JAKARTA,SUMUTPOS.CO- Gus Dur bukan dikenal sebagai sosok pemikir yang memiliki gagasan kebangsaan. Berangkat jadi sejumlah gagasan pemikiran Gus Dur, jaringan gusdurian membuat satu sekolah yang diberi nama sekolah ‘Pemikiran Gus Dur’.
Kepala sekolah Pemikiran Gus Dur, Jay Ahmad menjelaskan, awal dari munculnya inisiatif membuat sekolah itu berangkat dari banyaknya pemikiran serta kiprah Gus Dur yang relevan untuk melihat fenomena sosial yang ada. Sekolah juga nantinya terus mengembangkan pemikiran dan meneruskan kiprah Gus Dur di masyarakat.
“Apa yang tidak dilihat oleh Gus Dur? Hampir semua aspek dilihat, karena itu dibuat sekolah ini untuk mengkaji dan mengembangkan pemikiran Gus Dur,” kata Jay saat ditemui di pendopo LKis, senin (09/12).
Sekolah ini, menurut Jay, ditujukan bagi anak-anak muda yang ingin tahu tentang apa saja pemikiran, siapa dan apa saja kiprah Gus Dur.
“Sekolah ini untuk mereka yang masih muda, yang hanya tau Gus Dur itu presiden ke-4. Tidak kenal Gus Dur sebagai pemikir, spiritual dan juga aktivis, dan kiprahnya dalam gerakan sosial,” jelas Jay.
Sekolah pemikiran Gus Dur ini pertama kali dibuka pada April 2012 dengan peserta sebanyak 25 orang. Kemudian pada 30 November dan 1 Desember 2013, sekolah pemikiran kembali dibuka dengan peserta sebanyak 35 orang.
Pada sekolah yang kedua, Jay menerima lebih dari 90 calon perserta yang mendaftar. Namun karena keterbatasan hanya 35 orang saja yang bisa mengikuti sekolah tersebut.
“Ternyata banyak orang yang berminat, sekolah yang baru kemarin itu yang daftar sampai 90 orang dari beberapa daerah enggak cuma di Yogja. Tapi kapasitas dan demi keefektifan cuma 35 orang saja yang bisa ikut,” ujar Jay.
Dalam sekolah ini salah satu materi yang ditanamkan pada peserta adalah sembilan nilai Gus Dur. Sembilan nilai Gus Dur, menurut Jay, merupakan hasil rumusan pemikiran Gus Dur yang dirumuskan oleh sejumlah murid Gus Dur dalam simposium pemikiran Gus Dur tahun 2011.
Sembilan nilai gusdur itu, pertama ketauhidan, kedua kemanusiaan, ketiga kesetaraan, keempat keadilan, kelima pembebasan, keenam persaudaraan, ketujuh kesatriaan, kedelapan kesederhanaan, dan kesembilan kearifan lokal.
“Kesembilan nilai ini yang menjadi pedoman dasar pemikiran Gus Dur ini juga yang menjadi dasar seseorang disebut gusdurian. Kalau menjadikan 9 nilai itu dalam hidup, ya dia berarti seorang gusdurian,” ujarnya.
Dijelaskan Jay, sekolah ini tidak seperti sekolah pada umumnya yang cenderung mendengarkan guru menjelaskan pelajaran. Dalam sekolah ini lebih banyak dilakukan dengan diskusi dan menuntut partisipasi aktif para peserta sekolah.
“Metodenya melakukan brain stroming, mengkaji persoalan sosial dengan perspektif Gus Dur, melakukan diskusi kelompok, sehingga peserta aktif,” tutur Jay.
Sementara itu untuk fasilitator dan pengajar, sejumlah murid Gus Dur langsung turut serta menjadi pengajar. Beberapa di antaranya seperti Abdul Gafar Karim, Busman Batubara, Nurkholiq Ridwan dan Imam Aziz. Lulusan dari sekolah ini diharap bisa menjadi agen-agen pemikiran Gus Dur di komunitasnya masing-masing dan mengembangkan pemikiran Gus Dur terutama yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat.
“Jangan sampai gagasan ini seperti benda di museum, setelah selesai sekolah itu baru permulaan, awal menggerakan pemikiran Gus Dur, melahirkan pemikiran baru,” tegas Jay.
Rencananya sekolah pemikiran Gus Dur ini tidak hanya diselenggarakan di Yogja, tetapi juga akan dilakukan di beberapa daerah lainnya. Paling tidak, menurut Jay, di Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah akan dibuka sekolah pemikiran Gus Dur oleh jaringan gusdurian di sana.
“Di beberapa tempat juga siap membuat sekolah ini, tapi tidak terbatas yang boleh membuat hanya jaringan gusdurian saja, komunitas lain juga boleh menyelenggarakan,” pungkasnya.
[did]