26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kadar Emas Martabe Lebih Kecil Dibandingkan Pongkor

Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co Produksi dore di Tambang Emas Martabe, Tapsel, Sumut. Dore ini akan dibawa ke PT Antam untuk dimurnikan menjadi emas dan perak.
Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co
Produksi dore di Tambang Emas Martabe, Tapsel, Sumut. Dore ini akan dibawa ke PT Antam untuk dimurnikan menjadi emas dan perak.

Catatan: Dame Ambarita, Martabe & Pongkor

 

Sama-sama tergolong tipe high sulfidation, tambang emas Martabe di Batangtoru dan tambang emas Antam di Pongkor harus rajin-rajin mengeruk bebatuan. Maklum dari 1 ton bebatuan mengandung emas yang mereka keruk dan olah, hanya sedikit emas yang bisa diperoleh.

”Dari 1 ton bijih emas atau ore yang kami keruk, kami bisa memperoleh 8 gram emas,” kata Dedy Syamsudin, Vice President Operasional Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor.

Berbeda halnya dengan Martabe, dari 1 ton bijih emas yang mereka keruk, emas yang mereka peroleh hanya 2 gram. Artinya, Pongkor unggul 4 kali lipat.

Meski demikian, volume produksi emas Antam berasal dari Pongkor hanya ditarget 1.700 kg per tahun. Bandingkan dengan Martabe yang bisa berproduksi per tahun sebesar 250.000 ounce emas dan 2-3 juta ounce perak atau sekitar 7.775 kg per tahun. Artinya, meski kadar emas di Martabe lebih kecil dibandingkan Pongkor –hanya 2 gram emas dari 1 ton raw material–, namun total produksi Martabe lebih besar. Ini terjadi karena kapasitas bijih emas yang dikeruk dan diolah Martabe per harinya lebih banyak dibandingkan Pongkor.

Katarina Siburian selaku Senior Corporate Communications Manager of Gold Mining Martabe menjelaskan, tambang Emas Martabe kini telah memiliki sumberdaya 8,1 juta ounce emas dan 73,8 juta ounce perak dan mulai berproduksi penuh pada awal 2013.

Mengapa Pongkor tidak berproduksi besar-besaran seperti Martabe?

”Mendulang emas memang tidak gampang, dibutuhkan keahlian dan kesabaran. Dari batu digerus menjadi lumpur, kemudian diolah menjadi emas mentah,” kata Dedy Syamsudin.

Pongkor adalah tambang bawah tanah sehingga penambangan emasnya harus melalui serangkaian proses pemboran, peledakan, pengerukan, pengangkutan, dan penimbunan kembali. Dengan cara ini, penggalian agak terbatas.

Sumutpos.Co yang berkunjung ke Pongkor dibawa naik mobil menembus terowongan bawah tanah. Untuk mendapatkan emas dari 3 urat kuarsa yaitu urat Ciguha, urat Kubang Kicau, dan urat Ciurug, Antam membangun terowongan utama berdiameter 3,3 meter setinggi 3 meter.

Jika terus diikuti, terowongan ini akan tembus ke Gunung Pongkor yang jauhnya sekitar 4 kilometer, meliuk ke beberapa arah. Pintu dari portal beton adalah satu-satunya tempat keluar masuk karyawan tambang.

Dalam terowongan ini, terdapat 4 lubang besar sebagai ventilasi. Dengan ventilasi semacam ini, orang bisa tahan tinggal selama dua hari dalam terowongan tanpa harus kehabisan udara bersih,

”Jika tidak kenal lokasi, bisa tersesat di sini,” kata Nasrul, pemandu kami.

Terowongan itu sebagian ditopang dengan semen dan balok. Sebagian besar tanpa penopang, karena dinding bebatuan cukup keras. Troli-troli pengangkut bijih emas biasanya lewat dari terowongan itu.

Kamera saya tidak mampu mengambil foto yang bagus dalam kegelapan terowongan, karena mobil tidak diizinkan berhenti mengingat jadwal pengangkutan troli yang ketat. Sementara mengambil foto dari dalam mobil yang melaju, hasilnya kurang bagus.

Kabel-kabel berukuran besar dan kecil terlihat menempel di dinding. Ada kabel listrik, kabel air, kabel udara, dan sebagainya. Beberapa pekerja tambang terlihat di sisi terowongan. Namun tidak terlihat aktivitas penggalian di sepanjang terowongan yang dilalui.

”Mereka bekerja di ’lubang’ masing-masing. Jalur yang kita lalui itu adalah jalur troli,” jelas Nasrul. Di ’lubang’ itulah dilakukan peledakan dan pengerukan. Sayang, kami tidak bisa melihat pengerukan yang sedang berlangsung.

