25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Ical Dinilai Gagal di Pileg dan Pilpres

Ical bersama artis, Marcella.
Ical bersama artis, Marcella.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah kader senior dan junior Partai Golongan Karya (Golkar) mendesak digelarnya musyawarah nasional (munas) selambat-lambatnya Oktober 2014. Mereka yang menamakan diri kader lintas generasi Partai Golkar itu menilai kinerja partai di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie terbukti telah gagal. Baik dalam memenuhi target pemilu legislatif (pileg) maupun pemilu presiden (pilpres).

Di bawah koordinasi tokoh senior Partai Golkar Ginandjar Kartasasmita, kader lintas generasi partai beringin kemarin (15/7) menyampaikan desakan resmi digelarnya munas. Ginandjar menyatakan, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar yang ditetapkan di munas Oktober 2009, munas Partai Golkar digelar lima tahun sekali dan diadakan selambat-lambatnya 4 Oktober 2014.

“Kami ingin menyampaikan keprihatinan. Kami ingin menyelamatkan Partai Golkar sebagai partai besar, partai yang bermartabat,” ujar Ginandjar saat membuka pernyataan resmi kader lintas generasi Partai Golkar di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, kemarin.

Ikut hadir bersama Ginandjar tokoh senior Golkar lainnya seperti Fahmi Idris, Andi Mattalatta, Zainal Bintang, Yoris Raweyai, Laurens Siburian, Ulfah Harmanto, dan Farida Syamsi. Sementara tokoh junior atau tokoh muda beringin diwakili Andi Sinulingga, Roosdinal Salim, dan Indra J. Piliang.

Roosdinal Salim saat membacakan seruan kader lintas generasi menyatakan, kontestasi Pileg dan Pilpres 2014 telah menunjukkan kegagalan Golkar. Dalam hal suara pileg, Golkar gagal memenuhi target di atas 20 persen perolehan suara. Kursi Golkar di DPR pun merosot dari raihan 106 menjadi 91 kursi saja. “Ini merupakan perolehan suara terendah sejak era reformasi,” cetus putra tokoh Golkar Emil Salim itu.

Kegagalan di pileg berimbas di pilpres. Roosdinal menyatakan, Ical “sapaan Aburizal Bakrie” gagal melaksanakan mandat rapat pimpinan nasional (rapimnas) terkait keputusan Golkar mencalonkan capres atau cawapres. Rendahnya elektabilitas Ical menjadi penyebab pada akhirnya Golkar merapat ke gerbong koalisi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. “Keputusan Partai Golkar mendukung Prabowo tidak didasari pertimbangan terukur. Dengan mengesampingkan sosok Jusuf Kalla (JK) yang merupakan tokoh Partai Golkar,” tegasnya.

Roosdinal menyebutkan, ancaman kegagalan bertambah dengan melihat hasil hitung cepat pilpres, yang mayoritas mengunggulkan Jokowi-JK sebagai pemenang. Kegagalan tersebut merupakan akumulasi kinerja kepemimpinan DPP Partai Golkar yang tidak menunjukkan diri sebagai partai modern. “Kebijakan selalu diambil dalam lingkungan tertutup dan terbatas, cenderung oligarki dan otoriter,” tandasnya.

Fahmi Idris menambahkan, jika tidak terjadi sesuatu yang prinsipiil, tentu tidak akan muncul acara untuk mendesak digelarnya munas. Berbagai peristiwa pascapileg menunjukkan bahwa keterampilan Golkar dalam berpolitik tidak tampak sama sekali. “Kekalahan Partai Golkar di lembaga legislatif ini yang menyebabkan perlunya perombakan di lembaga secara besar-besaran,” tutur dia.

Menurut Fahmi, Golkar tidak bisa dikelola layaknya sebuah perusahaan. Merujuk kasus tiga kader anggota Fraksi Partai Golkar, siapa yang berbeda pendapat tiba-tiba langsung dikeluarkan dari keanggotaan partai. Fahmi menilai seharusnya partai mengedepankan pendekatan merit system dengan menghargai perbedaan pilihan.

“Langkah terbaik, Saudara Aburizal sebaiknya mengundurkan diri. Tidak ada alasan Aburizal tampil. Sementara jejaknya telah merusak citra Partai Golkar,” cetusnya.

Sesuai dengan pasal 30 ayat 2A AD/ART Partai Golkar, munas partai digelar setiap lima tahun. Keputusan itu diambil pada Munas Golkar di Riau 8 Oktober 2009. Meski begitu, DPP berdalih bahwa munas bisa digelar pada 2015 sebagaimana rekomendasi hasil munas.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, percepatan munas tidak akan terjadi karena segala pergerakan partai harus mengikuti keputusan rapimnas yang telah diambil beberapa waktu lalu. “Golkar itu kuat karena ada sistem. Dan di dalam sistem itu ada aturan, ada AD/ART, ada keputusan rapimnas yang harus diikuti,” tuturnya. (bay/c9/fat)

Ical bersama artis, Marcella.
Ical bersama artis, Marcella.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah kader senior dan junior Partai Golongan Karya (Golkar) mendesak digelarnya musyawarah nasional (munas) selambat-lambatnya Oktober 2014. Mereka yang menamakan diri kader lintas generasi Partai Golkar itu menilai kinerja partai di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie terbukti telah gagal. Baik dalam memenuhi target pemilu legislatif (pileg) maupun pemilu presiden (pilpres).

