26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mantan Kabiro dan Bendahara Pemprovsu Divonis 1 Tahun

kantor-gubernurMEDAN,SUMUTPOS.CO- Mantan Kepala Biro (Kabiro) Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara (Setdaprovsu), Bangun Oloan Harahap, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Biro Perekonomian Setda Provsu Ummi Kalsum dihukum 1 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Medan, Selasa (10/12). Keduanya diyakini bersalah menyetujui dan menandatangani kwitansi pembayaran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) Pemprovsu kepada delapan lembaga penerima yang berkasnya tidak memenuhi persyaratann
Majelis hakim yang diketuai SB Hutagalung juga membebani keduanya dengan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp50 juta dan subsider dua bulan penjara. Namun terdakwa Ummi Kalsum dibebani uang pengganti (UP) sebesar Rp400 ribu subsider 6 bulan penjara. Sedangkan Bangun Oloan Harahap tidak dibebankan membayar UP.

Majelis hakim menyatakan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 3 UU Tipikor Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Hukuman yang dijatuhi kepada kedua terdakwa lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) T Adelina dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Pada persidangan sebelumnya, Adelina menuntut keduanya selama empat tahun penjara atau masing-masing selama dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider empat bulan penjara. Dalam surat tuntutannya jaksa tidak membebani kedua terdakwa UP.

Terkait putusan yang dijatuhi majelis hakim Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa sama-sama menyatakan pikir-pikir dulu. Usai persidangan, terdakwa Ummi Kalsum tampak sedih. Ibu tiga anak ini terlihat sedih memikirkan hukuman yang diterimanya. Meskipun mengaku tidak puas dengan putusan hakim, Ummi mengaku hanya bisa pasrah menjalani hukuman yang diterimanya. “Hati kecil saya jelas menolak putusan itu karena memang saya merasa tidak bersalah. Tapi saya tidak bisa berbuat banyak dan pasrah dengan keadaan ini. Bagaimanalah mau banding pasti harus membutuhkan uang buat pengacara. Lagi pula saya takut hukuman saya tambah berat dan saya kasihan dengan anak-anak,” ujar Ummi dengan nada sedih.

Sementara, Hamdani Harahap pengacara terdakwa Bangun Oloan Harahap mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim yang menghukum kliennya. Menurut Hamdani putusan yang diterima klienya tidak adil. Karena hakim belum berani menegakan hukum seadil-adilnya. Ketua DPD Gerakan Anti Narkotika (Granat) Sumut itu menyakini bahwa kliennya tidak bersalah dan bahkan telah berani membongkar adanya mafia anggaran di Pemprovsu khususnya terkait dana hibah dan bansos.

Dirinya juga kecewa, sebab lima anggota DPRD Sumut yang disebut-sebut menikmati aliran dana Bansos, tak kunjung diperiksa Jaksa. Dia menduga adanya kong-kalikong antara pihak Kejaksaan dengan para anggota Dewan tersebut. Padahal dalam persidangan, lima anggota DPRD Sumut diantaranya Iman B Nasution (Fraksi Partai Gerindra) Abdul Jabar Napitupulu (Fraksi PPP), Chaidir Ritonga (Fraksi Golkar), Washington Pane (Fraksi PPRN), dan Muhammad Affan (Fraksi PDIP), kerap disebut-sebut mendapat fee bervariasi sekitar 43 persen sampai 60 persen, dari total dana yang dicairkan atas setiap pengurusan dana bansos untuk 22 lembaga.

Bangun Oloan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Ummi Kalsum selaku bendahara telah menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu kooperasi dan merugikan negara sebesar Rp1,25 miliar dari anggaran Dana Hibah dan Bansos Tahun 2011. Kedua terdakwa dianggap tidak melaksanakan tugasnya untuk memeriksa kelengkapan berkas lembaga-lembaga penerima dana hibah dan Bansos.

