30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hak Politik Jenderal Joko Dicabut

Korupsi Simulator Irjen Djoko Tolak Hadirkan 3 Istrinya
Tersangka korupsi simulator, Irjen Djoko Susilo.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Irjen Djoko Susilo mengalami nasib yang sama dengan Angelina Sondakh. Mantan kepala Korlantas Mabes Polri itu mendapatkan hukuman lebih tinggi pada putusan banding. Djoko dijatuhi vonis
18 tahun penjara dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Putusan itu lebih lama delapan tahun dari vonis pengadilan tipikor tingkat pertama. Selain itu, hak politiknya pun dicabut.

Putusan dikeluarkan PT DKI pada (18/12) dalam sidang yang tanpa dihadiri terdakwa. Dalam sidang yang diikuti hakim Roki Panjaitan itu, pengadilan tinggi mengabulkan beberapa tuntutan jaksa yang sebelumnya ditolak oleh hakim pengadilan tipikor tingkat pertama. Selain hukuman ditambah, PT juga mengabulkan tuntutan jaksa agar Djoko menyerahkan uang pengganti Rp32 miliar. Dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun.

Hakim menyebutkan Djoko juga dikenai pidana denda Rp 1 miliar, subsidair satu tahun penjara. “Menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik,” ucap hakim.

Terkait hak politik yang dicabut ini, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo malah kecewa. Menurutnya putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang mencabut hak politik mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilou sangat berlebihan. Hak politik, kata Bambang, merupakan hak dasar setiap manusia. Putusan yang diberikan untuk Djoko dianggapnya telah sangat melampaui batas dan melanggar hak asasi manusia.

“Terlalu berat, enggak boleh hak politik seseorang dicabut, itu melampaui kewenangan,” kata Bambang, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (19/12).

“Kalau diperberat (hukuman penjaranya) itu wajar, karena trennya sedang lain,” tambahnya.

Dalam putusan PT DKI itu, barang bukti yang telah disita dan dirampas untuk negara juga bertambah. Selain barang bukti yang bernilai lebih dari Rp200 miliar yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan Tipikor untuk dirampas oleh negara, PT DKI juga memerintahkan penyitaan lahan seluas 377 meter persegi berikut bangunan dengan SHGB No 156 di Jalan Cenderawasih Mas Blok A9/1 Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ada pula dua unit mobil Toyota Avanza. Tiga barang bukti yang pada pengadilan tipikor tingkat pertama dikembalikan pada Djoko akhirnya diputus tetap disita untuk negara.

Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Achmad Sobari, mengatakan, salah satu pertimbangan yang memberatkan Djoko adalah kapasitasnya sebagai aparat penegak hukum. Perbuatan Djoko dinilai telah menurunkan wibawa negara. “Negara ini akan hancur dan tidak berwibawa bila aparatnya sudah tidak amanah lagi dan kerusakan, seperti perekonomian rakyat akan sangat terganggu sekali,” ujar Sobari, Kamis (19/12).

Selain itu, hukuman tersebut untuk memberi efek jera kepada koruptor, baik penegak hukum maupun penyelenggara negara lainnya. “Untuk menimbulkan efek jera karena merusak tatanan atau sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambahnya.

Kado Hari Antikorupsi
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengapresiasi putusan banding. Pria yang biasa disapa BW ini mengatakan, putusan tersebut menunjukan pengadilan sudah tegas dan tak dapat dipermainkan oleh koruptor. “Putusan ini juga merupakan kado atas peringatan hari antikorupsi internasional,” jelas Bambang.

Mantan pengacara ini berharap putusan tersebut dapat menjadi suatu kebijakan umum dari institusi penegak hukum yang masih dipercaya sebagai tempat mencari keadilan. Sebelumnya KPK memang sangat kecewa dengan putusan pengadilan tingkat pertama yang menggugurkan sejumlah tuntutan jaksa.

