ROMA, SUMUTPOS.CO – Tugas berat menanti Matteo Renzi. Setelah Presiden Giorgio Napolitano resmi menunjuk dia sebagai perdana menteri (PM) untuk menggantikan Enrico Letta, politikus 39 tahun itu mengemban mandat penting. Yakni, membentuk pemerintahan baru. Kemarin (18/2) PM ber-baby face tersebut mulai menjalankan misi.
Pria yang masih berstatus sebagai wali Kota Florence itu mengadakan pertemuan penting dengan para petinggi politik Italia. Selama dua hari sampai hari ini (19/2), dia berusaha menyusun komposisi pemerintahan baru. Terutama menunjuk wakil-wakil tiap partai dalam parlemen. Sebagai kepala pemerintahan, Matteo memang harus membentuk koalisi baru untuk mendukung kinerjanya.
Sesuai dengan kampanyenya saat melengserkan Letta pekan lalu, Renzi bakal mengutamakan pemulihan ekonomi. Dalam “kudeta”-nya terhadap Letta, seniornya dalam Partai Demokrat Italia, PM termuda Negeri Menara Pisa, bahkan Uni Eropa (UE), itu menyatakan bahwa pendahulunya tidak becus mengurus negara. Renzi pun sukses menggulingkan Letta dari kursi PM yang hanya diduduki selama 10 bulan.
Pada Senin (17/2), setelah mendapat restu Napolitano untuk menjadi PM, dia berjanji kembali menggairahkan pasar tenaga kerja. Salah satu caranya adalah menciptakan lapangan kerja baru. Dia juga bakal mereformasi undang-undang ketenagakerjaan serta merombak sistem pendidikan demi terciptanya generasi baru yang lebih tangguh.
Sementara itu, ribuan pebisnis kelas menengah ke bawah berunjuk rasa di Kota Roma. Mereka mendesak Renzi yang segera dilantik menjadi PM agar merealisasikan seluruh janji dengan cepat. Dia berharap, sesuai dengan karakternya, PM baru itu bisa bekerja dengan lebih praktis dan tepat sasaran. “Bisnis sudah menunggu terlalu lama untuk pulih,” kata Jubir Rete Impresa Italia, asosiasi pengusaha kecil.
Rete Impresa Italia yang menjadi motor unjuk rasa kemarin menganggap bahwa pajak yang terlalu tinggi menghambat pertumbuhan bisnis mereka. “Minimnya permintaan dan tingginya pajak mengancam kesejahteraan karyawan kami dan keluarga kami. Ini akan membuat angka pengangguran melonjak,” papar asosiasi tersebut dalam pernyataan tertulis. (AP/AFP/hep/c14/tia)
ROMA, SUMUTPOS.CO – Tugas berat menanti Matteo Renzi. Setelah Presiden Giorgio Napolitano resmi menunjuk dia sebagai perdana menteri (PM) untuk menggantikan Enrico Letta, politikus 39 tahun itu mengemban mandat penting. Yakni, membentuk pemerintahan baru. Kemarin (18/2) PM ber-baby face tersebut mulai menjalankan misi.
Pria yang masih berstatus sebagai wali Kota Florence itu mengadakan pertemuan penting dengan para petinggi politik Italia. Selama dua hari sampai hari ini (19/2), dia berusaha menyusun komposisi pemerintahan baru. Terutama menunjuk wakil-wakil tiap partai dalam parlemen. Sebagai kepala pemerintahan, Matteo memang harus membentuk koalisi baru untuk mendukung kinerjanya.
Sesuai dengan kampanyenya saat melengserkan Letta pekan lalu, Renzi bakal mengutamakan pemulihan ekonomi. Dalam “kudeta”-nya terhadap Letta, seniornya dalam Partai Demokrat Italia, PM termuda Negeri Menara Pisa, bahkan Uni Eropa (UE), itu menyatakan bahwa pendahulunya tidak becus mengurus negara. Renzi pun sukses menggulingkan Letta dari kursi PM yang hanya diduduki selama 10 bulan.
Pada Senin (17/2), setelah mendapat restu Napolitano untuk menjadi PM, dia berjanji kembali menggairahkan pasar tenaga kerja. Salah satu caranya adalah menciptakan lapangan kerja baru. Dia juga bakal mereformasi undang-undang ketenagakerjaan serta merombak sistem pendidikan demi terciptanya generasi baru yang lebih tangguh.
Sementara itu, ribuan pebisnis kelas menengah ke bawah berunjuk rasa di Kota Roma. Mereka mendesak Renzi yang segera dilantik menjadi PM agar merealisasikan seluruh janji dengan cepat. Dia berharap, sesuai dengan karakternya, PM baru itu bisa bekerja dengan lebih praktis dan tepat sasaran. “Bisnis sudah menunggu terlalu lama untuk pulih,” kata Jubir Rete Impresa Italia, asosiasi pengusaha kecil.
Rete Impresa Italia yang menjadi motor unjuk rasa kemarin menganggap bahwa pajak yang terlalu tinggi menghambat pertumbuhan bisnis mereka. “Minimnya permintaan dan tingginya pajak mengancam kesejahteraan karyawan kami dan keluarga kami. Ini akan membuat angka pengangguran melonjak,” papar asosiasi tersebut dalam pernyataan tertulis. (AP/AFP/hep/c14/tia)