Pemerintah mengkaji alternatif lain pajak atas royalti film. Pajak royalti yang berlaku saat ini tengah dikaji efektivitasnya. “Kementerian Keuangan serta Kementerian Budaya dan Pariwisata sedang mengkaji bagaimana bentuk lain yang sama-sama efektif pengelolaannya,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Jakarta, Selasa (31/5).
Menurut dia, pengkajian itu belum final. Saat ini, pemerintah masih menunggu itikad baik importir film untuk menyelesaikan kewajibannya. Satu dari tiga importir telah membayar tunggakan, sehingga dapat melakukan importasi film lagi.
Sementara itu, terkait dugaan Motion Picture Association of America (MPAA) hanya bersedia bekerja sama dengan tiga importir film, Agus justru mempertanyakan hal itu. Ia menilai jika MPAA ingin bekerja sama dengan importir yang memiliki masalah pajak, MPAA memiliki catatan tidak baik. “Apa betul demikian, tidak bisa seperti itu,” kata dia.
Sebelumnya, keran film asing terbuka kembali setelah satu importir bermasalah membayar pokok tagihannya. Dirjen Bea Cukai, Agung Kuswandono, mengatakan satu perusahaan membayar tagihan sekitar Rp9 miliar.
Agung menjelaskan, tiga importir itu sebelumnya melakukan banding. Hasilnya, mereka diharuskan membayar denda. Menurut dia, tiga importir film itu memiliki pasar sangat besar yaitu 90-95 persen sehingga terlihat menonjol.
Kementerian Keuangan juga pernah mengungkapkan kekurangan tambahan bea masuk yang harus dibayarkan importir film asing selama dua tahun terakhir mencapai Rp30 miliar berasal dari 1.759 copy film. Namun, tambahan kekurangan itu belum termasuk denda yang harus dibayar antara 100-1.000 persen. (net/jpnn)