MEDAN – Besarnya pajak hiburan di Kota Medan mencapai 35 persen membuat beberapa pelaku usaha berbuat licik untuk menghindari membayar pajak lebih besar. Misalnya, untuk menghindari pajak, pelaku usaha hiburan malam menggunakan izin restoran. Pasalnya, pajak restoran lebih murah, hanya 10 persen. Begitulah diungkapkan Ketua Fraksi PDIP DPRD Medan Hasyim.
“Banyak pengusaha yang membuat laporan omset fiktif untuk menghindari besaran pajak yang akan disetorkan kepada negara dan dicatat sebagai PAD. Hal itu bisa dilakukan dengan bantuan oknum-oknum petugas Dispenda yang berapa di lapangan. Dari pada membiarkan kejadian itu terus terjadi, lebih baik besaran pajak hiburan diturunkan. Tentu saja Rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No 7 disambut posistif para pelaku usaha karena ada penurunan tarif pajak,” kata Hasyim, Jumat (31/1).
Terobosan seperti ini, sambung dia, juga sangat diinginkan para pelaku usaha. Dimana, selama ini banyak rekan-rekannya yang memiliki tempat usaha sering dikutip retribusi tidak sesuai ketentuan.
“Ini agar instansi terkait lebih ketat dalam melakukan pengawasan ketika revisi Perda ini disahkan. Saya mendapatkan informasi mengenai tempat hiburan malam yang menggunakan izin restoran karena untuk menghindari pajak yang terlalu besar. Apabila hal itu dilakukan, maka juga akan berdampak terhadap iklim dunia usaha,” tandasnya.
Untuk itulah, ia mendukung penurunan tarif pajak hiburan menjadi 20 persen. Pasalnya, kota-kota besar lain juga memberlakukan pajak hiburan sebesar 20 persen. Menurutnya, tak selamanya besaran pajak hiburan bisa meningkatkan pendapatan asil daerah (PAD) meningkat. Pasalnya,
Dia juga menyarankan agar Dispenda Kota Medan membuat kesepakatan dengan para pelaku usaha untuk tidak melayani setiap oknum yang meminta uang selain pajak hiburan yang sudah diatur dalam Pera Kota Medan.
Politisi berdarah Tionghoa ini optimis, setelah pajak hiburan diturunkan maka PAD akan meningkat secara otomatis. Pasalnya, para pengunjung tempat hiburan malam juga mengalami peningkatan begitu juga dengan omset usaha hiburan malam.
Kadispenda Kota Medan M Husni mengatakan, pihaknya hanya mengatur tentang besaran pajak yang akan dibebankan kepada pelaku usaha. Mantan Kabag Umum Pemko Medan ini menambahkan, rencana penurunan tarif pajak hiburan hanya untuk menjaga iklim usaha dan pengusaha tidak lari meninggalkan Kota Medan hanya karena terlalu besarnya tarif pajak hiburan.
Kalau sampai itu terjadi, maka banyak pihak yang akan dirugikan. “Tidak ada niat lain, selain untuk menjaga iklim usaha dan menjaga para pengusaha agar tidak lari ke Kota lain,” tegasnya.
Husni mengaku, saat ini ada restoran yang menyediakan tempat hiburan, namun hanya sedikit dan lebih banyak menjajakan kuliner. Dimana pajak yang dikenakan hanya 10 persen.
Ditanyai upaya pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan pelaku usaha yang membandel dengan membuat izin retoran namun pada prakteknya menjadi tempat hiburan malam, Husni mengaku pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa karena pengawasan ada di Dinas Pariwisata. “Ini akan tetap saya jadikan masukan, sehingga kedepannya bisa menjadi lebih baik,” pungkasnya. (dik/ila)