30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

KPAI Ungkap Korban Baru JIS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satu persatu korban kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) muncul kepermukaan. Setelah sebelumnya MAK, 6 tahun, baru-baru ini ada seorang bocah laki-laki berumur sama yang mengadukan pernah mengalami hal serupa di sekolah bertaraf internasional tersebut.

“Setelah kami selidiki lebih dalam, ternyata ada korban lain. Kami tahu dari pengaduan orang tuanya. Tapi kami masih belum bisa ungkap identitas sang korban,” ujar Wakil Ketua KPAI Maria Advianti kemarin.

Menurut cerita yang disampaikan oleh orang tua korban, gejala trauma yang ditunjukkan sama dengan MAK. Sang anak mengaku ketakutan dan suka mimpi buruk. Tak hanya itu, ia pun takut ke toilet. Bahkan, akibat trauma tersebut sang anak mengalami demam tinggi dan harus dirawat dirumah sakit. “Tapi bukti yang paling nyata adalah dia bisa menceritakan secara gamblang mengenai perilaku seksual yang seharusnya anak seumurnya tidak tahu. Hal itu kan hanya bisa terjadi ketika sang anak benar-benar mengalaminya,” tuturnya.

Dengan adanya pengaduan kedua ini, otomatis semakin menguatkan dugaan adanya korban kekerasan seksual lain. Meski enggan menduga, Advianti menyatakan bahwa pelaku pedofil atau kekerasan seksual memang biasanya memakan korban tidak hanya satu orang.

Ia pun menduga pihak JIS telah mengetahui kasus kekerasan seksual ini. Namun JIS terkesan menutupi untuk mengambil beberapa tindakan kuratif. “Yang jelas hari ini (kemarin) kami sudah sampaikan pengaduan kedua ini ke pihak berwajib. Karena untuk tindak lanjut kan mereka lebih memiliki kuasa,” ungkapnya.

Sementara itu, menurut keterangan Sekjen KPAI Erlinda, korban kedua ini mengalami kekerasan seksual pada Februari 2014 lalu. Saat itu, situasi tengah senggang sehingga menciptakan peluang bagi sang pelaku untuk menyodomi bocah laki-laki itu. “Jadi saat break time, guru gak ada. Cleaning service masuk dan menyeret sang korban ke tempat yang tidak terlihat CCTV untuk melakukan kejahatannya,” katanya.

Cleaning service yang dimaksut oleh Linda ini adalah salah satu tersangka dalam kasus kekerasan seksual pada MAK yang saat ini tengah ditahan oleh pihak Kepolisian. Namun Linda meyakini ada banyak pihak yang ikut terlibat dalam tindakan criminal tersebut. Karenanya, pihaknya meminta JIS untuk melakukan tes darah dan DNA pada seluruh karyawannya. Sebab segala sesuatu menjadi mungkin saat ini.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta Sanusi Pane mendorong polisi untuk lebih tegas kepada JIS. Kejahatan seksual itu harus ditangani lebih serius agar muncul efek jera bagi calon pelaku lainnya. “Polda Metro Jaya harus segera menangkap dan menahan Kepala Sekolah TK JIS,” ujarnya kemarin.

Sekolah tersebut menurut Neta sudah melakukan ataupun membiarkan terjadinya dua pelanggaran berat. Yakni, kekerasan seksual terhadap anak (pedofilia) dan mengoperasikan sekolah tanpa izin. Untuk pelanggaran kedua, hukumannya cukup berat, yakni penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Menurut Neta, polisi tidak perlu takut untuk menyidik kasus tersebut. Langkah tegas polisi justru akan memancing dukungan dan simpati dunia internasional yang membuat citra kepolisian Indonesia terangkat. Sebagai contoh, FBI sampai memburu mantan guru JIS yang diketahui menjadi pelaku pedofilia.

Ada dua hal yang menurut Neta seharusnya dilakukan pemerintah terhadap JIS. Pertama, polisi menangkap kepala sekolah dan memeriksa para guru JIS. Kemudian, Kemendikbud menutup TK JIS secara permanen. “Kapolda dan Mendikbud jangan bersikap banci menghadapi JIS, apalagi memposisikan diri sebagai inlander yang takut menghadapi bule,” ucapnya.

Hal itu semata-mata demi mencegah terulangnya kasus serupa. Neta menambahkan, jika sampai TK JIS diizinkan beroperasi kembali lalu kasus pedofilia terulang, maka Kapolda dan Mendikbud harus bertanggung jawab. Keluarga korban bisa menuntut keduanya karena melakukan pembiaran. (mia/byu)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satu persatu korban kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) muncul kepermukaan. Setelah sebelumnya MAK, 6 tahun, baru-baru ini ada seorang bocah laki-laki berumur sama yang mengadukan pernah mengalami hal serupa di sekolah bertaraf internasional tersebut.

