JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) pada 2015 memaksa industri gula nasional berbenah diri. Sebab, jika kondisinya masih seperti sekarang pasar gula konsumsi maupun industri di tanah air dikhawatirkan bisa dikuasai Thailand.
“Saat AEC diberlakukan pada 2015, gula dari seluruh anggota ASEAN boleh masuk dan jualan di sini. Itu artinya industri gula nasional harus berhadapan langsung dengan produksi dari negara lain yang lebih mapan. Saingan terberat adalah Thailand,” ujar”Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Subiyono kemarin (22/4).
Dia lantas membandingkan industri gula nasional dengan di Negeri Gajah Putih itu. Bila dilihat dari luas lahan tebu, Indonesia memiliki 469 ribu hectare. Sedangkan Thailand punya 1,35 juta hektare. “Thailand memiliki 50 pabrik gula dengan produksi 10,61 juta ton per tahun. Indonesia punya 62 pabrik gula tapi hanya menghasilkan 2,55 juta ton per tahun,” ungkapnya.
Rendahnya produktivitas industri gula nasional menyebabkan Indonesia masih harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satunya dari Thailand. “Indonesia saat ini masih impor, sedangkan Thailand mengekspor delapan juta ton. Dari volume ekspor gula Thailand itu, 30 persennya ke Indonesia,” tukasnya.
“Karena itu, pemerintah mendatang didesak melindungi industri gula nasional. Jika tidak, industri gula nasional bisa terdesak saat berlakunya AEC pada 2015. “Sebelum diberlakukan AEC saja kondisi industri gula nasional sudah terpuruk. Apalagi nanti kalau gula impor bebas masuk ke Indonesia,” sebutnya.
Ketua Bidang Budidaya dan Produksi Ikagi Slamet Purwadi menilai, industri gula nasional menyumbang pendapatan bagi negara cukup besar melalui pajak penjualan (PPn) 10 persen dari harga jual. Hasil dari PPn itu setahun mencapai Rp 2,5 triliun. “Kalau itu bisa dijadikan pinjaman untuk pengembangan industri gula nasional pasti sangat membantu,” tuturnya.
Pendapatan negara dari PPn gula Rp 2,5 triliun itu bisa dipinjamkan dengan bunga rendah”untuk merevitalisasi mesin pabrik gula yang sudah tua. Dengan mengganti mesin menjadi lebih baru, produksi nasional otomatis akan meningkat. “Kalau mengandalkan pinjaman bank, jelas memberatkan karena suku bunga tinggi,” ungkapnya.
“Masalah suku bunga harus dipecahkan pemerintah karena terkait dengan pengembangan industri gula. Suku bunga pinjaman di Indonesia rata-rata 12 persen. Sedangkan di Thailand suku bunga hanya 7 persen. (wir/oki)
Perbandingan Industri Gula
Indikator Thailand Indonesia
– Luas lahan 1,35 juta hektare 469 ribu hektare
– Rendemen (kadar gula) 11,82% 7%
– Jumlah pabrik 50 unit 62 unit
– Produksi 10,6 juta ton/tahun 2,55 juta ton/tahun
Sumber: Ikagi