SUMUTPOS.CO – Kabinet Presiden Joko Widodo, yang diumumkan Minggu (26/10) sore, dianggap seorang pengamat terlalu mengakomodasi kepentingan politik partai-partai koalisi pendukungnya.
Sementara, kalangan dunia usaha menganggap menteri-menteri yang ditunjuk Jokowi bukanlah wajah kabinet terbaik seperti yang mereka bayangkan sebelumnya.
Dari 34 kursi menteri dalam Kabinet Kerja -begitu sebutan yang disematkan oleh Presiden Joko Widodo, terdapat 15 orang yang berasal dari partai politik, sementara 19 orang dari kalangan profesional.
Pengamat politik dan birokrasi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Miftah Thoha, menilai, kenyataan ini menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo “dibayang-bayangi kepentingan politik” dalam memilih para menterinya.
“Presiden sekarang (Joko Widodo) itu ‘kan bukan pimpinan partai, tetapi dia dicalonkan pimpinan partai. Oleh karena itu, ada beberapa kelompok politik yang selalu membayang-bayangi dia dalam membentuk kabinet,” kata Miftah Thoha kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (26/10) malam.
Selain menyertakan empat orang politisi PDI Perjuangan, Kabinet Presiden Jokowi juga terdiri dari politisi Partai Nasdem, PKB, PPP, serta Hanura, yang merupakan partai koalisi.
‘Jangan dikotomi’
Puan Maharani, politisi PDI Perjuangan sekaligus putri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, mempertanyakan anggapan yang menyebut Kabinet Jokowi terlalu mengakomodasi kepentingan parpol.
“Saya kira nggak ya. ‘Kan dari awal 15 posisi kementerian bisa diambil dari profesional parpol, dan saya rasa itu sudah diakomodir oleh Pak Jokowi,” kata Puan Maharani, yang dipilih Presiden Jokowi sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Puan juga mempertanyakan cara berfikir yang mendikotomi antara kalangan politisi dan profesional. “Seolah-olah tidak ada orang parpol punya potensi dan kapabel untuk ikut membangun bangsa.”
Jauh hari sebelumnya, Jokowi pernah mengutarakan, bahwa dia ingin membangun kabinet yang ramping dan tidak merupakan kabinet yang berwajah politik.
Saat mengumumkan kabinetnya di halaman dalam Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo tidak menyinggung soal itu, namun dia menegaskan bahwa dia memilih para menterinya dengan hati-hati dan cermat.
Dia juga menyebut para pembantunya itu sebagai orang-orang terpilih dan bersih. “Sehingga kita mengkonsultasikan (calon menteri) kepada KPK dan PPATK,” kata Presiden Jokowi di hadapan wartawan.
Bukan yang terbaik
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofyan Wanandi mengatakan, menteri-menteri yang ditunjuk Jokowi bukanlah “wajah kabinet terbaik” seperti yang dia bayangkan sebelumnya.
“Saya merasa, masih banyak (calon menteri) yang lebih baik, tapi karena pertimbangan politik dari partai-partai koalisinya, sehingga yang terbaik belum tentu bisa dipilih,” kata Sofyan kepada BBC Indonesia, Minggu malam.
Dia kemudian menilai, ada beberapa jabatan atau posisi menteri yang ditempati oleh orang “yang tidak tepat”. “Andrino Chaniago menjadi Ketua Bappenas. Dia kan pengamat ilmu-ilmu sosial ‘kan,” katanya memberi salah-satu contoh.
Namun demikian, Sofyan meminta dunia usaha memberi waktu kepada Kabinet Presiden Joko Widodo untuk bekerja.
Walaupun demikian, hal baru yang dilakukan Presiden Jokowi adalah mempercayakan delapan posisi menteri kepada kaum perempuan, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kabinet Indonesia.
Dia juga menunjuk Retno Marsudi, seorang diplomat karir, untuk duduk sebagai Menteri luar negeri. Ini untuk pertama kalinya jabatan Menlu dipegang oleh seorang perempuan. (BBC)