25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Polonia Lokasi yang Pas

Wacana Pemindahan Balai Kota

MEDAN- Wacana pemindahan Balai Kota dan Gedung DPRD Kota Medan yang dilontarkan Wali Kota Medan Rahudman Harahap disambut positif kalangan anggota dewan. Bahkan, dewan berharap agar wacana ter sebut dapat segera direalisasikan.

“Maunya memang, ada suatu kawasan khusus di mana antara pusat pemerintahan, pusat bisnis serta lainnya menjadi satu. Maka dari itu, kalau memang ada rencana seperti itu harusnya sudah ada perencanaan dari sekarang kawasan mana yang akan dipilih,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Medan August Napitupulu yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (3/3).

Hal senada juga dikatakan Landen Marbun, politisi asal Partai Damai Sejahtera (PDS). Dia menuturkan, pemindahan Balai Kota dan gedung dewan merupakann rencana yang lazim dilakukan.

“Jika memang ini akan dipindahkan, sebenarnya ini akan menambah nilai, baik itu nilai pertumbuhan perekonomian serta lainnya,” katanya. Karenanya, Landen berharap, mulai sekarang Pemko segera mencari lokasi yang lebih representatif.

Wakil Ketua DPRD Medan lainnya Ikrimah Hamidy juga menyambut baik wacana yang dilontarkan Rahudman Harahap. Ikrimah menyatakan, rencana tersebut sebenarnya sudah ada pembicaraan antara Pemko Medan dan DPRD Medan dengan Departemen Pertahanan (Dephan) beberapa waktu lalu.

“Sebenarnya, pertemuan dengan Dephan beberapa waktu lalu selain membahas masalah tanah Sari Rejo, juga membahas mengenai hal ini. Tapi masalahnya, untuk Dephan Cq Kasau konsep pertahanan Sumatera Utara masih di Polonia,” terang Ikrimah.

Lebih lanjut Ikrimah menyatakan, rencana pemindahan kantor kota Medan dan Gedung DPRD Medan tersebut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan juga berada di kawasan Polonia. “Tidak di pemukiman warga, di Polonia itu kan luas. Kira-kira 30 hektar yang dipakai untuk lokasi pemerintahan,” terangnya.

Ferdinad L Tobing juga mengaku mendukung wacana tersebut. Politisi Golkar ini mengutarakan, memang sudah pantas dilakukan perluasan dan pembangunan. Karena baik Balai Kota maupun gedung DPRD Medan sudah dirasa begitu sempit.

“Melihat kondisi kantor DPRD Medan sekarang ini yang kurang representatif, memang sudah pantas untuk perluasan bangunan dan lahan. Lihat saja, ruangan sidang paripurna dan komisi kurang memadai karena sempit sementara tak mungkin untuk diperluas,” ujarnya.

Menurut Ferdinand, pernyataan Wali Kota Medan Rahudman Harahap terkait wacana pemindahan kantor Walikota Medan dan DPRD Medan saat rapat di hadapan sejumlah pemimpin hotel berbintang di Medan, Rabu (2/2) lalu pantas disikapi. “Apalagi tujuannya untuk peningkatan perekonomian masyarakat Medan ekonomi lemah”, papar politisi Golkar ini.

Ferdinand manambahkan, melihat kondisi bangunan kantor DPRD Medan sekarang butuh perbaikan dan perluasan lahan. Sementara perluasan lahan tidak memungkinkan. Maka sekalipun gedung direhab, tetap saja lokasi tidak memadai untuk lahan parkir, artinya tetap butuh perluasan. Untuk menghindari biaya mubajir, sangat lebih bagus jika pemindahan lebih dini. Karena jika saja peruntukan anggaran biaya rehap digunakan untuk ganti rugi lahan baru dinilai suatu penghematan.

