Ramadan. Lebaran. Dua momen penting yang identik dengan mudik alias pulang kampung. Dan, pulang kampung dengan jalur perjalanan darat yang panjang itu identik dengan bus ALS. Untuk itulah, Sumut Pos menggelar sahur kejutan ke rumah Direktur Utama PT ALS, H Chandra Lubis.
“Waduh, mendadak sekali…” sambut Hj Lila Nattaya Narirat, sang nyonya rumah.
Saat itu, Kamis (3/7), jam di dinding rumah yang berada di Jalan Patimura Medan itu menunjukkan pukul 04.15 WIB. “Kita ke meja makan langsung saja, biar terkejar waktunya,” timpal Chandra Lubis.
Pasangan suami istri itu pun langsung menggiring Tim Sumut Pos masuk ke rumah. Ke arah belakang. Ke meja makan. Di meja makan telah ada Pelangi Loemongga Lubis, Ahmad Gading Lubis, Lazuradi Lubis, dan Lembayung Ghando Lubis. Keempat anak pasangan Chandra dan Lila itu tampaknya sudah siap menyantap sayur bayam rebus, daging sambal, ayam goreng, tempe-tahu, semangkuk besar masakan berwarna kuning yang tersedia di meja.
“Kebetulan ni, ada ikan incor. Ini ikan khas dari Kotanopan, kampung saya. Ikannya asli dari sungai di sana,” kata Chandra sembari menunjukkan masakan warna kuning di dalam mangkuk tadi begitu Tim Sumut Pos bergabung ke meja makan.
“Nah, itu jangan lupa. Sambal Surabaya, dari kampung istri saya,” tambahnya sambil menunjuk semacam toples yang terletak di tengah-tengah meja.
Setelah itu, semuanya larut dalam makanan. Lita dan Chandra tampak begitu perhatian pada keempat anaknya. Tidak itu saja, Tim Sumut Pos yang menjadi tamu dadakan pun mereka layani dengan ramah. Ketika suapan nasi dan lauk mencapai sekian sendok, perbincangan pun mulai terbuka ke bus ALS.
Lugas Chandra bercerita soal asal muasal bus yang didirikan orangtuanya itu, H Sati Lubis, pada 1966 lalu. “Saya generasi kedua. Orangtua saya yang membangun bus ini, sudah hampir 50 tahun. Alhamdulliah, bus ini terus berkembang,” jelasnya.
Chandra mengisahkan, setelah era bus Sibualbuali yang berdiri pada 1937 lalu, ALS-lah yang kemudian mengambil peran penting dalam transportasi darat di Sumatera, khususnya bus jarak jauh. “Tidak hanya Sumatera, kami punya trayek ke Jawa hingga Bali,” katanya.
Sebagai informasi, bus ALS telah dijadikan acuan bagi pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan kenaikan tarif. Hal ini didasari kalau bus kebanggan Sumatera Utara ini merupakan pemilik trayek terpanjang di Indonesia. “Iya, hampir tiap tahun pemerintah ‘curhat’ soal kenaikan harga. Apalagi jelang lebaran seperti ini. Memang banyak yang bingung kenapa ALS terus bertahan sementara persaingan dengan (tarif) pesawat cukup tajam,” jelas Chandra.
Perbincangan kemudian mengarah soal perkembangan ALS dari waktu ke waktu. Sumatera seakan dijelajahi dari meja makan tersebut. Chandra dan sesekali Lila menguak seperti apa ALS bisa memiliki kantor cabang yang berjumlah 44 dan menyebar di seluruh Sumatera, Jawa, dan Bali. Pun, seperti apa sang pendiri, orangtua mereka merintis bisnis tersebut. “Saya harus akui kagum dengan beliau. Cara kerjanya itu benar-benar luar biasa. Misalnya, ketika dia ingin ALS masuk ke Pati, di Jawa Tengah. Beliau bisa ‘nongkrong’ selama satu minggu di terminal yang ada di sana. Dia saring semua informasi dan kemudian baru mengambil trayek itu,” puji Chandra soal bapaknya.
Sebagai keluarga pemilik saham sebanyak 30 persen di ALS, Chandra mengaku bisnis bus kadang naik turun. Meski begitu, mereka tetap yakin perusahan ini akan terus berjalan. Misalnya, melalui inovasi-inovasi tertentu seperti bus untuk Bandara Internasional Kualanamu. “Sejak dulu, sejak kita masih pakai bus buatan Chevrolet, kita selalu utamakan pelayanan maksimal. Penumpang selalu kita jaga, bahkan hingga dia masuk rumah, bus kita baru melaju. Hal itu penting untuk menjaga kepercayaan penumpang. Memang, belakangan ini kadang ada beberapa kasus yang tidak menyenangkan, tapi sudah kita selesaikan semua,” ungkap Chandra. Kali ini dia berkata setelah perbincangan pindah ke ruang tamu setelah makan sahur usai.
Chandra mengisahkan, ALS dibangun oleh tujuh orang. Salah satunya, bapaknya. Ketujuh keluarga ini telah berkembang dan tetap terlibat dalam perkembangn ALS. Sistem saham diatur dengan kekeluargaan. “Alhamdullilah tak ada konflik yang menjurus pada perpecahan. Kita punya 330 unit bus. Jika kalikan per satu bus ada dua sopir dan dua kernet, sudah berapa orang yang bergantung dengan perusahaan ini? Belum lagi jumlah pegawai kita di kantor cabang, kantor pembantu, hingga agen-agen. Jumlahkan itu. Kalikan juga dengan keluarga mereka yang harus mereka hidupi. Ratusan ribu orang bergantung dengan ALS ini. Bisa bayangkan jika bus ini hancur?” jelas Chandra.
Jika begitu, apa resep Chandra hingga ALS bisa bertehan dan akan terus bertahan?
“Orangtua saya selalu menegaskan agar kami jujur. Ya, jujur saja. Tidak mainkan harga tiket. Tidak mainkan pelayanan. ALS telah dipercayai selama 48 tahun. Sudah cukup banyak memori bagi orang-orang dan itu harus terus dijaga,” jelasnya.
Begitulah, ketika sudah sekira pukul 06.00, Tim Sumut Pos permisi pamit. Cukup banyak perbincangan yang bisa dituliskan, namun ruang terasa tak cukup. Yang jelas, Chandra dan Lila telah menjadi tuan rumah yang baik. Pun ALS, telah menjadi pelayan yang baik baik transportasi di Indonesia ini. Ya, dari Kotanopan, dari bus yang jumlahnya tak sampai sepuluh, ALS kini telah menjadi duta Sumut untuk Indonesia. (*)