MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua rekanan dalam proyek pengerjaan tender proyek peremajaan pekerjaan life time extention (LTE) Gas Turbin (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Blok II Belawan senilai Rp 2,3 triliun, dituntut masing-masing 10 tahun dan lima tahun penjara.
“Terdakwa M. Bahalwan dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang dapat merugikan negara dan memperkaya orang lain atau suatu korporasi. Kami meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 1,5 miliar dan subsidair 8 bulan,” jelas JPU, pada sidang di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Jumat (19/9).
M Bahalwan adalah Direktur Operasional Mapna Indonesia, yang menangani proyek tersebut.
JPU juga meminta terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 2,3 triliun, dengan ketentuan jika tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi membayar kerugian negara, maka diganti dengan penjara selama 5 tahun.
“Khusus untuk terdakwa M. Bahalwan, juga dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang. Apabila harta bendanya tak cukup membayar uang pengganti, akan diganti dengan 5 tahun kurungan,” tambahnya.
Sementara untuk Supra Dekanto, mantan Direktur Utama PT NTP, dituntut hukuman penjara selama 5 tahun penjara, dengan denda Rp 500 juta dan subsider 6 bulan.
Usai membacakan tuntutannya, para terdakwa melalui penasehat hukumnya masing-masing akan mengajukan pleidoi atau pembelaannya pada, Rabu (24/9) mendatang.
“Saya dan penasehat hukum masing-masing akan menyampaikan pembelaan pada persidangan yang akan datang,” jelas terdakwa.
Untuk dua rekanan, M. Bahalwan dan Supra Dekanto, sempat memohon kepada majelis hakim agar pembelaannya diundur, Jumat (26/9) mendatang. “Untuk menyiapkan berkas pembelaan, kami mohon agar diberikan tenggat waktu sampai hari Jumat, karena kalau sampai hari Rabu nanti, belum bisa yang mulia,” pinta M. Bahalwan.
Setelah berunding, akhirnya majelis hakim yang diketuai oleh, SB Hutagalung, SH, ini pun mengabulkan permintaannya.
Usai persidangan, saat ditanyai M. Bahalwan mengaku adanya persaingan usaha dan politik dengan pabrikan lain PT Siemens.
“Menurut saya di sini sudah ada politik dan adanya persaingan usaha yang ingin saya dipenjara. Padahal di sini tidak ada negara dirugikan. Sesuai kontrak 132 MW, tetapi nyatanya dayanya 145 MW. ”’Kan negara diuntungkan,” ungkapnya.
Lanjutnya, untuk dugaan adanya persaingan bisnis antara perusahaannya dengan Siemens, dikarenakan takut kalau proyek akan jatuh kepadanya.
“Di Indonesia ini ada 10 mesin dan 6 mesin berada di Muara Tawar dan yang pegang proyek tender itu PT Siemens selama 8 tahun bersama PLN dengan biaya yang sangat besar sampai puluhan triliun. Kan seharusnya itu kembali ditender, tetapi Siemens nggak mau karena takut saya masukkan tender dengan harga murah. Jadinya hal inilah yang saya duga adanya permainan dalam persaingan bisnis agar saya dipenjara,” kesalnya. (bay/bd)