28 C
Medan
Friday, January 31, 2025

Madina, Tapanuli, & Dairi Simpan Cadangan Mineral Potensial

MS Marpaung, pemerhati tambang Indonesia asal Sumatera Utara.
MS Marpaung, pemerhati tambang Indonesia asal Sumatera Utara.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sepanjang Pantai Barat Sumatera, sebagai bagian dari lintasan ’Indonesian’s Ring of Fire’, memiliki kandungan sumber daya mineral yang potensial.

Fakta ini didukung oleh hasil studi dan laporan tahunan Fraser Institut dari Kanada, yang menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara yang secara geologi memiliki tingkat kesuksesan tinggi untuk menemukan cadangan mineral. Posisi Australia masih di bawah Indonesia. Posisi di atasnya adalah Chili dan Peru.

”Sumber daya mineral itu menyebar mulai dari Kabupaten Mandailing Natal di sebelah selatan, terus ke Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi sebelah Utara,” kata pemerhati tambang Indonesia asal Sumatera Utara, MS Marpaung, dalam sebuah workshop media bertema: Tambang Bertanggung Jawab: Kelola Risiko Minimalkan Dampak di Tanah Karo, akhir pekan baru lalu.

Adapun jenis mineral dan sumber daya alam yang potensial secara ekonomi yang bisa ditemukan di sepanjang wilayah Pantai Barat Sumatera ini, lanjut Marpaung, antara lain emas, perak, timah hitam, tembaga, dan panas bumi untuk pembangkit listrik.

”Sayangnya, di wilayah Pantai Barat Sumatera sangat minim dilakukan kegiatan eksplorasi, untuk dapar menentukan lokasi dan potensi mineral-mineral tersebut,” katanya.

Minimnya kegiatan eksplorasi kandungan mineral, menurutnya, disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, eksplorasi membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama. Kedua, sulitnya mendapatkan izin masuk hutan dari Departemen Kehutanan (IPPKH) untuk melakukan kegiatan eksplorasi.

Ditegaskan Marpaung, bangsa Indonesia harus bangga memiliki sekaligus bijaksana memanfaatkan dan mengolah sumber daya mineral ini demi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. ”Tetapi mineral itu juga jangan didiamkan saja,” tandasnya.

Selama ini, kata dia, lokasi ditemukannya cadangan mineral umumnya berada di daerah terpencil terbelakang, dan belum terbangun secara ekonomi. Infrastrukturnya sangat minim. Karena itu, pengembangan sumber daya mineral sebagai industri pertambangan, mengandung potensi ekonomi dan sosial. Karena akan terbangun pusat perkembangan ekonomi baru dan juga pusat pemukiman penduduk baru, transmigrasi spontan, dengan infrastruktur dan fasilitas hidup yang lebih baik.

”Manfaat yang didapatkan negara dari adanya kegiatan industri pertambangan antara lain penerimaan langsung berupa royalti, pajak badan perusahaan, pajak perorangan, sewa tanah, dan restribusi daerah,” jelasnya.

Sementara keuntungan tidak langsung antara lain pendapatan pajak dari perusahaan sub kontraktor dan suplier, pembelanjaan setempat oleh perusahaan dan karyawan akan memunculkan kehidupan ekonomi baru di sekitar tambang, transmigrasi spontan membentuk pemukiman baru di sekitar tambang, akan terbangun infrastruktur lingkungan yang lebih baik melalui program CSR, Community dan Regional Development, dan masyarakat sekitar tambang akan bertransformasi dari budaya tani tradisional ke budaya industri modern.

”Tentu saja, industri pertambangan harus diawasi, dikawal, dan diatur agar tidak merusak lingkungan. Ada berbagai UU dan peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah, yang harus ditaati oleh industri pertambangan. Semuanya untuk mengawal kegiatan pertambangan. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan,” kata dia.

