25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Polisi dan Dinsosnaker Harus Usut PT Paullisa

Foto: Bayu/PM Dari kiri: A Sim, suaminya, dan pembantu asal Kupang yang mengaku disiksa.
Foto: Bayu/PM
Dari kiri: A Sim, suaminya, dan pembantu asal Kupang yang mengaku disiksa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aktivis perempuan dari LSM Perkumpulan Sada Ahmo (Persada) Sumut, Dina Lumbantobing mengendus adanya dugaan trafficking dibalik penyaluran pembantu rumah tangga (PRT) ke Medan. Apalagi belakangan ini, pedagangan manusia di dalam negeri trendnya terus meningkat, khususnya wanita-wanita asal Indonesia Timur. Para korban tak hanya mengalami siksaan. Tapi mereka juga kehilangan hak mereka seperti gaji, istirahat, bersosialisasi dan lainnya.

Bahkan Dina mengungkapkan kekerasan yang dialami Afri Emilena (20), pembantu asal Kupang NTT yang dianiaya dan tak digaji majikannya A Sim (50), merupakan salah satu kasus yang bukan lagi sekedar fenomena. Tapi sudah jadi tindakan yang terpola dan terstruktur.

Terpola yang dimaksud misalnya, PRT yang direkrut oleh sebuah yayasan harus berhutang dengan alasan ongkos dan makan selama di yayasan. Sehingga gaji mereka dipotong selama bekerja. PRT pun tidak diberikan perjanjian kerja yang dapat dijadikan pegangan.

“Ini seperti mafia. Kenapa? Mafia kan teratruktur dia. Jadi ini sudah dirancang dari awal sedemikian rupa. Para korban direkrut darimana saja. Lalu dipekerjakan tanpa adanya perjanjian yang dapat dijadikan pembelaan jika PRT tersebut dirugikan,” ungkapnya.

Pihaknya pun sudah pernah menangani beberapa kasus yang sama. Namun pihaknya kesulitan dalam penyelesaiannya. Bahkan Dina menyebut yayasan memiliki keterlibatan besar sebagai pembuka gerbang pintu trafficking. Pihaknya pernah menyelidiki beberapa yayasan penyalur tenaga kerja yang bermasalah. Ternyata, ada banyak pihak pemegang kekuasaan yang membekingi yayasan bermasalah tersebut. Karena itu, polisi dan Dinsosnaker Medan diminta mengusut yayasan yang menyalurkan korban, yakni PT Paullisa Sukses Mandiri

“Ini sudah kayak mafia. Nyangkutnya dimana saja. Bisa jadi nanti di kepolisian pun ada yang bekingi. Jadi masalahnya gak selesai. Tapi bagaimanapun, yayasan ini harus dilacak,” ungkapnya.

Beberapa PRT yang tidak berasal dari tempatnya bekerja pun dinilai Dina enggan melapor ke polisi. Sebab PRT-PRT ini sudah mengalami rasa putus asa di kampung halamannya. Sehingga jika PRT tersebut melapor ke polisi, maka ada ketakutan akan dipulangkan ke kampungnya. Padahal mereka harus melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak berwajib. Selain itu, pelaku kekerasan pun harus segera ditindak. Jadi jangan sampai tunggu kejadian berulang baru dilaporkan. “Salahnya kalau sudah ada gejala, tapi didiamkan. Harus dihukum. Kalau nggak, itulah yang membuatnya menjadi terpola,” ungkapnya.

 

DINSOSNAKER DIMINTA TURUN TANGAN

Menananggapi aksi penyiksaan yang dilakukan A Sim dan suaminya, anggota dewan, M.Nasir mengatakan pembantu merupakan mitra dalam sebuah rumah tangga (RT). Sehingga, sudah seharusnya seorang mitra diperlakukan dengan baik. Kekerasan yang dilakukan sang empunya rumah atau majikan, tak boleh terjadi, sekecil apapun bentuknya. Jika PRT membuat sebuah kesalahan, maka sebaiknya majikan menegurnya dengan cara yang baik. Lalu, jika sang majikan tak lagi mau mempekerjakan lagi PRT tersebut, alangkah baiknya diberhentikan saja. Bukan dengan melampiaskan rasa tidak suka dengan kekerasan.

“Zaman sekarang tidak ada lagi yang namanya budak. PRT itu adalah mitra kita di rumah. Apakah mitra harus diperlakukan dengan kasar,” ungkap politisi dari partai PKS ini. Nasir juga mengatakan bahwa pelaku kekerasan dalam hal ini si majikan harus segera dihukum. Pihak kepolisian pun harus bertindak adil dalam kasus penganiayaann teehadap PRT ini. “Kejam sekali itu majikannya. Apalagi sudah berulang kali dia lakukan itu. Dia sudah melakukan tindakan kriminal. Jangan dibiarkan. Polisi juga harus bertindak adil. PRT itu kan juga manusia,” ungkapnya.

