Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tidak akan menutup-nutupi jika kasus dugaan korupsi pengadaan alat di Fakultas Budaya dan Seni (Etnomusikologi) dan Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara (USU). Tidak ada satupun yang kebal, baik petinggi hingga rektor sekali pun akan dibongkar.
JAKARTA- Hal tersebut ditegaskan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana saat dihubungi koran ini di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Kamis (3/7).
Namun kepastian apakah nama rektor sampai ikut terjerat, sampai saat ini kata Tony, dirinya belum memperoleh informasi tersebut. Pasalnya, tim penyidik masih terus mendalami kasus yang ada dengan mempelajari semua alat bukti dan informasi, termasuk yang ditemukan saat tim turun ke Sumut, dua pekan lalu.
“Tim Kejagung sampai saat ini masih terus mendalami berkasnya. Sekarang posisinya masih dalam konsolidasi. Jadi saya bisa memahami kenapa penyidik belum dapat memberikan data yang dibutuhkan sebagai bahan pemberitaan,” ujarnya.
Menurut Tony, jika informasi diberikan setengah-setengah sebelum kasusnya menjadi jelas, dikhawatirkan dapat menimbulkan salah pengertian di tengah masyarakat.
“Saya paham mengapa penyidik pelit kasih berita. Karena mungkin datanya kalau diungkap sekarang bisa nyerempet ke mana-mana. Penyidik kan perlu mempelajarinya secara mendalam. Kalau memang mereka melihat ada keterlibatan pihak-pihak lain seperti rektor, tentu baru diketahui setelah dipelajari berkas-berkasnya,” katanya.
Karena itu Tony berharap masyarakat Sumut dapat bersabar, karena penyidik tidak mungkin bekerja hanya mengejar waktu. Tapi harus benar-benar sesuai dengan azas hukum yang berlaku. Agar jangan sampai pihak-pihak yang terlibat lolos dari jeratan hukum.
Sebelumnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Widyo Pramono, membenarkan tim penyidik Kejagung telah turun melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah alat hasil pengadaan di Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Farmasi USU yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), pos anggaran pendidikan tinggi (Dikti) tahun 2010.
“Ada tiga orang yang berangkat ke Medan, Husin Fahmi dan kawan-kawan. Mereka melakukan tugas penyidikan perkara tindak pidana korupsi. Kasusnya terkait pengadaan peralatan etnomusikologi pada Fakultas Sastra (Fakultas Ilmu Budaya, Red) USU dan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan peralatan Gedung Fakultas Farmasi USU. Telah dilakukan penyitaan peralatan yang diadakan,” katanya.
Langkah penyitaan dinilai penting, guna memudahkan Kejaksaan Agung melakukan penyidikan selanjutnya. Saat ditanya apakah dalam kasus ini Rektor USU terlibat, Widyo belum bersedia memberi keterangan lebih lanjut. Dengan alasan sedang rapat, ia meminta agar Sumut Pos ini menghubungi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana, untuk keterangan lebih lanjut.
Tony mengatakan, dalam kasus ini penyidik telah menetapkan tersangka setidaknya dua tersangka. Masing-masing Abdul Hadi, sosok yang disebut-sebut sebagai dosen etnomusikologi. Tapi pihak USU mengatakan yang bersangkutan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pegawai yang bertugas di Lembaga Penelitian USU.
“Itu kalau tidak salah beliau sudah ditetapkan berstatus tersangka. Satu orang lagi Dekan Fakultas Farmasi, tapi saya belum dapat informasi apakah dekan yang menjabat sekarang atau dekan sebelumnya. Tapi intinya Kejagung tentu akan melakukan semua proses penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Dari penelusuran diketahui Dekan Farmasi USU bernama Prof Sumadio Hadisahputra Apt.Tokoh ini dilantik menjadi dekan Fakultas Farmasi sejak Juli 2010 hingga kini atau menjabat dalam dua periode.(gir/rbb)