MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lima bos PT PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara (KITSBU) divonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan 34 tahun penjara, dalam sidang terpisah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (10/3) siang.
Mereka masing-masing Mantan General Manager (GM) PT PLN KITSBU, Albert Pangaribuan divonis 11 tahun penjara. Selain pidana kurungan, terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta, dengan ketentuan, jika tak dibayar diganti dengan 4 bulan penjara. Hukuman ini dianggap pantas karena terdakwa telah terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan Flame Tube GT- 1.2 PT PLN (Persero) Kitsbu Sektor Belawan tahun 2007, hingga merugikan negara Rp23,6 miliar.
Menurut hakim yang diketuai SB Hutagalung, perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 3 ayat 1 junto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. “Bagaimana, terdakwa sudah mendengar putusan yang kami bacakan? Silahkan konsultasi dengan penasihat hukum Anda mengenai putusan ini. Anda bisa terima, pikir-pikir atau banding,” tanya hakim pada Albert yang terlihat syok di kursi pesakitan.
Mendengar itu, dengan langkah gontai, Albert lantas berkordinasi dengan pengacaranya, Junaidi Matondang. Setelah konsultasi beberapa menit, terdakwa kembali duduk di kursi pesakitan.
Setelah menarik nafas panjang, Albert menyatakan akan melakukan upaya banding atas putusan tersebut. “Saya banding pak hakim,” jelas terdakwa. Seperti diketahui, vonis ini sama dengan tuntutan jaksa yang sebelumnya juga menuntut terdakwa 11 tahun penjara. Hanya saja, denda yang dijatuhkan lebih besar, yakni Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai terdakwa bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasca Albert Pangaribuan divonis, giliran mantan Ketua Panitia Pemeriksa Mutu Barang di PT PLN KITSBU, Ferdinand Ritonga yang disidang. Majelis hakim yang masih diketuai SB Hutagalung memvonis terdakwa 8 tahun penjara plus denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan. Menurut hakim, terdakwa juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang sama dengan Albert. Perbuatan itu juga melanggar Pasal 3 ayat 1 junto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa juga menyatakan akan mengajukan upaya banding.
Di ruang sidang terpisah, hakim yang diketuai Jonner Manik juga memvonis mantan Manager Produksi PT PLN KITSBU, Ir. Fahmi Rizal Lubis 9 tahun penjara plus denda 700 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan tersebut dijatuhkan karena terdakwa dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang sama dengan Albert. Perbuatan itu juga melanggar Pasal 3 ayat 1 junto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Seperti tedakwa lain, Fahmi juga langsung mengajukan banding. “Saya banding pak hakim,” jelasnya. Hukuman itu juga sama dengan tuntutan jaksa.
Tak lama pasca sidang Fahmi digelar, giliran Robert Manyuzar selaku Ketua Panitia Barang dan Jasa dan Edward Silitonga selaku Manager Perencana di PT PLN KITSBU yang menjalani sidang vonis. Oleh hakim yanag sama, keduanya dijatuhi hukuman masing-masing 8 tahun penjara, denda 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Keduanya juga dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan Flame Tube GT- 1.2 PT PLN (Persero) KITSBU Sektor Belawan Tahun 2007 senilai Rp23,6 miliar secara bersama-sama. Perbuatan itu telah smelanggar Pasal 3 ayat 1 junto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Seperti tiga terdakwa lain, keduanya juga mengajukan banding. Putusan itu juga sama dengan tuntutan jaksa dalam sidang sebelumnya.
Kelima terdakwa diseret ke kursi pesakitan karena telah merugikan negara sebesar Rp23,61 miliar, dengan cara memperkaya orang lain yakni Yuni selaku Direktur CV Sri Makmur, selaku rekanan yang menyuplai barang berupa Flame Tube DG 10530 merek Siemens untuk Gas Turbine (GT) Pembangkit Sektor Belawan, yang ternyata tidak sesuai desain dengan flame Tube Existing yang terpasang (lama).
Akibatnya, perjanjian/kontrak yang diadakan antara terdakwa Albert Pangaribuan dengan Yuni (DPO) dinyatakan tidak sesuai, atau barang yang diadakan sudah menyalahi kontrak, karena barang disuplai CV Sri Makmur. Dalam pengadaan barang berupa flame tube itu, Robert Manyuzar tidak ada melakukan survei tentang produk dari PT Siemens, dan tidak ada menanyakan berapa harga diskon barang flame tube. Adapun sejumlah perbedaan antara flame tube baru dengan yang lama, terutama pada letak batu tahan.
Flame tube lama berada di tengah, sementara pada flame tube baru berada di atas, sehingga menyebabkan batu tahan api terpapar langsung dengan api dan menyebabkan flame tube itu rusak. Meski adanya perbedaan desain itu, namun para terdakwa tidak melaporkannya atau tidak membuat keberatan secara tertulis.
Salah seorang terdakwa yakni Ferdinan Ritonga hanya menyampaikan keberatan secara lisan. Para terdakwa juga tidak menolak barang yang disuplai CV Sri Makmur, meski mengetahui adanya perbedaan. Malah Albert Pangaribuan menandatangani dokumen berita acara penerimaan barang yang dibuat pada 16 Maret 2008, namun dalam dokumen berita acara penerimaan itu tertulis tanggalnya dimundurkan menjadi 19 Desember 2007.
Para terdakwa juga menolak penawaran dari PT Siemens dalam pemasangan flame tube baru itu, karena sudah mengalami modifikasi dari flame tube lama. Padahal PT Siemens memberikan jaminan kepada PLN flame tube itu bisa terpasang, dan biaya pemasangan gratis. Selain itu, menurut JPU, pada pengadaan itu Yuni (DPO) itu tidak berhak mendapatkan pembayaran atas barang yang suplai senilai Rp23,6 miliar, karena barang yang mereka (CV Sri Makmur) tidak sesuai kontrak atau barang yang diinginkan. (bay/deo)