SUMUTPOS.CO- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai presiden terpilih Joko Widodo lihai bermain silat lidah bekenaan dengan 16 orang jumlah menteri untuk partai politik ‘profesional’.
“Bila dulu kita menyebutnya dari partai politik, sekarang ditambah embel-embel ‘profesional’,” kata Ketua DPP PKS, Aboe Bakar Al Habsy dalam keterangan persnya, Rabu (17/9).
Saat Jokowi kampanye koalisi tanpa syarat dan tidak ada bagi-bagi kursi menteri, Aboe Bakar membayangkan kabinet Jokowi memang 100 persen diisi orang profesional. Namun ternyata sama dengan sekarang, 34 pos kementerian.
Untuk diketahui, KIB I kebinet SBY-JK ada 16 menteri dari parpol, dan KIB II kabinet SBY-Boediono ada 14 menteri dari parpol.
“Bedanya adalah, dulu SBY tidak pernah berkoar akan membuat kabinet profesional dan tidak bagi-bagi kursi menteri, tidak pernah berjanji akan buat koalisi tanpa syarat,” sindir Anggota Komisi III DPR ini.
Aboe Bakar sendiri lantas menyerahkan kepada rakyat untuk menilai bagaimana konsistensi dari pemimpinnya, apakah omongannya bisa dipegang atau tidak.
“Saya rasa publik sudah sangat cerdas untuk menilai hal itu,” tandasnya. (rus/rmo/jpnn)
SUMUTPOS.CO- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai presiden terpilih Joko Widodo lihai bermain silat lidah bekenaan dengan 16 orang jumlah menteri untuk partai politik ‘profesional’.
“Bila dulu kita menyebutnya dari partai politik, sekarang ditambah embel-embel ‘profesional’,” kata Ketua DPP PKS, Aboe Bakar Al Habsy dalam keterangan persnya, Rabu (17/9).
Saat Jokowi kampanye koalisi tanpa syarat dan tidak ada bagi-bagi kursi menteri, Aboe Bakar membayangkan kabinet Jokowi memang 100 persen diisi orang profesional. Namun ternyata sama dengan sekarang, 34 pos kementerian.
Untuk diketahui, KIB I kebinet SBY-JK ada 16 menteri dari parpol, dan KIB II kabinet SBY-Boediono ada 14 menteri dari parpol.
“Bedanya adalah, dulu SBY tidak pernah berkoar akan membuat kabinet profesional dan tidak bagi-bagi kursi menteri, tidak pernah berjanji akan buat koalisi tanpa syarat,” sindir Anggota Komisi III DPR ini.