31.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Martabe Terbuka, Pongkor Meliuk di Bawah Hutan Lindung

Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co Tambang emas Martabe di Tapsel, Sumatera Utara termasuk tambang terbuka.
Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co
Tambang emas Martabe di Tapsel, Sumatera Utara termasuk tambang terbuka.

Catatan: Dame Ambarita, Martabe & Pongkor

 

Akhir Agustus baru lalu, Sumutpos.Co berkesempatan mengunjungi tambang emas milik PT Antam di Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sering dikenal sebagai tambang emas Pongkor. Beberapa bulan sebelumnya, Sumutpos.Co telah berkunjung ke tambang emas Martabe di Batangtoru Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Menarik mencermati persamaan dan perbedaan kedua tambang emas ini.

Tambang emas Martabe milik swasta, dengan saham mayoritas dipegang G-Resources Group Ltd sebesar sembilanpuluh lima persen, dan pemegang 5 persen saham lainnya adalah PT Artha Nugraha Agung, yang tujuhpuluh persen sahamnya dimiliki Pemkab Tapanuli Selatan dan 30 persen dimiliki oleh Pemprov Sumatera Utara.

Tambang ini berada di bumi Sumatera Utara, persisnya di Batangtoru, Tapanuli Selatan. Tambang yang sudah dieksplorasi sejak tahun 1997 namun baru berproduksi tahun 2012 ini merupakan tambang terbuka. Tambang ini memproduksi emas dan perak, dengan kadar 20:80, 20 persen emas 80 persen perak.

”Tambang terbuka dicirikan dengan bentuk tambang berupa corong (kerucut terbalik) di permukaan bumi,” kata Prof Dr Ir Ridho Kresna Wattimena MT, Guru Besar ITB yang turut serta dalam kunjungan ke tambang emas Pongkor.

Dalam tambang terbuka, lapisan penutup dikupas dan diangkut ke suatu daerah pembuangan yang tidak ada endapan ekonomis di bawahnya. Tambang jenis ini kerap ditemui di tambang batubara. Namun tambang emas Martabe di Tapsel memiliki karakter tambang terbuka. Ini karena karakter emas di Tapsel bukan sistem urat, melainkan tersebar di bebatuan permukaan.

Nah, berbeda dengan Martabe, tambang emas Pongkor adalah tambang bawah tanah. ”Tambang bawah tanah di Pongkor ini jenis cut and fill. Metode ini menggunakan sistem penyangga dengan material pengisi dan juga penyanggaan secara sistematis dengan salahsatu material penyangga buatan,” jelas Ridho.

Cara ini membutuhkan biaya tinggi. Karenannya hanya endapan-endapan bijih yang bernilai tinggi saja yang ditambang dengan cara ini.

Penambangan emas Pongkor dilakukan di bawah tanah, karena lokasinya berada di areal Taman Nasional Gunung Halimun. Karena hutan lindung tidak boleh diganggu, PT Antam menyiasati dengan melakukan penambangan bawah tanah hingga kedalaman 500 sampai 700 meter di bawah permukaan bumi. Lagipula, emas di Pongkor memiliki sistem urat. Jalurnya bisa diikuti. Arah penggalian pun secara umum mengikuti arah endapan emas, meski tetap dirancang agar tidak mengganggu hutan lindung.

Tentang historis tambang, menurut Dedy Syamsudin, Vice President Operasional Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor, Antam (BUMN) selaku pemilik hak penambangan di Pongkor hingga tahun 2019 telah menambang di Pongkor sejak 1994.

”Indikasi adanya deposit emas di Pongkor ditemukan oleh Unit Geomin pada tahun 1981. Izin diperoleh tahun 1992, dan produksi dimulai pada tahun 1994,” kata Dedy saat menerima Sumutpos.Co dan sejumlah rekan media dari Sumatera Utara, di kantornya. Jika dihitung sejak tahun mulai produksi, artinya saat ini usia Pongkor sudah 20 tahun.

Tambang emas Pongkor memiliki tiga urat emas utama yakni Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug. Pada awal bulan Juni 2013, ANTAM telah memperoleh perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk tambang emas Pongkor sampai dengan tahun 2021.

Pertambangan merupakan sektor kunci perekonomian Afrika Selatan.
Tambang tertutup-Ilustrasi.