Memang, lanjut Marpaung, industri pertambanga berpotensi mengubah bentang alam. Namun konsep dan definisi kerusakan lingkungan harus dipahami secara baik dan ilmiah. Jangan hanya dilihat secara visual. ”Di beberapa bekas pertambangan, arealnya bahkan lebih baik dari sebelumnya,” katanya mengakhiri. (mea)

MS Marpaung, pemerhati tambang Indonesia asal Sumatera Utara.
MS Marpaung, pemerhati tambang Indonesia asal Sumatera Utara.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sepanjang Pantai Barat Sumatera, sebagai bagian dari lintasan ’Indonesian’s Ring of Fire’, memiliki kandungan sumber daya mineral yang potensial.

Fakta ini didukung oleh hasil studi dan laporan tahunan Fraser Institut dari Kanada, yang menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara yang secara geologi memiliki tingkat kesuksesan tinggi untuk menemukan cadangan mineral. Posisi Australia masih di bawah Indonesia. Posisi di atasnya adalah Chili dan Peru.

”Sumber daya mineral itu menyebar mulai dari Kabupaten Mandailing Natal di sebelah selatan, terus ke Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi sebelah Utara,” kata pemerhati tambang Indonesia asal Sumatera Utara, MS Marpaung, dalam sebuah workshop media bertema: Tambang Bertanggung Jawab: Kelola Risiko Minimalkan Dampak di Tanah Karo, akhir pekan baru lalu.

Adapun jenis mineral dan sumber daya alam yang potensial secara ekonomi yang bisa ditemukan di sepanjang wilayah Pantai Barat Sumatera ini, lanjut Marpaung, antara lain emas, perak, timah hitam, tembaga, dan panas bumi untuk pembangkit listrik.

”Sayangnya, di wilayah Pantai Barat Sumatera sangat minim dilakukan kegiatan eksplorasi, untuk dapar menentukan lokasi dan potensi mineral-mineral tersebut,” katanya.

Minimnya kegiatan eksplorasi kandungan mineral, menurutnya, disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, eksplorasi membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama. Kedua, sulitnya mendapatkan izin masuk hutan dari Departemen Kehutanan (IPPKH) untuk melakukan kegiatan eksplorasi.

Ditegaskan Marpaung, bangsa Indonesia harus bangga memiliki sekaligus bijaksana memanfaatkan dan mengolah sumber daya mineral ini demi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. ”Tetapi mineral itu juga jangan didiamkan saja,” tandasnya.

Selama ini, kata dia, lokasi ditemukannya cadangan mineral umumnya berada di daerah terpencil terbelakang, dan belum terbangun secara ekonomi. Infrastrukturnya sangat minim. Karena itu, pengembangan sumber daya mineral sebagai industri pertambangan, mengandung potensi ekonomi dan sosial. Karena akan terbangun pusat perkembangan ekonomi baru dan juga pusat pemukiman penduduk baru, transmigrasi spontan, dengan infrastruktur dan fasilitas hidup yang lebih baik.

”Manfaat yang didapatkan negara dari adanya kegiatan industri pertambangan antara lain penerimaan langsung berupa royalti, pajak badan perusahaan, pajak perorangan, sewa tanah, dan restribusi daerah,” jelasnya.

Sementara keuntungan tidak langsung antara lain pendapatan pajak dari perusahaan sub kontraktor dan suplier, pembelanjaan setempat oleh perusahaan dan karyawan akan memunculkan kehidupan ekonomi baru di sekitar tambang, transmigrasi spontan membentuk pemukiman baru di sekitar tambang, akan terbangun infrastruktur lingkungan yang lebih baik melalui program CSR, Community dan Regional Development, dan masyarakat sekitar tambang akan bertransformasi dari budaya tani tradisional ke budaya industri modern.

”Tentu saja, industri pertambangan harus diawasi, dikawal, dan diatur agar tidak merusak lingkungan. Ada berbagai UU dan peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah, yang harus ditaati oleh industri pertambangan. Semuanya untuk mengawal kegiatan pertambangan. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan,” kata dia.

Memang, lanjut Marpaung, industri pertambanga berpotensi mengubah bentang alam. Namun konsep dan definisi kerusakan lingkungan harus dipahami secara baik dan ilmiah. Jangan hanya dilihat secara visual. ”Di beberapa bekas pertambangan, arealnya bahkan lebih baik dari sebelumnya,” katanya mengakhiri. (mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/