JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Impian membuat kapal selam made in Indonesia tidak lama lagi segera terwujud. DPR RI telah menyetujui pemberian PMN (Penanaman Modal Negara) senilai US$ 250 juta untuk membangun kapal selam pertama Indonesia di PT PAL. Kapal selam itu akan menjadi bagian industri pertahanan strategis Indonesia.
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) kemarin menyatakan target Indonesia di bidang Industri pertahanan cukup banyak. KKIP sedang mengupayakan agar semua kebutuhan militer bisa dipasok dari dalam negeri, yang artinya dibuat oleh putera bangsa.
Staf Ahli Kerjasama dan Kelembagaan KKIP Silmy Karim menjelaskan, saat ini seluruh komponen militer Indonesai telah terkoneksi dengan industri pertahanan dalam negeri. Dalam hal ini, tentu saja BUMN. TNI AD berafiliasi dengan PT Pindad, TNI AL dengan PT PAL, dan TNI AU dengan PT Dirgantara Indonesia.
Menurut Silmy, kapal selam merupakan industri utama yang akan segera diwujudkan, yakni pada 2015. “Negara kita butuh 12 unit, sementara saat ini hanya ada dua unit (kapal selam),” ujarnya di kantor Kemhan kemarin. Kapal selam punya daya gentar yang cukup signifikan dan Indonesia harus menguasai teknologi tersebut.
Masa transfer teknologi dari Korea Selatan akan segera rampung seiring proses pembuatan dua kapal selam di negeri ginseng tersebut yang sudah dalam tahap akhir. Sedikitnya 206 ahli dari Indonesia dikirim ke Korsel untuk menerima transfer teknologi kapal selam.
PT PAL diklaim sudah siap mewujudkan industri kapal selam tersebut. Persiapan pembangunan galangan khusus kapal selam sudah dimulai sejak 2012. Karena itu, suntikan PMN tersebut akan sangat membantu karena proses pembangunan sudah berjalan.
Selain kapal selam, Silmy menyebut ada beberapa target lain di bidang industri pertahanan. Di antaranya, proyek jet tempur KFX/IFX yang bekerja sama dengan Korsel. Kemudian ada medium tank, panser amfibi, rudal, hingga bahan baku amunisi dan pesawat tanpa awak.
Kerjasama dengan sejumlah negara telah disepakati beserta alih teknologinya. Dengan demikian, putera bangsa bisa segera mewujudkan industri pertahanan sehingga Indonesia tidak perlu impor lagi untuk memenuhi kebutuhan militer. Kali terakhir Indonesia mengirim tenaga ahli keluar adalah pada 1997, saat BJ Habibie menjadi Wapres.
Pihaknya menjamin, industri pertahanan Indonesia melibatkan Universitas. Dia mencontohkan, untuk teknologi tet tempur pihaknya meminta bantuan ITB. Sedangkan, untuk kapal perang maupun kapal selam, ITS menjadi andalan.
Menurut Silmy, banyak negara tidak ingin Indonesia maju dalam industri militer. “Selain tidak baik untuk pertahanan, juga buruk secara bisnis untuk mereka,” tuturnya. Jika industri pertahanan dalam negeri bisa terwujud, maka uang negara akan dikeluarkan di dalam negeri sendiri.
Sementara itu, ketua harian KKIP Laksamana (Pur) Sumardjono mengatakan, posisi Indonesia sangat strategis dalam perdagangan Internasional. Menurut dia, di seluruh dunia hanya ada sembilan choke point (titik strategis) perdagangan internasional. “Lima di antaranya ada di Indonesia,” terangnya.
Untuk mengamankan choke point tersebut, Indonesia memerlukan militer yang kuat ditambah alutsista yang cukup. Sayangnya, alutsista yang dimiliki Indonesia sebagian besar masih impor. Hal itu sangat berbahaya, karena jika terjadi embargo maka Indonesia tidak bisa berbuat apapun.
Untuk itu, majunya industri pertahanan Indonesia dinilai penting untuk dipercepat. Selain membuat penggunaan anggaran militer makin efisien, kemajuan industri pertahanan akan membuat Indonesia sejajar dengan negara-negara industri lainnya. “Sebuah negara bisa mengubah peta politik dunia kalau industri pertahanannya maju,” tambahnya. (byu)