NEW DELHI, SUMUTPOS.CO – Hubungan diplomatik India dan Amerika Serikat (AS) kian tegang terkait dengan kasus Devyani Khobragade. Kemarin (19/12) Kementerian Luar Negeri India mendesak Washington menghentikan penyelidikan terhadap ibu dua anak tersebut. Mereka juga menuntut AS meminta maaf atas insiden tidak menyenangkan itu.
’’Ini insiden yang sangat memalukan dan mengecewakan. Peristiwa seperti itu tidak seharusnya terjadi,’’ kata Menteri Luar Negeri India, Salman Khurshid, dalam jumpa pers.
Untuk meluruskan masalah tersebut, dia lantas berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry. Dalam perbincangan telepon, Kerry meminta maaf kepada Khurshid atas insiden yang mencederai hubungan diplomatik dua negara itu.
Setelah berbincang dengan Kerry, Khurshid pun menyatakan bahwa hubungan diplomatik AS dan India tetap lebih penting ketimbang kasus apa pun. Dia berharap New Delhi dan Washington segera mesra kembali.
’’Sudah menjadi kewajiban saya untuk tidak membiarkan siapa pun merusak hubungan baik yang sudah terjalin. Semoga semua berangsur normal kembali,’’ paparnya.
Dalam kesempatan itu, Khurshid mengkritik kinerja aparat AS. Menurut dia, polisi tidak seharusnya menangkap Khobragade dan bahkan melakukan pemeriksaan keamanan dengan cara menggeledahnya saat berada di sekolah sang putri. Seharusnya, imbuh dia, aparat AS menangkap pembantu rumah tangga Khobragade, Sangeeta Richard.
’’Bukan dia (Khobragade) yang bersalah,’’ bela politikus 60 tahun tersebut. Dalam kacamata Khurshid, Richard-lah yang layak ditangkap. Sebab, pembantu rumah tangga yang kabur dari rumah Khobragade itulah yang merancang skenario rekayasa visa. Bahkan, perempuan asal India itu berusaha memeras Khobragade jika tidak menuruti kemauannya. Kini tuduhan soal visa tersebut dialamatkan kepada Khobragade.
Kasus Khobragade mencuat pekan lalu, tepatnya 12 Desember, setelah perempuan itu dibekuk di sekolah salah seorang anaknya. Ketika itu, kabarnya, aparat memborgol tangan diplomat yang menjabat wakil konsul jenderal pada Konsulat India di Kota New York tersebut. Tidak hanya itu, seorang petugas perempuan lantas menggeledah dan menyuruh Khobragade telanjang.
Setelah diperiksa, Khobragade lantas dibawa ke kantor polisi. Di sana, dia sempat ditahan dalam sel yang sama dengan para tahanan lain. Termasuk, beberapa pelaku kriminal. Dalam interogasi, Khobragade membantah semua tuduhan terhadap dirinya. Dia juga menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah. Setelah interogasi berakhir, polisi membebaskan Khobragade dengan jaminan.
Diplomat berambut panjang itu boleh meninggalkan tahanan setelah menyerahkan paspornya. Dia juga membayar uang jaminan USD 250.000 atau sekitar Rp 3 miliar. Khobragade sementara tidak bisa meninggalkan AS. Jika terbukti telah memalsukan visa dan memberikan keterangan palsu, dia terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Sejatinya, masyarakat India tidak mempermasalahkan kasus pemalsuan visa yang melibatkan Richard. Tapi, pemeriksaan keamanan berlebihan terhadap Khobragade-lah yang membuat masyarakat Negeri Taj Mahal itu tersinggung. Sebab, bagi mereka, menelanjangi seorang perempuan terpelajar dari kalangan atas merupakan perbuatan yang tidak manusiawi.
Namun, Preet Bharara punya pendapat lain. Jaksa AS di Kota Manhattan itu menyatakan bahwa prosedur pemeriksaan terhadap Khobragade sudah benar. Dia juga menyayangkan sikap India yang terlalu sensitif dalam menanggapi insiden tersebut.
’’Mengapa mereka marah gara-gara perlakuan aparat kepada Devyani Khobragade dan sama sekali tidak bersimpati kepada korban (Richard)?’’ ungkapnya.
Kasus Khobragade memang bermula dari laporan Richard. Perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kediaman sang diplomat itu mengaku tidak mendapat upah layak sesuai perjanjian. Karena itu, dia lantas kabur dari rumah.
Belakangan, Richard disebut-sebut berusaha memeras Khobragade dengan mengancam melaporkan soal gajinya kepada pihak berwajib. (AP/AFP/Reuters/hep/c5/dos)