Seperti diketahui, pada Selasa (3/9/) lalu, pengadilan tipikor memvonis Jenderal Djoko dengan hukuman 10 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara. Sidang putusan hukum itu dipimpin oleh hakim ketua Suhartoyo dengan hakim anggota Amin Ismanto, Samiaji, Anwar dan Ugo. Tim jaksa KPK saat itu menuntut Djoko dengan hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Djoko juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar keuntungan yang diperolehnya dari proyek simulator SIM, senilai Rp32 miliar. Selain menuntut hukuman pidana, jaksa KPK meminta pula agar dalam putusannya majelis hakim Tipikor menambah hukuman berupa pencabutan hak politik Djoko untuk memilih atau dipilih untuk jabatan publik. Artinya, dengan muncul putusan PT DKI, semua tuntutan KPK dipenuhi.

Kapolri Siapkan Pemecatan
Menanggapi putusan tersebut salah satu pengacara Djoko Susilo, Juniver Girsang mengaku belum bisa memberikan komentar. Dia beralasan tim kuasa hukum belum memperoleh salinan putusan tersebut meskipun di website resmi PT DKI, hal tersebut sudah dirilis. “Saya belum bisa komentar, meskipun sudah muncul di website tapi salinan putusan resminya belum ditangan kami,” terangnya.

Jika nantinya salinan putusan tersebut sudah keluar maka tim kuasa hukum akan mencermatinya. “Jika putusan tersebut memiliki fakta dan dasar hukum, kami akan menghormati. Tapi jika tidak sesuai fakta kami akan kritisi,” ujarnya.

Lalu, apa kata Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman?  “Keputusan hakim kita hormati. Tentu hakim memiliki pertimbangan yang sangat adil untuk memutuskan. Jadi keputusan apapun harus dilaksanakan,” kata Kapolri di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (19/12).

Ketika ditanya status kepegawaian Djoko di Kepolisian, menurut Sutarman, pihaknya akan memecat Djoko setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. (gun/agm/jpnn/rbb)

Korupsi Simulator Irjen Djoko Tolak Hadirkan 3 Istrinya
Tersangka korupsi simulator, Irjen Djoko Susilo.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Irjen Djoko Susilo mengalami nasib yang sama dengan Angelina Sondakh. Mantan kepala Korlantas Mabes Polri itu mendapatkan hukuman lebih tinggi pada putusan banding. Djoko dijatuhi vonis
18 tahun penjara dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Putusan itu lebih lama delapan tahun dari vonis pengadilan tipikor tingkat pertama. Selain itu, hak politiknya pun dicabut.

Putusan dikeluarkan PT DKI pada (18/12) dalam sidang yang tanpa dihadiri terdakwa. Dalam sidang yang diikuti hakim Roki Panjaitan itu, pengadilan tinggi mengabulkan beberapa tuntutan jaksa yang sebelumnya ditolak oleh hakim pengadilan tipikor tingkat pertama. Selain hukuman ditambah, PT juga mengabulkan tuntutan jaksa agar Djoko menyerahkan uang pengganti Rp32 miliar. Dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun.

Hakim menyebutkan Djoko juga dikenai pidana denda Rp 1 miliar, subsidair satu tahun penjara. “Menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik,” ucap hakim.

Terkait hak politik yang dicabut ini, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo malah kecewa. Menurutnya putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang mencabut hak politik mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilou sangat berlebihan. Hak politik, kata Bambang, merupakan hak dasar setiap manusia. Putusan yang diberikan untuk Djoko dianggapnya telah sangat melampaui batas dan melanggar hak asasi manusia.

“Terlalu berat, enggak boleh hak politik seseorang dicabut, itu melampaui kewenangan,” kata Bambang, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (19/12).

“Kalau diperberat (hukuman penjaranya) itu wajar, karena trennya sedang lain,” tambahnya.