Ditambahkan Ferdinand, memang idealnya suatu kota, alangkah baiknya jika wilayah perkantoran dengan wilayah bisnis terpisah. Sehingga aktifitas masing masing tidak terganggu. Bahkan, kata Ferdinand, dengan pemindahan beberapa kantor pemerintah ke suatu tempat, maka sekitar lokasi perkantoran yang baru pasti menghidupkan roda perekonomian masyarakat kecil disana. Bahkan pertumbuhan ekonomi masyarakat pun berjalan dengan baik dan merata.

Sementara, Pengamat Ekonomi dari Universitas Sumatera Utara Jhon Tahbu Ritonga mengatakan, pemindahan Balai Kota dan Gedung DPRD Medan tersebut harus melihat lokasi yang beran-benar representatif. Kalau lokasi pemindahan yang dipakai adalah juga lokasi yang rawan kemacetan dan sebagainya, bukan mustahil roda pertumbuhan perekonomian juga tidak berdampak signifikan.

“Kalau pindahnya di lokasi rawan macet, sama saja. Nggak ada perubahan. Namun, kalau lokasinya memang tepat dan memadai, secara otomatis roda perekonomian, pemerintahan serta bidang lainnya akan juga semakin baik,” katanya.

Lebih lanjut John Tahbu menyatakan, itu juga bisa diraih jika rencana pembangunan pusat pemerintahan itu tidak tanggung-tanggung alias menyeluruh. Misalnya, di areal yang bakal dibangun sebagai kantor wali kota dan gedung dewan tersebut, juga ada fasilitas pusat perbelanjaan serta fasilitas-fasilitas lainnya. John Tahbu mencontohkan, adalah areal Komlpek Tun Abdul Razak di Penang Malaysia.

“Kalau membuat rencana itu untuk 100 tahun ke depan, jangan sampai 2020 atau 2030 saja. Kalau memang 100 tahun ke depan, buat seperti di Komplek Tun Abdul Razak Malaysia. Di situ semua pusatnya, mengurus izin, pusat perbelanjaan hanya dengan berjalan kaki. Kalau mau tinggi, sekalian 100 tingkat. Jadi, semua pelayanan perizinan ada di situ. Semua fasilitas teknologi canggih tersedia,” tegasnya.

Tak jauh berbeda dengan analisys Pengamat Tata Kota Medan Rafriandi Nasution. Dirinya menilai, wacana tersebut adalah relaistis. “Ini realistis, jika dilihat dari beberapa aspek yakni, Medan sebagai Kota Metropolitan baru, arus urbanisasi ke kota, perluasan pelayanan terpadu kepada masyarakat dan melaksanakan peraturan pemerintah bahwa bangunan harus 50 meter dari pinggiran sungai. Alasan lainnya adalah citra dan kebanggaan warga kota secara luas, keamanan dan kenyamanan serta fasilitas informasi teknologi kota,” katanya.

Ditambahkannya, dengan keberadaan kantor kota dan gedung dewan yang baru tersebut, harusnya juga difasilitasi tekonolgi canggih dan sebagainya.

Selain itu pula, semua perizinan harus ditampung di kantor tersebut. Jadi, kantor-kantor Pemko Medan lainnya yakni, Kantor SKPD bisa dijadikan sarana lainnya.

Untuk gedung Balai Kota dan Gedung dewan yang ditinggalkan, ada baiknya dijadikan lokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH).(ari)

Jangan Jadi Hotel atau Mall

Munculnya wacana Balai Kota dan gedung DPRD Kota Medan bakal dipindah, memunculkan anggapan, kedua gedung pemerintahan tersebut bakal dijual. Namun, anggapan tersebut langsung dibantah mentah-mentah oleh Wali Kota Medan Rahudman Harahap dan Wakil Ketua DPRD Kota Medan Ikrimah Hamidy dan August Napitupulu.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap saat dikonfirmasi soal masalah ini menyatakan, anggapan tersebut sama sekali tidak benar. “Inikan masih wacana. Gila itu, mana ada kabar itu,” katanya. Saat ditanya lagi siapa yang gila, Rahudman hanya tersenyum dan meninggalkan wartawan Sumut Pos.