Dibandingkan Pongkor, usia Martabe lebih muda. Menurut Katarina Siburian selaku Senior Corporate Communications Manager of Gold Mining Martabe, eksplorasi telah dilakukan sejak tahun 1997, di bawah bendera perusahaan PT Danau Toba Mining. Perusahaan milik Normandy Anglo Asia Pte. Ltd itu memasuki Tanah Batak tahun 1996 dan menemukan beberapa prospek. Seperti Simarpinggan (Kapur-Gambir), Aek Pahu (Batangtoru), dan Dolok Pinapan (Banuarea, Taput) pada tahun 1996.

Menduga ada cadangan yang cukup, setahun berikutnya PT Danau Toba Mining menandatangani wilayah Kontrak Karya Generasi VI dengan luas 659.060 hektare, meliputi Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, dan Padangsidimpuan.

Akhir tahun 1998, hasil dari kegiatan pemboran di berbagai titik, didapatkan alterasi dan mineralisasi yang menjanjikan di Bukit Purnama (Tor Sipalpal atau Pit 1 Martabe saat ini). Namun karena cadangan dianggap tidak sesuai yang mereka harapkan, perusahaan tidak melanjutkan sampai ke tahap eksploitasi.

”Tahun 2001, PT Danau Toba Mining digantikan oleh PT Horas Nauli (PT HN) untuk mengembangkan Proyek Tambang Emas Martabe. Namun hitung-hitungan PT HN juga memutuskan cadangan emas tidak sebesar yang mereka inginkan. Dua tahun berikutnya, Horas Nauli mundur, digantikan PT Newmont Horas Nauli,” kata Katarina.

Tiga tahun berikutnya, Newmont Horas Nauli juga ikut mundur dan digantikan PT Agincourt Resources (Martabe), untuk melanjutkan pengembangan Proyek Tambang Emas Martabe.

Setelah eksplorasi yang memakan waktu lama, Martabe akhirnya produksi perdana tahun 2012. Artinya jika dihitung dari tahun pertama produksi, saat ini Martabe baru masuk ke tahun ketiga. Masih seumur jagung dibandingkan usia Pongkor. (bersambung)

Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co Tambang emas Martabe di Tapsel, Sumatera Utara termasuk tambang terbuka.
Foto: Dame Ambarita/Sumutpos.Co
Tambang emas Martabe di Tapsel, Sumatera Utara termasuk tambang terbuka.

Catatan: Dame Ambarita, Martabe & Pongkor

 

Akhir Agustus baru lalu, Sumutpos.Co berkesempatan mengunjungi tambang emas milik PT Antam di Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sering dikenal sebagai tambang emas Pongkor. Beberapa bulan sebelumnya, Sumutpos.Co telah berkunjung ke tambang emas Martabe di Batangtoru Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Menarik mencermati persamaan dan perbedaan kedua tambang emas ini.

Tambang emas Martabe milik swasta, dengan saham mayoritas dipegang G-Resources Group Ltd sebesar sembilanpuluh lima persen, dan pemegang 5 persen saham lainnya adalah PT Artha Nugraha Agung, yang tujuhpuluh persen sahamnya dimiliki Pemkab Tapanuli Selatan dan 30 persen dimiliki oleh Pemprov Sumatera Utara.

Tambang ini berada di bumi Sumatera Utara, persisnya di Batangtoru, Tapanuli Selatan. Tambang yang sudah dieksplorasi sejak tahun 1997 namun baru berproduksi tahun 2012 ini merupakan tambang terbuka. Tambang ini memproduksi emas dan perak, dengan kadar 20:80, 20 persen emas 80 persen perak.

”Tambang terbuka dicirikan dengan bentuk tambang berupa corong (kerucut terbalik) di permukaan bumi,” kata Prof Dr Ir Ridho Kresna Wattimena MT, Guru Besar ITB yang turut serta dalam kunjungan ke tambang emas Pongkor.

Dalam tambang terbuka, lapisan penutup dikupas dan diangkut ke suatu daerah pembuangan yang tidak ada endapan ekonomis di bawahnya. Tambang jenis ini kerap ditemui di tambang batubara. Namun tambang emas Martabe di Tapsel memiliki karakter tambang terbuka. Ini karena karakter emas di Tapsel bukan sistem urat, melainkan tersebar di bebatuan permukaan.