Dalam putusan PT DKI itu, barang bukti yang telah disita dan dirampas untuk negara juga bertambah. Selain barang bukti yang bernilai lebih dari Rp200 miliar yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan Tipikor untuk dirampas oleh negara, PT DKI juga memerintahkan penyitaan lahan seluas 377 meter persegi berikut bangunan dengan SHGB No 156 di Jalan Cenderawasih Mas Blok A9/1 Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ada pula dua unit mobil Toyota Avanza. Tiga barang bukti yang pada pengadilan tipikor tingkat pertama dikembalikan pada Djoko akhirnya diputus tetap disita untuk negara.

Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Achmad Sobari, mengatakan, salah satu pertimbangan yang memberatkan Djoko adalah kapasitasnya sebagai aparat penegak hukum. Perbuatan Djoko dinilai telah menurunkan wibawa negara. “Negara ini akan hancur dan tidak berwibawa bila aparatnya sudah tidak amanah lagi dan kerusakan, seperti perekonomian rakyat akan sangat terganggu sekali,” ujar Sobari, Kamis (19/12).

Selain itu, hukuman tersebut untuk memberi efek jera kepada koruptor, baik penegak hukum maupun penyelenggara negara lainnya. “Untuk menimbulkan efek jera karena merusak tatanan atau sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambahnya.

Kado Hari Antikorupsi
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengapresiasi putusan banding. Pria yang biasa disapa BW ini mengatakan, putusan tersebut menunjukan pengadilan sudah tegas dan tak dapat dipermainkan oleh koruptor. “Putusan ini juga merupakan kado atas peringatan hari antikorupsi internasional,” jelas Bambang.

Mantan pengacara ini berharap putusan tersebut dapat menjadi suatu kebijakan umum dari institusi penegak hukum yang masih dipercaya sebagai tempat mencari keadilan. Sebelumnya KPK memang sangat kecewa dengan putusan pengadilan tingkat pertama yang menggugurkan sejumlah tuntutan jaksa.

Seperti diketahui, pada Selasa (3/9/) lalu, pengadilan tipikor memvonis Jenderal Djoko dengan hukuman 10 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara. Sidang putusan hukum itu dipimpin oleh hakim ketua Suhartoyo dengan hakim anggota Amin Ismanto, Samiaji, Anwar dan Ugo. Tim jaksa KPK saat itu menuntut Djoko dengan hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Djoko juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar keuntungan yang diperolehnya dari proyek simulator SIM, senilai Rp32 miliar. Selain menuntut hukuman pidana, jaksa KPK meminta pula agar dalam putusannya majelis hakim Tipikor menambah hukuman berupa pencabutan hak politik Djoko untuk memilih atau dipilih untuk jabatan publik. Artinya, dengan muncul putusan PT DKI, semua tuntutan KPK dipenuhi.

Kapolri Siapkan Pemecatan
Menanggapi putusan tersebut salah satu pengacara Djoko Susilo, Juniver Girsang mengaku belum bisa memberikan komentar. Dia beralasan tim kuasa hukum belum memperoleh salinan putusan tersebut meskipun di website resmi PT DKI, hal tersebut sudah dirilis. “Saya belum bisa komentar, meskipun sudah muncul di website tapi salinan putusan resminya belum ditangan kami,” terangnya.

Jika nantinya salinan putusan tersebut sudah keluar maka tim kuasa hukum akan mencermatinya. “Jika putusan tersebut memiliki fakta dan dasar hukum, kami akan menghormati. Tapi jika tidak sesuai fakta kami akan kritisi,” ujarnya.

Lalu, apa kata Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman?  “Keputusan hakim kita hormati. Tentu hakim memiliki pertimbangan yang sangat adil untuk memutuskan. Jadi keputusan apapun harus dilaksanakan,” kata Kapolri di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (19/12).

Ketika ditanya status kepegawaian Djoko di Kepolisian, menurut Sutarman, pihaknya akan memecat Djoko setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. (gun/agm/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/