Dijelaskan Jaksa kedua terdakwa dengan tugas dan perannya masing-masing telah menyetujui dan menandatangi kwitansi pembayaran dana hibah dan Bansos kepada delapan lembaga penerima yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan. Menurut jaksa, beberapa lembaga dari delapan penerima dana hibah dan Bansos tersebut, memiliki pengurus yang sama hanya berbeda kedudukannya pada satu lembaga dengan lembaga lainnya. (far)

kantor-gubernurMEDAN,SUMUTPOS.CO- Mantan Kepala Biro (Kabiro) Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara (Setdaprovsu), Bangun Oloan Harahap, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Biro Perekonomian Setda Provsu Ummi Kalsum dihukum 1 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Medan, Selasa (10/12). Keduanya diyakini bersalah menyetujui dan menandatangani kwitansi pembayaran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) Pemprovsu kepada delapan lembaga penerima yang berkasnya tidak memenuhi persyaratann
Majelis hakim yang diketuai SB Hutagalung juga membebani keduanya dengan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp50 juta dan subsider dua bulan penjara. Namun terdakwa Ummi Kalsum dibebani uang pengganti (UP) sebesar Rp400 ribu subsider 6 bulan penjara. Sedangkan Bangun Oloan Harahap tidak dibebankan membayar UP.

Majelis hakim menyatakan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 3 UU Tipikor Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Hukuman yang dijatuhi kepada kedua terdakwa lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) T Adelina dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Pada persidangan sebelumnya, Adelina menuntut keduanya selama empat tahun penjara atau masing-masing selama dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider empat bulan penjara. Dalam surat tuntutannya jaksa tidak membebani kedua terdakwa UP.

Terkait putusan yang dijatuhi majelis hakim Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa sama-sama menyatakan pikir-pikir dulu. Usai persidangan, terdakwa Ummi Kalsum tampak sedih. Ibu tiga anak ini terlihat sedih memikirkan hukuman yang diterimanya. Meskipun mengaku tidak puas dengan putusan hakim, Ummi mengaku hanya bisa pasrah menjalani hukuman yang diterimanya. “Hati kecil saya jelas menolak putusan itu karena memang saya merasa tidak bersalah. Tapi saya tidak bisa berbuat banyak dan pasrah dengan keadaan ini. Bagaimanalah mau banding pasti harus membutuhkan uang buat pengacara. Lagi pula saya takut hukuman saya tambah berat dan saya kasihan dengan anak-anak,” ujar Ummi dengan nada sedih.

Sementara, Hamdani Harahap pengacara terdakwa Bangun Oloan Harahap mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim yang menghukum kliennya. Menurut Hamdani putusan yang diterima klienya tidak adil. Karena hakim belum berani menegakan hukum seadil-adilnya. Ketua DPD Gerakan Anti Narkotika (Granat) Sumut itu menyakini bahwa kliennya tidak bersalah dan bahkan telah berani membongkar adanya mafia anggaran di Pemprovsu khususnya terkait dana hibah dan bansos.

Dirinya juga kecewa, sebab lima anggota DPRD Sumut yang disebut-sebut menikmati aliran dana Bansos, tak kunjung diperiksa Jaksa. Dia menduga adanya kong-kalikong antara pihak Kejaksaan dengan para anggota Dewan tersebut. Padahal dalam persidangan, lima anggota DPRD Sumut diantaranya Iman B Nasution (Fraksi Partai Gerindra) Abdul Jabar Napitupulu (Fraksi PPP), Chaidir Ritonga (Fraksi Golkar), Washington Pane (Fraksi PPRN), dan Muhammad Affan (Fraksi PDIP), kerap disebut-sebut mendapat fee bervariasi sekitar 43 persen sampai 60 persen, dari total dana yang dicairkan atas setiap pengurusan dana bansos untuk 22 lembaga.

Bangun Oloan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Ummi Kalsum selaku bendahara telah menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu kooperasi dan merugikan negara sebesar Rp1,25 miliar dari anggaran Dana Hibah dan Bansos Tahun 2011. Kedua terdakwa dianggap tidak melaksanakan tugasnya untuk memeriksa kelengkapan berkas lembaga-lembaga penerima dana hibah dan Bansos.

Dijelaskan Jaksa kedua terdakwa dengan tugas dan perannya masing-masing telah menyetujui dan menandatangi kwitansi pembayaran dana hibah dan Bansos kepada delapan lembaga penerima yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan. Menurut jaksa, beberapa lembaga dari delapan penerima dana hibah dan Bansos tersebut, memiliki pengurus yang sama hanya berbeda kedudukannya pada satu lembaga dengan lembaga lainnya. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/