26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pejabat Dinkes Asahan dan Rekanan Diadili

Foto: Bayu/PM Nasrun Achdar selaku rekanan dan Irfan Nasution selaku Pejabat Dinas Kesehatan Asahan, disidang
Foto: Bayu/PM
Nasrun Achdar selaku rekanan dan Irfan Nasution selaku Pejabat Dinas Kesehatan Asahan, disidang di PN Medan, Selasa (2/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes Dinas Kesehatan Asahan Tahun Anggaran 2012 yang bersumber dari dana APBN senilai Rp6,9 miliar, Irfan Nasution selaku Pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) Asahan dan Nasrun Achdar selaku Direktur PT Cahaya Anak Bangsa diadili di ruang Cakra VII Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (2/9) siang.

Keduanya didakwa merugikan negara Rp3,619 miliar dalam pengadaan Alkes dan kedokteran tahun 2012. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kisaran, Roy Tambunan dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim diketuai Parlindungan Sinaga SH menyebutkan, Dinkes Asahan pada Tahun Anggaran (TA) 2012 menerima dana sebesar Rp6,9 miliar bersumber dari APBN Perubahan untuk pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

Pelelangan proyek Alkes tersebut diikuti empat perusahaan, salah satunya PT Cahaya Anak Bangsa. Namun, lelang yang dilakukan diduga fiktif karena Herwanto selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sudah mengatur untuk memenangkan PT Cahaya Anak Bangsa.

“Terdakwa Irfan Nasution selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kemudian menetapkan PT CV Cahaya Anak Bangsa sebagai pemenang lelang karena ada arahan dari Herwanto,” kata jaksa. Setelah penandatanganan kontrak, terdakwa Nasrun Achdar menerima pembayaran uang muka sebesar 20 persen yakni Rp1,2 miliar.

Uang tersebut tidak digunakannya untuk pengadaan Alkes, namun dikirim kepada Ari Sumarto Taslim selaku rekanan. “Nasrun kembali menerima pembayaran untuk pelunasan pengadaan 100 persen sebesar Rp4,94 miliar pada 18 Desember 2014. Padahal, pengadaan Alkes yang seharusnya tuntas pada akhir Desember 2012 itu belum dilakukan,” jelas jaksa.

Nasrun bisa menerima pembayaran 100 persen setelah membuat laporan seolah-olah pekerjaan telah selesai 100 persen. Meski hal itu diketahui terdakwa Irfan Nasution, namun dia tidak menegurnya karena arahan Herwanto. Terdakwa pun tetap menyetujui pembayaran 100 persen kepada Nasrun.

Uang pelunasan pengadaan Alkes Rp4,94 miliar itu juga dikirim Nasrun kepada Ari Sumarto Taslim. Setelah itu, barulah Ari membeli alat-alat kesehatan dan kedokteran dari sejumlah perusahaan di Jakarta. Namun, nilai barang yang diterima Dinkes Asahan hanya Rp2,663 miliar. “Sisa uang yang masih ditangan Ari Sumarto Taslim diberikannya kepada sejumlah orang, diantaranya Herwanto sebesar Rp170 juta dan Irfan Nasution Rp20 juta,”kata jaksa.

Kerugian yang diderita negara akibat perbuatan para terdakwa tersebut mencapai Rp3,619 miliar. Hal itu sesuai laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut.

Untuk mempertanggung jawabkan perbuatan itu, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terkait dakwaan jaksa tersebut, penasihat hukum kedua terdakwa menyatakan tidak mengajukan keberatan (eksepsi). Sidang pun ditunda hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. (bay/deo)

Foto: Bayu/PM Nasrun Achdar selaku rekanan dan Irfan Nasution selaku Pejabat Dinas Kesehatan Asahan, disidang
Foto: Bayu/PM
Nasrun Achdar selaku rekanan dan Irfan Nasution selaku Pejabat Dinas Kesehatan Asahan, disidang di PN Medan, Selasa (2/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes Dinas Kesehatan Asahan Tahun Anggaran 2012 yang bersumber dari dana APBN senilai Rp6,9 miliar, Irfan Nasution selaku Pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) Asahan dan Nasrun Achdar selaku Direktur PT Cahaya Anak Bangsa diadili di ruang Cakra VII Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (2/9) siang.

Keduanya didakwa merugikan negara Rp3,619 miliar dalam pengadaan Alkes dan kedokteran tahun 2012. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kisaran, Roy Tambunan dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim diketuai Parlindungan Sinaga SH menyebutkan, Dinkes Asahan pada Tahun Anggaran (TA) 2012 menerima dana sebesar Rp6,9 miliar bersumber dari APBN Perubahan untuk pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

Pelelangan proyek Alkes tersebut diikuti empat perusahaan, salah satunya PT Cahaya Anak Bangsa. Namun, lelang yang dilakukan diduga fiktif karena Herwanto selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sudah mengatur untuk memenangkan PT Cahaya Anak Bangsa.

“Terdakwa Irfan Nasution selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kemudian menetapkan PT CV Cahaya Anak Bangsa sebagai pemenang lelang karena ada arahan dari Herwanto,” kata jaksa. Setelah penandatanganan kontrak, terdakwa Nasrun Achdar menerima pembayaran uang muka sebesar 20 persen yakni Rp1,2 miliar.

Uang tersebut tidak digunakannya untuk pengadaan Alkes, namun dikirim kepada Ari Sumarto Taslim selaku rekanan. “Nasrun kembali menerima pembayaran untuk pelunasan pengadaan 100 persen sebesar Rp4,94 miliar pada 18 Desember 2014. Padahal, pengadaan Alkes yang seharusnya tuntas pada akhir Desember 2012 itu belum dilakukan,” jelas jaksa.

Nasrun bisa menerima pembayaran 100 persen setelah membuat laporan seolah-olah pekerjaan telah selesai 100 persen. Meski hal itu diketahui terdakwa Irfan Nasution, namun dia tidak menegurnya karena arahan Herwanto. Terdakwa pun tetap menyetujui pembayaran 100 persen kepada Nasrun.

Uang pelunasan pengadaan Alkes Rp4,94 miliar itu juga dikirim Nasrun kepada Ari Sumarto Taslim. Setelah itu, barulah Ari membeli alat-alat kesehatan dan kedokteran dari sejumlah perusahaan di Jakarta. Namun, nilai barang yang diterima Dinkes Asahan hanya Rp2,663 miliar. “Sisa uang yang masih ditangan Ari Sumarto Taslim diberikannya kepada sejumlah orang, diantaranya Herwanto sebesar Rp170 juta dan Irfan Nasution Rp20 juta,”kata jaksa.

Kerugian yang diderita negara akibat perbuatan para terdakwa tersebut mencapai Rp3,619 miliar. Hal itu sesuai laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut.

Untuk mempertanggung jawabkan perbuatan itu, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terkait dakwaan jaksa tersebut, penasihat hukum kedua terdakwa menyatakan tidak mengajukan keberatan (eksepsi). Sidang pun ditunda hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. (bay/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/