Di bawah koordinasi tokoh senior Partai Golkar Ginandjar Kartasasmita, kader lintas generasi partai beringin kemarin (15/7) menyampaikan desakan resmi digelarnya munas. Ginandjar menyatakan, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar yang ditetapkan di munas Oktober 2009, munas Partai Golkar digelar lima tahun sekali dan diadakan selambat-lambatnya 4 Oktober 2014.

“Kami ingin menyampaikan keprihatinan. Kami ingin menyelamatkan Partai Golkar sebagai partai besar, partai yang bermartabat,” ujar Ginandjar saat membuka pernyataan resmi kader lintas generasi Partai Golkar di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, kemarin.

Ikut hadir bersama Ginandjar tokoh senior Golkar lainnya seperti Fahmi Idris, Andi Mattalatta, Zainal Bintang, Yoris Raweyai, Laurens Siburian, Ulfah Harmanto, dan Farida Syamsi. Sementara tokoh junior atau tokoh muda beringin diwakili Andi Sinulingga, Roosdinal Salim, dan Indra J. Piliang.

Roosdinal Salim saat membacakan seruan kader lintas generasi menyatakan, kontestasi Pileg dan Pilpres 2014 telah menunjukkan kegagalan Golkar. Dalam hal suara pileg, Golkar gagal memenuhi target di atas 20 persen perolehan suara. Kursi Golkar di DPR pun merosot dari raihan 106 menjadi 91 kursi saja. “Ini merupakan perolehan suara terendah sejak era reformasi,” cetus putra tokoh Golkar Emil Salim itu.

Kegagalan di pileg berimbas di pilpres. Roosdinal menyatakan, Ical “sapaan Aburizal Bakrie” gagal melaksanakan mandat rapat pimpinan nasional (rapimnas) terkait keputusan Golkar mencalonkan capres atau cawapres. Rendahnya elektabilitas Ical menjadi penyebab pada akhirnya Golkar merapat ke gerbong koalisi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. “Keputusan Partai Golkar mendukung Prabowo tidak didasari pertimbangan terukur. Dengan mengesampingkan sosok Jusuf Kalla (JK) yang merupakan tokoh Partai Golkar,” tegasnya.

Roosdinal menyebutkan, ancaman kegagalan bertambah dengan melihat hasil hitung cepat pilpres, yang mayoritas mengunggulkan Jokowi-JK sebagai pemenang. Kegagalan tersebut merupakan akumulasi kinerja kepemimpinan DPP Partai Golkar yang tidak menunjukkan diri sebagai partai modern. “Kebijakan selalu diambil dalam lingkungan tertutup dan terbatas, cenderung oligarki dan otoriter,” tandasnya.

Fahmi Idris menambahkan, jika tidak terjadi sesuatu yang prinsipiil, tentu tidak akan muncul acara untuk mendesak digelarnya munas. Berbagai peristiwa pascapileg menunjukkan bahwa keterampilan Golkar dalam berpolitik tidak tampak sama sekali. “Kekalahan Partai Golkar di lembaga legislatif ini yang menyebabkan perlunya perombakan di lembaga secara besar-besaran,” tutur dia.

Menurut Fahmi, Golkar tidak bisa dikelola layaknya sebuah perusahaan. Merujuk kasus tiga kader anggota Fraksi Partai Golkar, siapa yang berbeda pendapat tiba-tiba langsung dikeluarkan dari keanggotaan partai. Fahmi menilai seharusnya partai mengedepankan pendekatan merit system dengan menghargai perbedaan pilihan.

“Langkah terbaik, Saudara Aburizal sebaiknya mengundurkan diri. Tidak ada alasan Aburizal tampil. Sementara jejaknya telah merusak citra Partai Golkar,” cetusnya.

Sesuai dengan pasal 30 ayat 2A AD/ART Partai Golkar, munas partai digelar setiap lima tahun. Keputusan itu diambil pada Munas Golkar di Riau 8 Oktober 2009. Meski begitu, DPP berdalih bahwa munas bisa digelar pada 2015 sebagaimana rekomendasi hasil munas.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, percepatan munas tidak akan terjadi karena segala pergerakan partai harus mengikuti keputusan rapimnas yang telah diambil beberapa waktu lalu. “Golkar itu kuat karena ada sistem. Dan di dalam sistem itu ada aturan, ada AD/ART, ada keputusan rapimnas yang harus diikuti,” tuturnya. (bay/c9/fat)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/