“Setelah kami selidiki lebih dalam, ternyata ada korban lain. Kami tahu dari pengaduan orang tuanya. Tapi kami masih belum bisa ungkap identitas sang korban,” ujar Wakil Ketua KPAI Maria Advianti kemarin.

Menurut cerita yang disampaikan oleh orang tua korban, gejala trauma yang ditunjukkan sama dengan MAK. Sang anak mengaku ketakutan dan suka mimpi buruk. Tak hanya itu, ia pun takut ke toilet. Bahkan, akibat trauma tersebut sang anak mengalami demam tinggi dan harus dirawat dirumah sakit. “Tapi bukti yang paling nyata adalah dia bisa menceritakan secara gamblang mengenai perilaku seksual yang seharusnya anak seumurnya tidak tahu. Hal itu kan hanya bisa terjadi ketika sang anak benar-benar mengalaminya,” tuturnya.

Dengan adanya pengaduan kedua ini, otomatis semakin menguatkan dugaan adanya korban kekerasan seksual lain. Meski enggan menduga, Advianti menyatakan bahwa pelaku pedofil atau kekerasan seksual memang biasanya memakan korban tidak hanya satu orang.

Ia pun menduga pihak JIS telah mengetahui kasus kekerasan seksual ini. Namun JIS terkesan menutupi untuk mengambil beberapa tindakan kuratif. “Yang jelas hari ini (kemarin) kami sudah sampaikan pengaduan kedua ini ke pihak berwajib. Karena untuk tindak lanjut kan mereka lebih memiliki kuasa,” ungkapnya.

Sementara itu, menurut keterangan Sekjen KPAI Erlinda, korban kedua ini mengalami kekerasan seksual pada Februari 2014 lalu. Saat itu, situasi tengah senggang sehingga menciptakan peluang bagi sang pelaku untuk menyodomi bocah laki-laki itu. “Jadi saat break time, guru gak ada. Cleaning service masuk dan menyeret sang korban ke tempat yang tidak terlihat CCTV untuk melakukan kejahatannya,” katanya.

Cleaning service yang dimaksut oleh Linda ini adalah salah satu tersangka dalam kasus kekerasan seksual pada MAK yang saat ini tengah ditahan oleh pihak Kepolisian. Namun Linda meyakini ada banyak pihak yang ikut terlibat dalam tindakan criminal tersebut. Karenanya, pihaknya meminta JIS untuk melakukan tes darah dan DNA pada seluruh karyawannya. Sebab segala sesuatu menjadi mungkin saat ini.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta Sanusi Pane mendorong polisi untuk lebih tegas kepada JIS. Kejahatan seksual itu harus ditangani lebih serius agar muncul efek jera bagi calon pelaku lainnya. “Polda Metro Jaya harus segera menangkap dan menahan Kepala Sekolah TK JIS,” ujarnya kemarin.

Sekolah tersebut menurut Neta sudah melakukan ataupun membiarkan terjadinya dua pelanggaran berat. Yakni, kekerasan seksual terhadap anak (pedofilia) dan mengoperasikan sekolah tanpa izin. Untuk pelanggaran kedua, hukumannya cukup berat, yakni penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Menurut Neta, polisi tidak perlu takut untuk menyidik kasus tersebut. Langkah tegas polisi justru akan memancing dukungan dan simpati dunia internasional yang membuat citra kepolisian Indonesia terangkat. Sebagai contoh, FBI sampai memburu mantan guru JIS yang diketahui menjadi pelaku pedofilia.

Ada dua hal yang menurut Neta seharusnya dilakukan pemerintah terhadap JIS. Pertama, polisi menangkap kepala sekolah dan memeriksa para guru JIS. Kemudian, Kemendikbud menutup TK JIS secara permanen. “Kapolda dan Mendikbud jangan bersikap banci menghadapi JIS, apalagi memposisikan diri sebagai inlander yang takut menghadapi bule,” ucapnya.

Hal itu semata-mata demi mencegah terulangnya kasus serupa. Neta menambahkan, jika sampai TK JIS diizinkan beroperasi kembali lalu kasus pedofilia terulang, maka Kapolda dan Mendikbud harus bertanggung jawab. Keluarga korban bisa menuntut keduanya karena melakukan pembiaran. (mia/byu)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/