Nah, berbeda dengan Martabe, tambang emas Pongkor adalah tambang bawah tanah. ”Tambang bawah tanah di Pongkor ini jenis cut and fill. Metode ini menggunakan sistem penyangga dengan material pengisi dan juga penyanggaan secara sistematis dengan salahsatu material penyangga buatan,” jelas Ridho.

Cara ini membutuhkan biaya tinggi. Karenannya hanya endapan-endapan bijih yang bernilai tinggi saja yang ditambang dengan cara ini.

Penambangan emas Pongkor dilakukan di bawah tanah, karena lokasinya berada di areal Taman Nasional Gunung Halimun. Karena hutan lindung tidak boleh diganggu, PT Antam menyiasati dengan melakukan penambangan bawah tanah hingga kedalaman 500 sampai 700 meter di bawah permukaan bumi. Lagipula, emas di Pongkor memiliki sistem urat. Jalurnya bisa diikuti. Arah penggalian pun secara umum mengikuti arah endapan emas, meski tetap dirancang agar tidak mengganggu hutan lindung.

Tentang historis tambang, menurut Dedy Syamsudin, Vice President Operasional Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor, Antam (BUMN) selaku pemilik hak penambangan di Pongkor hingga tahun 2019 telah menambang di Pongkor sejak 1994.

”Indikasi adanya deposit emas di Pongkor ditemukan oleh Unit Geomin pada tahun 1981. Izin diperoleh tahun 1992, dan produksi dimulai pada tahun 1994,” kata Dedy saat menerima Sumutpos.Co dan sejumlah rekan media dari Sumatera Utara, di kantornya. Jika dihitung sejak tahun mulai produksi, artinya saat ini usia Pongkor sudah 20 tahun.

Tambang emas Pongkor memiliki tiga urat emas utama yakni Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug. Pada awal bulan Juni 2013, ANTAM telah memperoleh perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk tambang emas Pongkor sampai dengan tahun 2021.

Pertambangan merupakan sektor kunci perekonomian Afrika Selatan.
Tambang tertutup-Ilustrasi.

Dibandingkan Pongkor, usia Martabe lebih muda. Menurut Katarina Siburian selaku Senior Corporate Communications Manager of Gold Mining Martabe, eksplorasi telah dilakukan sejak tahun 1997, di bawah bendera perusahaan PT Danau Toba Mining. Perusahaan milik Normandy Anglo Asia Pte. Ltd itu memasuki Tanah Batak tahun 1996 dan menemukan beberapa prospek. Seperti Simarpinggan (Kapur-Gambir), Aek Pahu (Batangtoru), dan Dolok Pinapan (Banuarea, Taput) pada tahun 1996.

Menduga ada cadangan yang cukup, setahun berikutnya PT Danau Toba Mining menandatangani wilayah Kontrak Karya Generasi VI dengan luas 659.060 hektare, meliputi Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, dan Padangsidimpuan.

Akhir tahun 1998, hasil dari kegiatan pemboran di berbagai titik, didapatkan alterasi dan mineralisasi yang menjanjikan di Bukit Purnama (Tor Sipalpal atau Pit 1 Martabe saat ini). Namun karena cadangan dianggap tidak sesuai yang mereka harapkan, perusahaan tidak melanjutkan sampai ke tahap eksploitasi.

”Tahun 2001, PT Danau Toba Mining digantikan oleh PT Horas Nauli (PT HN) untuk mengembangkan Proyek Tambang Emas Martabe. Namun hitung-hitungan PT HN juga memutuskan cadangan emas tidak sebesar yang mereka inginkan. Dua tahun berikutnya, Horas Nauli mundur, digantikan PT Newmont Horas Nauli,” kata Katarina.

Tiga tahun berikutnya, Newmont Horas Nauli juga ikut mundur dan digantikan PT Agincourt Resources (Martabe), untuk melanjutkan pengembangan Proyek Tambang Emas Martabe.

Setelah eksplorasi yang memakan waktu lama, Martabe akhirnya produksi perdana tahun 2012. Artinya jika dihitung dari tahun pertama produksi, saat ini Martabe baru masuk ke tahun ketiga. Masih seumur jagung dibandingkan usia Pongkor. (bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/