SUMUTPOS.CO – Karakter Carl Fredricksen dalam film animasi Up ternyata ada di dunia nyata. Yang berbeda, tokoh kakek keras kepala yang menolak rumahnya dibeli perusahaan kontraktor tersebut adalah seorang nenek. Sang nenek itu pun tidak mau melepas kediamannya meski ditawari USD 1 juta (setara Rp 11, 9 miliar saat ini) sebagai pengganti.
Barry Martin ingat benar ketika kali pertama masuk kerja sebagai supervisor konstruksi pembangunan salah satu pusat perbelanjaan di Seattle, Amerika Serikat. Dia sudah mendapat berbagai petunjuk untuk melanjutkan pekerjaan dari supervisor sebelumnya. Termasuk informasi mengenai seorang nenek yang menolak menyerahkan rumahnya meski biaya ganti rugi yang ditawarkan saat itu cukup fantastis.
“Edith sudah renta. Kalau berjalan pun perlu bantuan tongkat. Namun, jangan ditanya semangatnya. Semua orang yang membujuk agar menjual rumahnya pasti akan dimaki-maki,” kenang Martin dalam bukunya yang ditulis bersama dengan rekannya, Philip Lerman, Under One Roof: How a Tough Old Woman in a Little Old House Changed My Life.
Kenangan tentang Edith Mcefield memang sangat membekas di ingatan Martin. Sebagai supervisor pembangunan mal lima lantai tersebut, Martin mau tidak mau harus berhubungan dengan Edith. Developer pun sudah habis akal untuk meminta Edith agar mau menjual rumahnya dan pindah. “Saya harus ke mana? Saya tidak punya keluarga dan ini rumah saya,” kata Martin mengulang kalimat yang diucapkan Edith saat diminta menerima tawaran developer.
Martin menceritakan, nenek 84 tahun itu pindah dari Inggris ke Amerika untuk merawat ibunya yang sakit. “Saya berjanji untuk selalu merawatnya di rumah ini. Saya memenuhi janji saya tersebut. Di tempat ini juga, saya mau mati. Di rumah sendiri, di kursi saya sendiri,” ucap mendiang Edith kepada Martin.
Lantaran sama sekali tidak mau pindah, rumah Edith pun lantas berdiri di tengah-tengah kompleks mal tersebut. Martin menyatakan, Edith beraktivitas seperti biasa seakan tidak memedulikan pekerjaan konstruksi di sekelilingnya. “Dia nenek yang sangat mandiri. Tidak suka diperhatikan secara berlebihan dan tidak suka merepotkan orang lain,” ungkap Martin seperti dilansir Daily Mail kemarin (9/2).
Siring berjalannya waktu, Martin pun semakin dekat dengan Edith. Martin semakin menghargai keinginan nenek itu yang tidak ingin menjual rumahnya. “Dia berkata, buat apa uang banyak kalau dirinya sakit. Mungkin, uang itu juga tidak cukup untuk membayar biaya RS,” ujar Martin. “Kalian mau membangun rumah yang sama seperti ini di tempat lain? Buat apa? Ini saja sudah cukup,” tambahnya mengutip kalimat Edith yang suatu hari marah karena developer kembali datang dan mendesaknya untuk pindah rumah.
Hubungan mereka lantas semakin dekat. Martin bak pengasuh Edith. Bahkan, ketika meninggal pada 2008, nenek tersebut mewariskan rumahnya kepada Martin. Demi menghargai keinginan Edith, Martin juga tidak menjual rumah tersebut. “Rumah itu adalah bentuk keteguhan hati. Jika saya melepasnya, saya tidak menghargai Edith,” kata Martin yang akan menjual rumah tersebut jika pembelinya berjanji tidak menghancurkannya. (dailymail/c15/tia)