Nasir pun meminta agar Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Disosnaker) Kota Medan segera melakukan pengecekkan Yayasan PT Paullisa Sukses Mandiri di Jl. Sei Kera, Kec. Medan Perjuangan yang disebut belum membayar gaji korban. Jika hal itu terbukti, maka Dinsosnaker harus mencabut ijin yayasan tersebut. “Kalau memang itu benar, artinya yayasan telah melakukan pelanggaran hak azazi manusia (HAM). Jadi Dinsosnaker harus menjembatani persoalan ini,”ungkapnya. (bay/win/deo)

Foto: Bayu/PM Dari kiri: A Sim, suaminya, dan pembantu asal Kupang yang mengaku disiksa.
Foto: Bayu/PM
Dari kiri: A Sim, suaminya, dan pembantu asal Kupang yang mengaku disiksa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aktivis perempuan dari LSM Perkumpulan Sada Ahmo (Persada) Sumut, Dina Lumbantobing mengendus adanya dugaan trafficking dibalik penyaluran pembantu rumah tangga (PRT) ke Medan. Apalagi belakangan ini, pedagangan manusia di dalam negeri trendnya terus meningkat, khususnya wanita-wanita asal Indonesia Timur. Para korban tak hanya mengalami siksaan. Tapi mereka juga kehilangan hak mereka seperti gaji, istirahat, bersosialisasi dan lainnya.

Bahkan Dina mengungkapkan kekerasan yang dialami Afri Emilena (20), pembantu asal Kupang NTT yang dianiaya dan tak digaji majikannya A Sim (50), merupakan salah satu kasus yang bukan lagi sekedar fenomena. Tapi sudah jadi tindakan yang terpola dan terstruktur.

Terpola yang dimaksud misalnya, PRT yang direkrut oleh sebuah yayasan harus berhutang dengan alasan ongkos dan makan selama di yayasan. Sehingga gaji mereka dipotong selama bekerja. PRT pun tidak diberikan perjanjian kerja yang dapat dijadikan pegangan.

“Ini seperti mafia. Kenapa? Mafia kan teratruktur dia. Jadi ini sudah dirancang dari awal sedemikian rupa. Para korban direkrut darimana saja. Lalu dipekerjakan tanpa adanya perjanjian yang dapat dijadikan pembelaan jika PRT tersebut dirugikan,” ungkapnya.

Pihaknya pun sudah pernah menangani beberapa kasus yang sama. Namun pihaknya kesulitan dalam penyelesaiannya. Bahkan Dina menyebut yayasan memiliki keterlibatan besar sebagai pembuka gerbang pintu trafficking. Pihaknya pernah menyelidiki beberapa yayasan penyalur tenaga kerja yang bermasalah. Ternyata, ada banyak pihak pemegang kekuasaan yang membekingi yayasan bermasalah tersebut. Karena itu, polisi dan Dinsosnaker Medan diminta mengusut yayasan yang menyalurkan korban, yakni PT Paullisa Sukses Mandiri

“Ini sudah kayak mafia. Nyangkutnya dimana saja. Bisa jadi nanti di kepolisian pun ada yang bekingi. Jadi masalahnya gak selesai. Tapi bagaimanapun, yayasan ini harus dilacak,” ungkapnya.

Beberapa PRT yang tidak berasal dari tempatnya bekerja pun dinilai Dina enggan melapor ke polisi. Sebab PRT-PRT ini sudah mengalami rasa putus asa di kampung halamannya. Sehingga jika PRT tersebut melapor ke polisi, maka ada ketakutan akan dipulangkan ke kampungnya. Padahal mereka harus melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak berwajib. Selain itu, pelaku kekerasan pun harus segera ditindak. Jadi jangan sampai tunggu kejadian berulang baru dilaporkan. “Salahnya kalau sudah ada gejala, tapi didiamkan. Harus dihukum. Kalau nggak, itulah yang membuatnya menjadi terpola,” ungkapnya.

 

DINSOSNAKER DIMINTA TURUN TANGAN

Menananggapi aksi penyiksaan yang dilakukan A Sim dan suaminya, anggota dewan, M.Nasir mengatakan pembantu merupakan mitra dalam sebuah rumah tangga (RT). Sehingga, sudah seharusnya seorang mitra diperlakukan dengan baik. Kekerasan yang dilakukan sang empunya rumah atau majikan, tak boleh terjadi, sekecil apapun bentuknya. Jika PRT membuat sebuah kesalahan, maka sebaiknya majikan menegurnya dengan cara yang baik. Lalu, jika sang majikan tak lagi mau mempekerjakan lagi PRT tersebut, alangkah baiknya diberhentikan saja. Bukan dengan melampiaskan rasa tidak suka dengan kekerasan.

“Zaman sekarang tidak ada lagi yang namanya budak. PRT itu adalah mitra kita di rumah. Apakah mitra harus diperlakukan dengan kasar,” ungkap politisi dari partai PKS ini. Nasir juga mengatakan bahwa pelaku kekerasan dalam hal ini si majikan harus segera dihukum. Pihak kepolisian pun harus bertindak adil dalam kasus penganiayaann teehadap PRT ini. “Kejam sekali itu majikannya. Apalagi sudah berulang kali dia lakukan itu. Dia sudah melakukan tindakan kriminal. Jangan dibiarkan. Polisi juga harus bertindak adil. PRT itu kan juga manusia,” ungkapnya.

Nasir pun meminta agar Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Disosnaker) Kota Medan segera melakukan pengecekkan Yayasan PT Paullisa Sukses Mandiri di Jl. Sei Kera, Kec. Medan Perjuangan yang disebut belum membayar gaji korban. Jika hal itu terbukti, maka Dinsosnaker harus mencabut ijin yayasan tersebut. “Kalau memang itu benar, artinya yayasan telah melakukan pelanggaran hak azazi manusia (HAM). Jadi Dinsosnaker harus menjembatani persoalan ini,”ungkapnya. (bay/win/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/