YOKOHAMA, SUMUTPOS.CO – Konflik politik, sosial, perang sipil, atau perselisihan antaretnis di dunia akan terus berkembang seiring dengan bertambah panasnya suhu bumi. Untuk kali pertama, penelitian resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menemukan keterkaitan tersebut. Para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim bakal memperburuk masalah keamanan secara global.
Mereka tidak menyatakan bahwa pemanasan global bisa memicu konflik. Tetapi, pemanasan global akan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan konflik antarmanusia semakin buruk. Perang terjadi untuk memperebutkan sumber daya alam seperti air dan energi. Kelaparan dan cuaca ekstrem secara bersamaan bakal mendorong instabilitas dunia.
Laporan oleh panel pemenang Nobel Perdamaian, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), itu mengungkapkan bahwa telah terjadi perubahan besar dalam tujuh tahun terakhir. Chris Field dari Carnegie Institution of Science, California, yang juga adalah peneliti utama IPCC, menuturkan bahwa laporan terakhir yang dibaca para pemimpin dunia pada 2007 tidak menyebut isu keamanan dunia sebagai salah satu yang terancam dengan pemanasan global.
“Ada cukup banyak tabir yang perlu kami pelajari terkait dengan hal ini,” terang Profesor Geof Dabelko dari Ohio University yang menulis bab keamanan dan perubahan iklim pada laporan tersebut.
Dalam tujuh tahun terakhir, penelitian ilmu sosial telah menemukan lebih banyak keterkaitan antara iklim dan konflik. Lengkap dengan rujukan berdasar ratusan penelitian tentang perubahan iklim dan konflik.
Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) awal bulan ini lebih dulu mengeluarkan hasil penelitian serupa. Laporan empat tahunan itu menyebut perubahan iklim sebagai ancaman konflik sosial dunia. Faktor lain adalah kemiskinan dan instabilitas politik.
Meski memperburuk kondisi dunia, pemanasan global juga bakal memberikan peluang baru bagi negara-negara di dunia untuk menggali sumber daya dan menciptakan rute transportasi baru. Itu terjadi karena melelehnya es di Arktik.
Setelah laporan panel perubahan iklim pada 2007, Sekjen PBB Ban Ki-moon menulis bahwa salah satu pemicu konflik di Darfur, barat Sudan, adalah krisis lingkungan. “Laporan IPCC tahun ini (2007) belum mengaitkan pemanasan global dengan terjadinya konflik sosial. Sebab, faktor lain lebih berpengaruh. Tapi, pada draf laporan tersebut, sudah diindikasikan bahwa perubahan iklim meningkatkan risiko konflik pada kondisi yang sama. Yakni, berkurangnya sumber daya alam di wilayah berbeda,” ungkapnya.
Profesor Meteorologi di Pennsylvania State University David Titley memaparkan, perubahan iklim tidak akan secara langsung menciptakan konflik, tetapi bisa memperburuk isu lemahnya pemerintahan, konflik sosial, dan kepemilikan sumber daya alam yang tidak merata. “Arab Spring (Revolusi Arab) dan Syria adalah contoh paling aktual,” katanya.
Perubahan iklim membuat cuaca tidak menentu dan sulit diprediksi. Itu bakal berdampak pada kelangsungan kegiatan menyiapkan bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya. “Kalau Anda berpikir bahwa 100 tahun mendatang sulit memprediksi hujan di suatu tempat, akan lebih sulit lagi untuk memprediksi stabilitas sosial di sana,” jelas Jeff Severinghaus, ahli iklim di Scripps Institution for Oceanography, ilmuwan di luar IPCC.
Masalah sosial turunan konflik adalah pengungsian. Akan lebih banyak pengungsi karena bencana alam dan konflik sosial. Masalahnya, kata David Kreutzer dari Heritage Foundation, Washington, kemiskinan merupakan isu utama pembakar konflik keamanan. Sebaliknya, kebijakan untuk memerangi perubahan iklim justru meningkatkan angka kemiskinan tersebut. (AP/cak/c14/dos)