Karena menambang di bawah tanah, apalagi sambil menjaga kelestarian hutan lindung inilah, tambang emas Pongkor terbatas dalam pengerukan bijih emas. Berbeda dengan tambang Martabe yang bisa mengeruk bebatuan sesuai kapasitas yang diinginkan di permukaan, dengan peralatan berat yang banyak dan berkualitas. (bersambung)

Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co Produksi dore di Tambang Emas Martabe, Tapsel, Sumut. Dore ini akan dibawa ke PT Antam untuk dimurnikan menjadi emas dan perak.
Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co
Produksi dore di Tambang Emas Martabe, Tapsel, Sumut. Dore ini akan dibawa ke PT Antam untuk dimurnikan menjadi emas dan perak.

Catatan: Dame Ambarita, Martabe & Pongkor

 

Sama-sama tergolong tipe high sulfidation, tambang emas Martabe di Batangtoru dan tambang emas Antam di Pongkor harus rajin-rajin mengeruk bebatuan. Maklum dari 1 ton bebatuan mengandung emas yang mereka keruk dan olah, hanya sedikit emas yang bisa diperoleh.

”Dari 1 ton bijih emas atau ore yang kami keruk, kami bisa memperoleh 8 gram emas,” kata Dedy Syamsudin, Vice President Operasional Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor.

Berbeda halnya dengan Martabe, dari 1 ton bijih emas yang mereka keruk, emas yang mereka peroleh hanya 2 gram. Artinya, Pongkor unggul 4 kali lipat.

Meski demikian, volume produksi emas Antam berasal dari Pongkor hanya ditarget 1.700 kg per tahun. Bandingkan dengan Martabe yang bisa berproduksi per tahun sebesar 250.000 ounce emas dan 2-3 juta ounce perak atau sekitar 7.775 kg per tahun. Artinya, meski kadar emas di Martabe lebih kecil dibandingkan Pongkor –hanya 2 gram emas dari 1 ton raw material–, namun total produksi Martabe lebih besar. Ini terjadi karena kapasitas bijih emas yang dikeruk dan diolah Martabe per harinya lebih banyak dibandingkan Pongkor.

Katarina Siburian selaku Senior Corporate Communications Manager of Gold Mining Martabe menjelaskan, tambang Emas Martabe kini telah memiliki sumberdaya 8,1 juta ounce emas dan 73,8 juta ounce perak dan mulai berproduksi penuh pada awal 2013.

Mengapa Pongkor tidak berproduksi besar-besaran seperti Martabe?

”Mendulang emas memang tidak gampang, dibutuhkan keahlian dan kesabaran. Dari batu digerus menjadi lumpur, kemudian diolah menjadi emas mentah,” kata Dedy Syamsudin.

Pongkor adalah tambang bawah tanah sehingga penambangan emasnya harus melalui serangkaian proses pemboran, peledakan, pengerukan, pengangkutan, dan penimbunan kembali. Dengan cara ini, penggalian agak terbatas.

Sumutpos.Co yang berkunjung ke Pongkor dibawa naik mobil menembus terowongan bawah tanah. Untuk mendapatkan emas dari 3 urat kuarsa yaitu urat Ciguha, urat Kubang Kicau, dan urat Ciurug, Antam membangun terowongan utama berdiameter 3,3 meter setinggi 3 meter.

Jika terus diikuti, terowongan ini akan tembus ke Gunung Pongkor yang jauhnya sekitar 4 kilometer, meliuk ke beberapa arah. Pintu dari portal beton adalah satu-satunya tempat keluar masuk karyawan tambang.

Dalam terowongan ini, terdapat 4 lubang besar sebagai ventilasi. Dengan ventilasi semacam ini, orang bisa tahan tinggal selama dua hari dalam terowongan tanpa harus kehabisan udara bersih,

”Jika tidak kenal lokasi, bisa tersesat di sini,” kata Nasrul, pemandu kami.

Terowongan itu sebagian ditopang dengan semen dan balok. Sebagian besar tanpa penopang, karena dinding bebatuan cukup keras. Troli-troli pengangkut bijih emas biasanya lewat dari terowongan itu.

Kamera saya tidak mampu mengambil foto yang bagus dalam kegelapan terowongan, karena mobil tidak diizinkan berhenti mengingat jadwal pengangkutan troli yang ketat. Sementara mengambil foto dari dalam mobil yang melaju, hasilnya kurang bagus.

Kabel-kabel berukuran besar dan kecil terlihat menempel di dinding. Ada kabel listrik, kabel air, kabel udara, dan sebagainya. Beberapa pekerja tambang terlihat di sisi terowongan. Namun tidak terlihat aktivitas penggalian di sepanjang terowongan yang dilalui.

”Mereka bekerja di ’lubang’ masing-masing. Jalur yang kita lalui itu adalah jalur troli,” jelas Nasrul. Di ’lubang’ itulah dilakukan peledakan dan pengerukan. Sayang, kami tidak bisa melihat pengerukan yang sedang berlangsung.

Karena menambang di bawah tanah, apalagi sambil menjaga kelestarian hutan lindung inilah, tambang emas Pongkor terbatas dalam pengerukan bijih emas. Berbeda dengan tambang Martabe yang bisa mengeruk bebatuan sesuai kapasitas yang diinginkan di permukaan, dengan peralatan berat yang banyak dan berkualitas. (bersambung)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/