dusun III Raja Hombang, Nagori Mariah Hombang, Kec. Huta Bayu Raja, Simalungun, Kamis (7/11) siang. Jerit tangis puluhan pelayat kembali pecah pecah di rumah duka tatkala ke empat anak wanita malang yang tewas mendadak di Pasar Horas ini, bergantian mencium tanda perpisahan terakhir jelang diberangkatkan ke pemakaman.

Pemakaman terpaksa dilakukan di kampung halaman mengingat hunian korban yang berada di Simpang Silabat, Huta Padang BP Mandoge, Kec. Bandar Pasir Mandoge, Asahan tak memungkinkan terkait masih lahan perkebunan. Satu persatu keluarga berdatangan menyampaikan turut berbela sungkawa di rumah semi permanen yang berdiameter 6 x 5 tersebut. Tak ada penutup jendela rumah dan hanya beralaskan terpal, acara demi acara berlanjut hingga gelar Pordu Kifaya (mandikan jenazah-red).  Terlihat Ismail Lubis (40) tanpa henti-hentinya mengusap air matanya sembari menyambut salam duka cita dari rekan-rekannya yang datang dari Mandoge maupun sanak keluarga lainnya.

Termasuk guru dan teman sekolah Linda dari SD swasta PKMI Tomuan Holbung Mandoge, Asahan. Linda bahkan tak kuasa menahan kesedihan hingga mendekap jenazah ibunya saat kata nasehat datang dari gurunya. Meminta bocah pintar yang pernah juara kelas itu untuk tetap melanjutkan pendidikan dan semakin gigih belajar untuk menjadi teladan ketiga adik-adiknya kelak. “Ku jagapun adek ma, doakan biar sehat kami ya. Akupun bisa sekolah terus. Maaak,” jerit Linda yang disambut tangisan haru dari para pelayat.  Ismail lantas mendekap putri sulungnya itu seraya mengusap air mata dan membujuk agar tak menangsi terus. Disela-sela suasana itu, tiba-tiba sanak keluarga dari Kota Medan datang dan jerit histeris kembali pecah.

Wanita yang tak lain sepupu korban tersebut menyangkan peristiwa yang tak terduga itu. Karena sebelumnya, sempat meminta pada korban untuk datang ke rumahya di Medan untuk mengobati penyakit asmanya. Acara kembali berlanjut dan rekan-rekan dari Mandoge meminta pula Ismail tak patah semangat mengingat ke empat anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Khususnya Nelly Lubis yang masih berusia delapan bulan dan masih mengandalkan air susu ibu (ASI) pula. Bagaiamanpun caranya, Ismail harus tetap kembali bekerja karena sebagai penopang kelanjutan hidup dan pendidikan ke empat anak-anaknya.

Setelah memberi salam terakhir usai memandikan jenazah hingga di shalatkan di rumah duka, persisnya pukul 13.00 WIB, selanjutnya jenazah Esteria dibalut dengan kain kafan untuk dimasukkan ke dalam keranda. Prosesi pemakaman itu bahkan sempat terulur waktu karena beberapa kendala soal air dan keranda. Air yang hanya mengandalkan sumur bor ternyata tak bisa digunakan akibat pemadaman listrik. Sehingga beberapa warga harus mengambil air untuk pemandian jenazah dari mata air yang jaraknya 3 km.  Belum lagi keranda jenazah yang hanya terbuat dari bambu muda yang pembuatannya membutuhkan waktu lama. Maklum di daerah setempat penduduk beragama Muslim hanya beberapa KK saja. Dengan kesederhanaan itu pula, acara berjalan lancar hingga jenazah diberangkatkan ke pemakaman TPU setempat sekitar pukul 15.30 WIB. Jarak tempuh lebih kurang 2 Km dengan berjalan kaki, secara bergotong royong mengangkat jenazah termasuk warga non muslim yang turut ke pemakaman.