Bantahan juga muncul dari dua Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy dan August Napitupulu. Mereka menyatakan, sampai saat ini belum ada kabar negosiasi jual beli yang dilakukan Pemko Medan dan DPRD Medan dengan pihak pembeli manapun.

“Baru tahu dari Anda. Sampai saat ini, kami belum menerima laporan itu. Kalau memang ada tidak mungkin tidak melibatkan DPRD Medan,” kata August.

Ikrimah juga menyatakan hal yang sama. “Belum, dan setahu saya belum ada negosiasi jual beli. Apalagi dengan pengusaha besar dari Jakarta,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Medan Aripay Tambunan lebih menyoroti mengenai pernyataan Rahudman. Dimana Rahudman telah mengeluarkan instruksi tidak boleh ada lagi hotel atau mall yang berdiri di inti kota.
“Kita akan kawal pernyataan itu. Apalagi, kalau memang Balai Kota dan gedung DPRD Medan ini dijual, pasti akan jadi pusat perbelanjaan, hotel dan sebagainya. Kita akan pertanyakan itu,” tukasnya.

Diketahui, luas Balai Kota Medan adalah 15 ribu meter persegi, dan memiliki Sertifikat Hak Pakai BPN Medan No 1265 tanggal 22 Januari 1997. Tanah Balai Kota itu sendiri dibeli dari Johanes Leo pada 23 September 1987 dan dimulai pembangunannya pada 1989 berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kala itu. Baru dipergunakan pada 1990 masa Wali Kota Medan AS Rangkuti. Pihak Pemko Medan yang menandatangani jual beli tersebut adalah Maulana Pohan, sementara jumlah uang jual belinya sebesar Rp90 juta. Sementara itu, Gedung DPRD Medan memiliki luas 5.354 meter persegi, dengan Sertifikat Hak Pakai BPN Medan No 823 Tahun 1981. (ari)

Wacana Pemindahan Balai Kota

MEDAN- Wacana pemindahan Balai Kota dan Gedung DPRD Kota Medan yang dilontarkan Wali Kota Medan Rahudman Harahap disambut positif kalangan anggota dewan. Bahkan, dewan berharap agar wacana ter sebut dapat segera direalisasikan.

“Maunya memang, ada suatu kawasan khusus di mana antara pusat pemerintahan, pusat bisnis serta lainnya menjadi satu. Maka dari itu, kalau memang ada rencana seperti itu harusnya sudah ada perencanaan dari sekarang kawasan mana yang akan dipilih,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Medan August Napitupulu yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (3/3).

Hal senada juga dikatakan Landen Marbun, politisi asal Partai Damai Sejahtera (PDS). Dia menuturkan, pemindahan Balai Kota dan gedung dewan merupakann rencana yang lazim dilakukan.

“Jika memang ini akan dipindahkan, sebenarnya ini akan menambah nilai, baik itu nilai pertumbuhan perekonomian serta lainnya,” katanya. Karenanya, Landen berharap, mulai sekarang Pemko segera mencari lokasi yang lebih representatif.

Wakil Ketua DPRD Medan lainnya Ikrimah Hamidy juga menyambut baik wacana yang dilontarkan Rahudman Harahap. Ikrimah menyatakan, rencana tersebut sebenarnya sudah ada pembicaraan antara Pemko Medan dan DPRD Medan dengan Departemen Pertahanan (Dephan) beberapa waktu lalu.

“Sebenarnya, pertemuan dengan Dephan beberapa waktu lalu selain membahas masalah tanah Sari Rejo, juga membahas mengenai hal ini. Tapi masalahnya, untuk Dephan Cq Kasau konsep pertahanan Sumatera Utara masih di Polonia,” terang Ikrimah.

