26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Gus: 560 Legislatif seperti Pengangguran di Senayan

Gus Irawan
Gus Irawan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang terdiri PDIP, Nasdem, PKB, Hanura kemudian ada PPP dianggap menghambat penyusunan fraksi sebagai alat kelengkapan dewan yang membuat 560 legislator terpilih di senayan menganggur.

Gus Irawan Pasaribu, anggota DPR-RI fraksi Gerindra daerah pemilihan Sumut II, mengungkapkan hal itu kepada wartawan di DPR-RI, Jakarta, Kamis (23/10). Dia mengatakan hingga saat ini seluruh anggota dewan yang dilantik per 1 Oktober lalu tidak mengerjakan apa pun.

“Seperti yang sudah kita ikuti bersama saat rencana pembentukan komisi-komisi diparipurnakan 16 Oktober KIH belum menyetorkan satu nama pun untuk mengisi alat kelengkapan dewan,” tuturnya.

Dengan tidak adanya alat kelengkapan dewan ini akibatnya satu pun anggota dewan tidak bisa menjalankan tugas. “Bahkan anggota dewan yang baru ada yang belum mendapatkan ruang kerja,” jelasnya.

Dia menceritakan kronologis terhambatnya pembentukan komisi-komisi dimulai 16 Oktober. Setelah rapat konsultasi, kemudian dibawa ke paripurna harusnya sudah ada nama anggota komisi dari lima partai lain itu.

“Sesungguhnya dewan itu bekerja melalui alat kelengkapan dewan. Ya komisi, ya bamus, baleg dan seterusnya. Sekarang belum ada keputusannya. Sehingga DPR tidak bisa menjalankan tugas,” tuturnya.

Kalau di Gerindra, menurut Gus, semua hal yang akan dibawa ke rapat konsultasi antara pimpinan dewan dengan anggota dewan sudah diputuskan di fraksi. “Jadi itulah jalan kita untuk melakukan lobi maksimal. Nanti setelah dibawa ke paripurna seharusnya hanya tinggal keputusan saja.”

Ternyata dari paripurna tanggal 16 kemudian KIH meminta agar paripurna digelar setelah pelantikan presiden. “Kita menerima permintaan itu. Tapi nyatanya dalam paripurna yang digelar 21 Oktober tidak ada juga titik temu,” tuturnya.

Paripurna tanggal 21 pun ternyata makin panjang lagi, diskusi tak berujung dan lima parpol itu juga tak mau menyerahkan nama-nama anggota dewan untuk mengisi komisi, tuturnya.

Sebenarnya, menurut Gus, harusnya dalam paripurna itu sudah final. “Sistem dan tahapan pengambilan keputusan ada di rapat konsultasi. Ini sudah dua kali rapat konsultasi, dua kali rapat paripurna tapi semua mentah lagi,” ujarnya.

KIH, menurut Gus, ingin penetapan komisi-komisi itu dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. “Tapi dalam UU MD3 dan Tatib DPR yang merupakan turunan MD3 sudah diatur untuk musyawarah dan mufakat dan kalau tidak tercapai harus ada pemungutan suara. Ini yang ditakutkan KIH.”

“Di tanggal 21 Oktober kita berharap harusnya sudah voting. Tapi membal lagi,” ujar Gus sedikit kesal. Sebenarnya, menurut dia, tidak ada jalan buntu kalau mengikuti tatib yang sudah disepakati.

“Sekarang bagaimana mempertanggungjawabkan di hadapan rakyat bahwa sejak disumpah 1 Oktober kita sudah berjanji menjalankan konstitusi dengan baik,” ungkapnya.

Kerja anggota DPR-RI, saat ini hanya sidAng-sidang saja dan paripurna. Sementara gaji dan tunjangan sudah dibayarkan, tuturnya. “Saya pastikan dewan tidak bisa bekerja tanpa alat kelengkapan. Apalagi sebenarnya di paripurna ketiga tanggal 21 sudah disepakati satu kali dua puluh empat jam sudah masuk nama yang mengisi komisi-komisi. Nyatanya sampai 22 Oktober belum ada juga.”

“Dan tadi terungkap bahwa lambatnya penentuan nama anggota komisi dari lima partai itu bukan karena rumitnya kompetensi dan siapa dimana dalam komisi. Substansinya adalah KIH ingin musyawarah mufakat membagi-bagi pimpinan. Kami dapa apa. Itu target mereka lama-lama mengeluarkan nama anggota komisi,” tuturnya.

Hingga hari ini sudah ada empat kali parpipurna alat kelengkapan dewan dan semuanya masih terkatung-katung, jelas Gus. “Saya malah melihat KIH itu haus kekuasaan dengan menunda-nunda nama untuk mendapatkan porsi. Hanya karena keinginan mereka tidak dipenuhi lalu menghambat kinerja dewan dengan menciptakan anggapan seolah-olah DPR-RI tidak bisa bekerja.”

“Saat ini ada 560 anggota dewan tidak bisa melakukan apa-apa. Bukan soal mendapatkan orang yang tepat, siapa dan di komisi berapa. Tapi mereka ingin mendapat kepastian kalau mereka setor nama, mereka dapat jabatan apa,” terangnya.

Mereka (KIH) keliru karena pimpinan alat kelengkapan dewan itu dipilih dari dan oleh yang ada di alat kelengkapan bukan di paripurna, jelas Gus. “Bagi anggota dewan yang baru-baru tentu bingung harus melakukan apa. Bahkan ada juga yang belum punya ruang kerja.”

