SUMUTPOS.CO – Mengikuti jejak suaminya, Donna Agnesia akhirnya terjun ke dunia tarik suara. Istri Darius Sinathrya itu merilis mini album berisi tujuh lagu bertajuk Matahariku. Pro dan kontra mengiringi kemunculannya di industri musik, tetapi dia berusaha membuktikan tidak sekadar aji mumpung.
Butuh setahun untuk merampungkan album itu. Peluncurannya bertepatan dengan 10 tahun karirnya di dunia entertainment. ”Tahun ini sepuluh tahun aku berkarir. Ini cita-cita waktu kecil yang akhirnya kesampaian, setelah punya tiga anak,” ujarnya lalu tersenyum.
Dulu, di sekolah, gereja, dan setiap kali ada kesempatan, Donna selalu menyanyi. Bahkan, dia sempat ikut kompetisi. ”Bakat menyanyi aku semakin terasah saat ikut lomba Bahana Suara Pelajar, ikut paduan suara di gereja, dan ikut grup vokal,” katanya.
Hanya saja, dia belum cukup percaya diri untuk menjadi penyanyi profesional. Butuh bertahun-tahun untuk memupuk rasa percaya diri hingga akhirnya merilis Matahariku, akhir Oktober lalu. ”Dibilang modal nekat, iya. Tetapi bukan berarti asal-asalan. Bikin albumnya serius,” ungkapnya.
Selama ini, sang suami lah yang berusaha meyakinkannya untuk menjajal tarik suara. Bersama Pupun, rekannya di The Bandhits, Darius menyiapkan lagu-lagu yang sesuai dengan karakter vokalnya. Begitu siap, Donna pun tinggal masuk dapur rekaman.
Kebetulan, Darius punya label Rumah Musik Indonesia dan studio rekaman. ”Mereka percaya banget aku bisa menyanyi. Aku nggak pengen mengecewakan mereka, makanya aku terima tawaran bikin album,” tuturnya.
Menyanyi solo menjadi tantangan tersendiri bagi perempuan berdarah Ternate, Tionghoa, dan Belanda itu. Dia harus bisa membuat pendengar nyaman dan menikmati lagu yang dinyanyikannya, plus menangkap pesan atau makna lagunya.
Di luar aspek teknis bermusik, Donna merasa perlu mengubah penampilannya. Saat menyanyi, penampilannya lebih feminin dalam balutan dress atau rok. Tak seperti saat memandu program olahraga yang terkesan sporty.
”Agar ada bedanya antara Donna sebagai presenter olahraga dan Donna sebagai penyanyi. Sebagai presenter aku lebih sporty dan kasual. Sebagai penyanyi, lebih feminin dan kalem,” terang perempuan kelahiran Jakarta, 8 Januari 1979 itu.
Donna menyadari, nada sumbang mengiringi kiprahnya di dunia musik. Tetapi dia menanggapinya santai. ”Pro kontra pasti ada. Pasti ada orang yang memandang sebelah mata. Orang pasti aneh melihat aku dari presenting tiba-tiba menyanyi,” katanya.
”Tetapi aku bikin album ini serius, bukan sekadar aji mumpung atau modal pas-pasan. Aku bahkan sampai latihan vokal,” sambung Donna. Untuk membuktikan tidak sekadar aji mumpung atau bermodal pas-pasan, dia selalu menghindari lipsync. Dia memilih tampil full band atau minus one.
Seperti beberapa waktu lalu, dia menolak saran kru salah satu stasiun televisi yang memintanya tampil lipsync atau playback. ”Aku selalu menyanyi live. Kalau ditawari menyanyi lipsync atau playback, aku menolak. Aku selalu minus one atau bareng band. Setidaknya, aku bertanggung jawab dengan karya aku dengan tetap menjaga kualitas,” tegasnya. (ash/jpnn)