Lebih lanjut Ikrimah menyatakan, rencana pemindahan kantor kota Medan dan Gedung DPRD Medan tersebut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan juga berada di kawasan Polonia. “Tidak di pemukiman warga, di Polonia itu kan luas. Kira-kira 30 hektar yang dipakai untuk lokasi pemerintahan,” terangnya.

Ferdinad L Tobing juga mengaku mendukung wacana tersebut. Politisi Golkar ini mengutarakan, memang sudah pantas dilakukan perluasan dan pembangunan. Karena baik Balai Kota maupun gedung DPRD Medan sudah dirasa begitu sempit.

“Melihat kondisi kantor DPRD Medan sekarang ini yang kurang representatif, memang sudah pantas untuk perluasan bangunan dan lahan. Lihat saja, ruangan sidang paripurna dan komisi kurang memadai karena sempit sementara tak mungkin untuk diperluas,” ujarnya.

Menurut Ferdinand, pernyataan Wali Kota Medan Rahudman Harahap terkait wacana pemindahan kantor Walikota Medan dan DPRD Medan saat rapat di hadapan sejumlah pemimpin hotel berbintang di Medan, Rabu (2/2) lalu pantas disikapi. “Apalagi tujuannya untuk peningkatan perekonomian masyarakat Medan ekonomi lemah”, papar politisi Golkar ini.

Ferdinand manambahkan, melihat kondisi bangunan kantor DPRD Medan sekarang butuh perbaikan dan perluasan lahan. Sementara perluasan lahan tidak memungkinkan. Maka sekalipun gedung direhab, tetap saja lokasi tidak memadai untuk lahan parkir, artinya tetap butuh perluasan. Untuk menghindari biaya mubajir, sangat lebih bagus jika pemindahan lebih dini. Karena jika saja peruntukan anggaran biaya rehap digunakan untuk ganti rugi lahan baru dinilai suatu penghematan.

Ditambahkan Ferdinand, memang idealnya suatu kota, alangkah baiknya jika wilayah perkantoran dengan wilayah bisnis terpisah. Sehingga aktifitas masing masing tidak terganggu. Bahkan, kata Ferdinand, dengan pemindahan beberapa kantor pemerintah ke suatu tempat, maka sekitar lokasi perkantoran yang baru pasti menghidupkan roda perekonomian masyarakat kecil disana. Bahkan pertumbuhan ekonomi masyarakat pun berjalan dengan baik dan merata.

Sementara, Pengamat Ekonomi dari Universitas Sumatera Utara Jhon Tahbu Ritonga mengatakan, pemindahan Balai Kota dan Gedung DPRD Medan tersebut harus melihat lokasi yang beran-benar representatif. Kalau lokasi pemindahan yang dipakai adalah juga lokasi yang rawan kemacetan dan sebagainya, bukan mustahil roda pertumbuhan perekonomian juga tidak berdampak signifikan.

“Kalau pindahnya di lokasi rawan macet, sama saja. Nggak ada perubahan. Namun, kalau lokasinya memang tepat dan memadai, secara otomatis roda perekonomian, pemerintahan serta bidang lainnya akan juga semakin baik,” katanya.

Lebih lanjut John Tahbu menyatakan, itu juga bisa diraih jika rencana pembangunan pusat pemerintahan itu tidak tanggung-tanggung alias menyeluruh. Misalnya, di areal yang bakal dibangun sebagai kantor wali kota dan gedung dewan tersebut, juga ada fasilitas pusat perbelanjaan serta fasilitas-fasilitas lainnya. John Tahbu mencontohkan, adalah areal Komlpek Tun Abdul Razak di Penang Malaysia.

“Kalau membuat rencana itu untuk 100 tahun ke depan, jangan sampai 2020 atau 2030 saja. Kalau memang 100 tahun ke depan, buat seperti di Komplek Tun Abdul Razak Malaysia. Di situ semua pusatnya, mengurus izin, pusat perbelanjaan hanya dengan berjalan kaki. Kalau mau tinggi, sekalian 100 tingkat. Jadi, semua pelayanan perizinan ada di situ. Semua fasilitas teknologi canggih tersedia,” tegasnya.

