26 C
Medan
Monday, September 30, 2024

Pileg-Pilpres Serentak Mulai 2019

JAKARTA-Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian terhadap Undang Undang 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu.

Pemilu
Pemilu

Tetapi, MK menegaskan bahwa pemilu serentak yang jadi tuntutan kelompok pimpinan Effendi Gazali itu, baru bisa dilakukan 2019.

Ketua Majelis Hakim, Hamdan Zoelva, membacakan amar putusan di Gedung MK Jakarta, Kamis (23/1).

MK juga sepakat bahwa pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang dilakukan dua kali terpisah adalah pemilu yang tidak efisien.Atas putusan ini, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara serentak. Namun, dalam putusannya mahkamah menyatakan pelaksanaan pemilu serentak dilakukan mulai Tahun 2019.

Ketua MK, Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (23/1), menjelaskan pasal yang diajukan, yakni Pasal (3) Ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112.

Dengan dikabulkannya gugatan ini, penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 dan seterusnya akan digelar serentak sehingga tak ada presidential threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Sementara, Pileg dan Pilpres 2014 tetap dilaksanakan terpisah.

Menurut Hamdan, Mahkamah berpendapat, putusan ini tidak dapat diterapkan untuk 2014 karena pemilu yang sudah terjadwal dan sudah berjalan prosesnya.

Menurut Hamdan, putusan gugatan yang diajukan oleh Effendi Ghazali dan kawan-kawan sudah diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu, Moh Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, dan Anwar Usman pada Mei 2013. Dari delapan hakim itu, satu hakim konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Menurut Presiden PKS Anis Matta, pihaknya tak menyoal apakah Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dilaksanakan serentak atau tidak. Pihaknya mengaku mengikuti saja putusan MK. “Namun kalau serentak, tentu kita ubah strategi,” kata Anis tanpa merinci yang dimaksud.

Hal senada juga ditegaskan Ketua DPP Partai Hanura Saleh Husin.Partai Hanura, kata Saleh, tidak mempersoalkan pemilu dilaksanakan serentak atau tidak seperti yang selama ini berjalan. “Kita tidak menyoal. Toh, kita sudah punya capres-cawapres,” sebut Saleh di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.

Namun pernyataan berbeda muncul dari politisi senior PDI Perjuangan Pramono Anung. Menurut dia, bila pemilu serentak dilakukan dalam Pemilu 2014 mendatang akan menimbulkan kekacauan politik nasional. Waktu yang mepet menjadi alasan Wakil Ketua DPR tersebut. “Karena persiapan pemilu 2014 ini sudah sangat jauh dan memasuki masa sosialisasi bagi seluruh calon-calon,” urai Pramono.

Pramono menyebutkan tensi persaingan politik akan meningkat di antara para capres. Menurut dia, semua harus belajar dari kegaduhan politik saat MK memutuskan sistem suara terbanyak dalam penentuan caleg terpilih saat uji materi UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu dalam Pemilu 2009 lalu.

Gugatan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak berbeda dengan gugatan yang dilakukan Ketua Dewan Syura PBB Yusril Ihza Mahendra. Titik berangkat gugatan keduanya terletak dari posisi hukum. Yusril bertindak sebagai calon presiden yang dirugikan dengan ketentuan dalam UU No 42 Tahun 2008. Pasal-pasal yang digugat Yusril Ihza Mahendra yakni pasal pasal 3 ayat 4, pasal 9, pasal 14 ayat 2 dan pasal 112. (bbs/azw)

Pasal UU Pilpres yang Dinyatakan Tidak Berlaku Lagi

  • Pasal 3 ayat 5: Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
  • Pasal 12 ayat 1: Partai politik atau gabungan partai politik dapat mengumumkan bakal calon presiden dan atau bakal calon wkail presiden dalam kampanye pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
  • Pasal 14 ayat 2: Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 paling lama 7 hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR
  • Pasal 112: Pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama 3 bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

JAKARTA-Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian terhadap Undang Undang 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu.

Pemilu
Pemilu

Tetapi, MK menegaskan bahwa pemilu serentak yang jadi tuntutan kelompok pimpinan Effendi Gazali itu, baru bisa dilakukan 2019.

Ketua Majelis Hakim, Hamdan Zoelva, membacakan amar putusan di Gedung MK Jakarta, Kamis (23/1).

MK juga sepakat bahwa pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang dilakukan dua kali terpisah adalah pemilu yang tidak efisien.Atas putusan ini, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara serentak. Namun, dalam putusannya mahkamah menyatakan pelaksanaan pemilu serentak dilakukan mulai Tahun 2019.

Ketua MK, Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (23/1), menjelaskan pasal yang diajukan, yakni Pasal (3) Ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112.

Dengan dikabulkannya gugatan ini, penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 dan seterusnya akan digelar serentak sehingga tak ada presidential threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Sementara, Pileg dan Pilpres 2014 tetap dilaksanakan terpisah.

Menurut Hamdan, Mahkamah berpendapat, putusan ini tidak dapat diterapkan untuk 2014 karena pemilu yang sudah terjadwal dan sudah berjalan prosesnya.

Menurut Hamdan, putusan gugatan yang diajukan oleh Effendi Ghazali dan kawan-kawan sudah diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu, Moh Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, dan Anwar Usman pada Mei 2013. Dari delapan hakim itu, satu hakim konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Menurut Presiden PKS Anis Matta, pihaknya tak menyoal apakah Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dilaksanakan serentak atau tidak. Pihaknya mengaku mengikuti saja putusan MK. “Namun kalau serentak, tentu kita ubah strategi,” kata Anis tanpa merinci yang dimaksud.

Hal senada juga ditegaskan Ketua DPP Partai Hanura Saleh Husin.Partai Hanura, kata Saleh, tidak mempersoalkan pemilu dilaksanakan serentak atau tidak seperti yang selama ini berjalan. “Kita tidak menyoal. Toh, kita sudah punya capres-cawapres,” sebut Saleh di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.

Namun pernyataan berbeda muncul dari politisi senior PDI Perjuangan Pramono Anung. Menurut dia, bila pemilu serentak dilakukan dalam Pemilu 2014 mendatang akan menimbulkan kekacauan politik nasional. Waktu yang mepet menjadi alasan Wakil Ketua DPR tersebut. “Karena persiapan pemilu 2014 ini sudah sangat jauh dan memasuki masa sosialisasi bagi seluruh calon-calon,” urai Pramono.

Pramono menyebutkan tensi persaingan politik akan meningkat di antara para capres. Menurut dia, semua harus belajar dari kegaduhan politik saat MK memutuskan sistem suara terbanyak dalam penentuan caleg terpilih saat uji materi UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu dalam Pemilu 2009 lalu.

Gugatan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak berbeda dengan gugatan yang dilakukan Ketua Dewan Syura PBB Yusril Ihza Mahendra. Titik berangkat gugatan keduanya terletak dari posisi hukum. Yusril bertindak sebagai calon presiden yang dirugikan dengan ketentuan dalam UU No 42 Tahun 2008. Pasal-pasal yang digugat Yusril Ihza Mahendra yakni pasal pasal 3 ayat 4, pasal 9, pasal 14 ayat 2 dan pasal 112. (bbs/azw)

Pasal UU Pilpres yang Dinyatakan Tidak Berlaku Lagi

  • Pasal 3 ayat 5: Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
  • Pasal 12 ayat 1: Partai politik atau gabungan partai politik dapat mengumumkan bakal calon presiden dan atau bakal calon wkail presiden dalam kampanye pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
  • Pasal 14 ayat 2: Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 paling lama 7 hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR
  • Pasal 112: Pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama 3 bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/