29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Harga BBM Bakal Naik, Buruh Tuntut UMP Rp 2 Juta

foto: Aminoer Rasyid/Sumutpos Buruh demo didepan kantor Gubsu
foto: Aminoer Rasyid/Sumutpos
Buruh demo didepan kantor Gubsu

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mendapat penolakan keras dari kaum pekerja atau serikat buruh di Sumatera Utara.

Menurut mereka, kenaikan harga BBM yang diperkirakan sekitar 30 persen itu, akan semakin mempersulit kondisi perekonomian guna pemenuhan kebutuhan keluarga.

Atas dasar itu, ratusan kaum buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia (GABSI) menuntut Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho menyesuaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp2 juta.

Mereka menolak keras kenaikan Rp100 ribu dari UMP sebelumnya, atas hasil survei yang dilakukan Dewan Pengupahan Sumut melalui komponen KHL (kebutuhan hidup layak) bagi mereka.

“Kami minta agar Pak Gatot tidak meneken UMP senilai Rp1.600.000 seperti rekomendasi Dewan Pengupahan,” ujar Parulian Sinaga dari Kesatuan Buruh Indonesia saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Medan, Senin (3/11).

Situasi dan kondisi ketenagakerjaan saat ini menurut buruh sangat memprihatikan, di mana tingkat kehidupan para buruh saat ini berada di bawah garis rata-rata kemiskinan.

“Pekerjaan, upah dan kehidupan buruh saat ini tidak memenuhi standar layak. Apalagi standar sejahtera,” timpal Ketua DPC SBSI 1992 Kota Medan Adijon JB Sitanggang.

Adapun yang menjadi persoalan, lanjutnya, tidak adanya etikad baik dari pemerintah dalam menyelesaikan persoalan klasik yang dihadapi oleh pekerja/buruh.

“Tuntutan buruh hanya meminta upah yang layak dengan menaikkan UMP menjadi Rp2 juta. Hitungan itu sudah berdasarkan logika melalui penghitungan biaya pakai dalam kehidupan sehari-hari seperti uang sekolah anak, uang transportasi anak sekolah, uang untuk makan, apalagi biaya BPJS yang saat ini harus dibayar,” terangnya.

Tidak hanya persoalan UMP, lanjut dia, kepastian buruh untuk memperoleh upah pekerjaan yang laik mustahil dapat diwujudkan jika sistem kerja kontrak dan out sourcing yang merupakan praktik perbudakan zaman modern masih tetap dipertahankan.

“Kami meminta kepada Kadisnaker dan Transmigrasi Bukit Tambunan untuk membubarkan sistem kerja outsourcing karena itu adalah kewajibannya,” ucapnya.

Gubernur, tambahnya, selaku pengambil keputusan penting di Sumut diminta untuk bijak dan pro rakyat dengan menuntaskan kasus out sourcing dan mempertimbangkan penetapan upah murah.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bukit Tambunan yang menerima perwakilan kaum buruh mengatakan, akan menyampaikan seluruh aspirasi para buruh sekaligus berjanji akan memfasilitasi pertemuan buruh dengan Gubsu Gatot dibawah selambatnya pada 10 November ini.

“Pak Gubernur sedang di luar kota, saya janji akan memfasilitasi pertemuan buruh dengan beliau,” ucap Bukit.

Gubernur Sumut sendiri sebelumnya sudah mengatakan baru akan mengumumkan kenaikan UMP 2015 pada 5 November nanti. Dia beralasan bahwa terlebih dahulu akan mengumpulkan banyak pihak sebelum mengambil keputusan.  (prn/adz)

foto: Aminoer Rasyid/Sumutpos Buruh demo didepan kantor Gubsu
foto: Aminoer Rasyid/Sumutpos
Buruh demo didepan kantor Gubsu

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mendapat penolakan keras dari kaum pekerja atau serikat buruh di Sumatera Utara.

Menurut mereka, kenaikan harga BBM yang diperkirakan sekitar 30 persen itu, akan semakin mempersulit kondisi perekonomian guna pemenuhan kebutuhan keluarga.

Atas dasar itu, ratusan kaum buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia (GABSI) menuntut Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho menyesuaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp2 juta.

Mereka menolak keras kenaikan Rp100 ribu dari UMP sebelumnya, atas hasil survei yang dilakukan Dewan Pengupahan Sumut melalui komponen KHL (kebutuhan hidup layak) bagi mereka.

“Kami minta agar Pak Gatot tidak meneken UMP senilai Rp1.600.000 seperti rekomendasi Dewan Pengupahan,” ujar Parulian Sinaga dari Kesatuan Buruh Indonesia saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Medan, Senin (3/11).

Situasi dan kondisi ketenagakerjaan saat ini menurut buruh sangat memprihatikan, di mana tingkat kehidupan para buruh saat ini berada di bawah garis rata-rata kemiskinan.

“Pekerjaan, upah dan kehidupan buruh saat ini tidak memenuhi standar layak. Apalagi standar sejahtera,” timpal Ketua DPC SBSI 1992 Kota Medan Adijon JB Sitanggang.

Adapun yang menjadi persoalan, lanjutnya, tidak adanya etikad baik dari pemerintah dalam menyelesaikan persoalan klasik yang dihadapi oleh pekerja/buruh.

“Tuntutan buruh hanya meminta upah yang layak dengan menaikkan UMP menjadi Rp2 juta. Hitungan itu sudah berdasarkan logika melalui penghitungan biaya pakai dalam kehidupan sehari-hari seperti uang sekolah anak, uang transportasi anak sekolah, uang untuk makan, apalagi biaya BPJS yang saat ini harus dibayar,” terangnya.

Tidak hanya persoalan UMP, lanjut dia, kepastian buruh untuk memperoleh upah pekerjaan yang laik mustahil dapat diwujudkan jika sistem kerja kontrak dan out sourcing yang merupakan praktik perbudakan zaman modern masih tetap dipertahankan.

“Kami meminta kepada Kadisnaker dan Transmigrasi Bukit Tambunan untuk membubarkan sistem kerja outsourcing karena itu adalah kewajibannya,” ucapnya.

Gubernur, tambahnya, selaku pengambil keputusan penting di Sumut diminta untuk bijak dan pro rakyat dengan menuntaskan kasus out sourcing dan mempertimbangkan penetapan upah murah.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bukit Tambunan yang menerima perwakilan kaum buruh mengatakan, akan menyampaikan seluruh aspirasi para buruh sekaligus berjanji akan memfasilitasi pertemuan buruh dengan Gubsu Gatot dibawah selambatnya pada 10 November ini.

“Pak Gubernur sedang di luar kota, saya janji akan memfasilitasi pertemuan buruh dengan beliau,” ucap Bukit.

Gubernur Sumut sendiri sebelumnya sudah mengatakan baru akan mengumumkan kenaikan UMP 2015 pada 5 November nanti. Dia beralasan bahwa terlebih dahulu akan mengumpulkan banyak pihak sebelum mengambil keputusan.  (prn/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/