 

NELLY SEMALAMAN PANGGIL MAMA

Kepergian Esteria secara mendadak akibat asma itu ternyata jelas jadi pukulan berat bagi anak-anaknya. Bahkan Haholongan Lubis, putra keduanya jatuh sakit hingga dirawat di rumah salah satu warga. Namun saat perpisahan terakhir yang ditandai dengan kecupan kepada korban, Haholongan minta untuk diantar. Menolak mencium ibunya yang sudah dibalut kain kafan, namun melalui kata-kata meminta mendoakan ia dan kakak serta adiknya agar sehat-sehat. “Selamat jalan ya mak, selamat tinggal untuk kami. Doakan aku, kakak dan adek,” kata Haholongan tersendak-sendak menangis.  Tak jauh berbeda, Nelly anak bungsu Esteria yang masih mengandalkan ASI-nya semalaman penuh justru selalu menangis memanggil korban dengan sebutan mama.

Tangisan Nelly saat melihat jenazah ibunya itu sempat mengulurkan ke dua lengannya (seperti biasa minta digendog) hingga pelayat tak kuasa menyaksikan aksi bocah berusia delapan bulan itu. “Mama…mama” sebut Nelly dalam panggkuan Linda saat membawanya keluar dari rumah duka.

Tak satupun keluarga yang mempu membujuk anak manis yang menambah kepiluan keluarga yang melayat ini termasuk neneknya. Nelly hanya mau digendong oleh Linda dan ayahnya Ismail. Begitupun tetap memanggil sebutan mama. Ia juga menolak makan dan susu yang diberikan padanya. Karena Nelly masih mengandalkan ASI ibunya yang sudah tak bernyawa itu.  Seolah mengerti pula begitu kerandah berisi jenazah ibunya itu diangkat dan dibawa berjalan menuju pemakaman, Nelly kembali bersuara dengan tangisanya hingga mengulurkan kedua lengannya ke arah keranda yang sudah diusung. Aksinya lagi-lagi menambah kepiluan keluarga dan pelayat yang menyaksikannya. Ismail sendiri tak mampu melihat aksi itu dan memilih mengusung jenazah istri keduanya itu.

 

ISTRI KEDUA DAN ANAK LIMA

Ya, ternyata korban tak lain istri ke dua Ismail setelah ditinggal cerai istri pertama sekitar 10 tahun lalu. Seteleh berkenalan dengan Esteria dan menjalin hubungan sebulan lantas melangsungkan ijab kabul pada tahun 2003 akhir silam. Atas buah pernikahan itu pula, ia dikaruniai anak lima. Namun karena sesuatu penyakit pula, satu dari lima anak pasangan Ismail dan Esteria ini meninggal setelah dilahirkan.  Anak tersebut lahir setelah Butet anak ketiganya sekitar satu setengah tahun lalu. Namun tidak berangsur lama, rezeki kembali datang pada keluarga Ismail hingga Nelly lahir dengan selamat. Setelah menikah, keduanya memilih tinggal di Simpang Silabat, Mandoge dan mendirikan rumah papan tak jauh dari areal perkebunan kelapa sawit.

Bahkan dengan pendapatan Rp 100 ribu setiap minggunya dari hasil menderes, Ismail berupaya menghidupi keluargan. Bahkan ketika dikonfirmasi, Ismail mengaku akan tetap melanjutkan pekerjaannya seperti itu. Bahkan ke empat anak-anaknya tetap akan dibawa kembali ke Simpang Silabat. “Tapi aku nggak tau anakku paling kecil itu siapa yang merawat. Tapi mau bagaimana lagi. Kalaupun sama neneknya, juga cukup sulit karena neneknya juga masih bekerja di ladang,” kata Ismail yang terlihat bingung.  Menurutnya, pekerjaan saat ini yang masih dapat diandalkan. Karena hanya bermodal ijazah SMP menurutnya tidak ada harapan bekerja di kota lagi. Karena itu pula satu-satunya harapan hanya bekerja di perkebunan meski hanya sebagai buruh harian lepas (BHL) perkebunan. (Tak apa-apalah mungkin itulah rezeki yang saat ini dikasih padaku,” katanya seraya menggendong putri bungsunya yang sejak tadi menangis digendong warga sekitar. (ndho/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/