Tak jauh berbeda dengan analisys Pengamat Tata Kota Medan Rafriandi Nasution. Dirinya menilai, wacana tersebut adalah relaistis. “Ini realistis, jika dilihat dari beberapa aspek yakni, Medan sebagai Kota Metropolitan baru, arus urbanisasi ke kota, perluasan pelayanan terpadu kepada masyarakat dan melaksanakan peraturan pemerintah bahwa bangunan harus 50 meter dari pinggiran sungai. Alasan lainnya adalah citra dan kebanggaan warga kota secara luas, keamanan dan kenyamanan serta fasilitas informasi teknologi kota,” katanya.

Ditambahkannya, dengan keberadaan kantor kota dan gedung dewan yang baru tersebut, harusnya juga difasilitasi tekonolgi canggih dan sebagainya.

Selain itu pula, semua perizinan harus ditampung di kantor tersebut. Jadi, kantor-kantor Pemko Medan lainnya yakni, Kantor SKPD bisa dijadikan sarana lainnya.

Untuk gedung Balai Kota dan Gedung dewan yang ditinggalkan, ada baiknya dijadikan lokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH).(ari)

Jangan Jadi Hotel atau Mall

Munculnya wacana Balai Kota dan gedung DPRD Kota Medan bakal dipindah, memunculkan anggapan, kedua gedung pemerintahan tersebut bakal dijual. Namun, anggapan tersebut langsung dibantah mentah-mentah oleh Wali Kota Medan Rahudman Harahap dan Wakil Ketua DPRD Kota Medan Ikrimah Hamidy dan August Napitupulu.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap saat dikonfirmasi soal masalah ini menyatakan, anggapan tersebut sama sekali tidak benar. “Inikan masih wacana. Gila itu, mana ada kabar itu,” katanya. Saat ditanya lagi siapa yang gila, Rahudman hanya tersenyum dan meninggalkan wartawan Sumut Pos.

Bantahan juga muncul dari dua Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy dan August Napitupulu. Mereka menyatakan, sampai saat ini belum ada kabar negosiasi jual beli yang dilakukan Pemko Medan dan DPRD Medan dengan pihak pembeli manapun.

“Baru tahu dari Anda. Sampai saat ini, kami belum menerima laporan itu. Kalau memang ada tidak mungkin tidak melibatkan DPRD Medan,” kata August.

Ikrimah juga menyatakan hal yang sama. “Belum, dan setahu saya belum ada negosiasi jual beli. Apalagi dengan pengusaha besar dari Jakarta,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Medan Aripay Tambunan lebih menyoroti mengenai pernyataan Rahudman. Dimana Rahudman telah mengeluarkan instruksi tidak boleh ada lagi hotel atau mall yang berdiri di inti kota.
“Kita akan kawal pernyataan itu. Apalagi, kalau memang Balai Kota dan gedung DPRD Medan ini dijual, pasti akan jadi pusat perbelanjaan, hotel dan sebagainya. Kita akan pertanyakan itu,” tukasnya.

Diketahui, luas Balai Kota Medan adalah 15 ribu meter persegi, dan memiliki Sertifikat Hak Pakai BPN Medan No 1265 tanggal 22 Januari 1997. Tanah Balai Kota itu sendiri dibeli dari Johanes Leo pada 23 September 1987 dan dimulai pembangunannya pada 1989 berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kala itu. Baru dipergunakan pada 1990 masa Wali Kota Medan AS Rangkuti. Pihak Pemko Medan yang menandatangani jual beli tersebut adalah Maulana Pohan, sementara jumlah uang jual belinya sebesar Rp90 juta. Sementara itu, Gedung DPRD Medan memiliki luas 5.354 meter persegi, dengan Sertifikat Hak Pakai BPN Medan No 823 Tahun 1981. (ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/