“Intinya gara-gara itu saya merasa menganggur di Senayan ini,” jelas Gus. (rel/mea)

Gus Irawan
Gus Irawan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang terdiri PDIP, Nasdem, PKB, Hanura kemudian ada PPP dianggap menghambat penyusunan fraksi sebagai alat kelengkapan dewan yang membuat 560 legislator terpilih di senayan menganggur.

Gus Irawan Pasaribu, anggota DPR-RI fraksi Gerindra daerah pemilihan Sumut II, mengungkapkan hal itu kepada wartawan di DPR-RI, Jakarta, Kamis (23/10). Dia mengatakan hingga saat ini seluruh anggota dewan yang dilantik per 1 Oktober lalu tidak mengerjakan apa pun.

“Seperti yang sudah kita ikuti bersama saat rencana pembentukan komisi-komisi diparipurnakan 16 Oktober KIH belum menyetorkan satu nama pun untuk mengisi alat kelengkapan dewan,” tuturnya.

Dengan tidak adanya alat kelengkapan dewan ini akibatnya satu pun anggota dewan tidak bisa menjalankan tugas. “Bahkan anggota dewan yang baru ada yang belum mendapatkan ruang kerja,” jelasnya.

Dia menceritakan kronologis terhambatnya pembentukan komisi-komisi dimulai 16 Oktober. Setelah rapat konsultasi, kemudian dibawa ke paripurna harusnya sudah ada nama anggota komisi dari lima partai lain itu.

“Sesungguhnya dewan itu bekerja melalui alat kelengkapan dewan. Ya komisi, ya bamus, baleg dan seterusnya. Sekarang belum ada keputusannya. Sehingga DPR tidak bisa menjalankan tugas,” tuturnya.

Kalau di Gerindra, menurut Gus, semua hal yang akan dibawa ke rapat konsultasi antara pimpinan dewan dengan anggota dewan sudah diputuskan di fraksi. “Jadi itulah jalan kita untuk melakukan lobi maksimal. Nanti setelah dibawa ke paripurna seharusnya hanya tinggal keputusan saja.”

Ternyata dari paripurna tanggal 16 kemudian KIH meminta agar paripurna digelar setelah pelantikan presiden. “Kita menerima permintaan itu. Tapi nyatanya dalam paripurna yang digelar 21 Oktober tidak ada juga titik temu,” tuturnya.

Paripurna tanggal 21 pun ternyata makin panjang lagi, diskusi tak berujung dan lima parpol itu juga tak mau menyerahkan nama-nama anggota dewan untuk mengisi komisi, tuturnya.

Sebenarnya, menurut Gus, harusnya dalam paripurna itu sudah final. “Sistem dan tahapan pengambilan keputusan ada di rapat konsultasi. Ini sudah dua kali rapat konsultasi, dua kali rapat paripurna tapi semua mentah lagi,” ujarnya.

KIH, menurut Gus, ingin penetapan komisi-komisi itu dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. “Tapi dalam UU MD3 dan Tatib DPR yang merupakan turunan MD3 sudah diatur untuk musyawarah dan mufakat dan kalau tidak tercapai harus ada pemungutan suara. Ini yang ditakutkan KIH.”

“Di tanggal 21 Oktober kita berharap harusnya sudah voting. Tapi membal lagi,” ujar Gus sedikit kesal. Sebenarnya, menurut dia, tidak ada jalan buntu kalau mengikuti tatib yang sudah disepakati.

“Sekarang bagaimana mempertanggungjawabkan di hadapan rakyat bahwa sejak disumpah 1 Oktober kita sudah berjanji menjalankan konstitusi dengan baik,” ungkapnya.

Kerja anggota DPR-RI, saat ini hanya sidAng-sidang saja dan paripurna. Sementara gaji dan tunjangan sudah dibayarkan, tuturnya. “Saya pastikan dewan tidak bisa bekerja tanpa alat kelengkapan. Apalagi sebenarnya di paripurna ketiga tanggal 21 sudah disepakati satu kali dua puluh empat jam sudah masuk nama yang mengisi komisi-komisi. Nyatanya sampai 22 Oktober belum ada juga.”

“Dan tadi terungkap bahwa lambatnya penentuan nama anggota komisi dari lima partai itu bukan karena rumitnya kompetensi dan siapa dimana dalam komisi. Substansinya adalah KIH ingin musyawarah mufakat membagi-bagi pimpinan. Kami dapa apa. Itu target mereka lama-lama mengeluarkan nama anggota komisi,” tuturnya.

Hingga hari ini sudah ada empat kali parpipurna alat kelengkapan dewan dan semuanya masih terkatung-katung, jelas Gus. “Saya malah melihat KIH itu haus kekuasaan dengan menunda-nunda nama untuk mendapatkan porsi. Hanya karena keinginan mereka tidak dipenuhi lalu menghambat kinerja dewan dengan menciptakan anggapan seolah-olah DPR-RI tidak bisa bekerja.”

“Saat ini ada 560 anggota dewan tidak bisa melakukan apa-apa. Bukan soal mendapatkan orang yang tepat, siapa dan di komisi berapa. Tapi mereka ingin mendapat kepastian kalau mereka setor nama, mereka dapat jabatan apa,” terangnya.

Mereka (KIH) keliru karena pimpinan alat kelengkapan dewan itu dipilih dari dan oleh yang ada di alat kelengkapan bukan di paripurna, jelas Gus. “Bagi anggota dewan yang baru-baru tentu bingung harus melakukan apa. Bahkan ada juga yang belum punya ruang kerja.”

“Intinya gara-gara itu saya merasa menganggur di Senayan ini,” jelas Gus. (rel/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/