SUMUTPOS.CO- Kasus sengketa lahan Centre Point terus bergulir. Setelah soal pajak, kini listrik pun diusut. Komplek pertokoan milik PT Agra Citra Karisma (ACK) itu bakal diputus oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) karena belum memiliki surat izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan lahannya masih dalam sengketa dengan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).
JAKARTA-Pihak PLN mengatakan pemutusan listrik di komplek pertokoan yang telah beroperasi itu dilakukan jika ada permohonan dari PT KAI sebagai pihak yang merasa dirugikan.
“Kalau ada permohonan, maka akan kita kaji, kita review, tinjau ulang,” ujar Manajer Senior Komunikasi Korporat PT PLN Bambang Dwiyanto kepada koran ini di Jakarta, kemarin (7/12).
Diakui, selama ini PLN tidak mensyaratkan adanya IMB dalam proses pengajuan pemasangan listrik. Namun, jika ada yang meminta IMB dijadikan syarat, maka PLN akan memenuhinya.
“Seperti di DKI, tahun lalu gubernurnya minta agar PLN mensyaratkan adanya IMB, ya kita lakukan itu. Tahun lalu sudah kita lakukan di Jakarta,” ujar dia.
Dijelaskan, secara prinsip PLN harus memberikan pelayanan permintaan aliran listrik oleh masyarakat. Jika ada masalah hukum terkait bangunannya, hal itu soal lain yang dianggap terpisah. Hanya ditegaskan lagi, jika memang ada permintaan dari pihak lain agar syarat IMB harus dicantumkan, PLN akan melaksanakannya setelah melewati kajian.
Terpisah, Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro siap mengirimkan surat permohonan pemutusan listrik di Centre Point. “Oke, kalau dengan surat itu bisa, saya akan segera kirim surat ke PLN Pusat,” ujar Edi kepada Sumut Pos, kemarin.
Namun, lanjutnya, pada 2013 silam, saat masih menjabat sebagai direktur aset PT KAI, Edi mengatakan, dirinya sudah pernah meminta ke PLN agar Centre Point jangan dulu dialiri listrik. “Tahun 2013 saya menghadap langsung Kepala PLN wilayah Sumut. Saya minta jangan dialiri listrik dulu itu. Saya bawa rombongan waktu itu, sebagai sesama BUMN (PLN dan PT KAI sama-sama perusahaan plat merah, Red). Tapi faktanya, dialiri juga listriknya,” ujar Edi menyesalkan.
Bahkan, lanjut Edi, dalam pertemuan itu, Kepala PLN Sumut juga memanggil Kepala PLN area Medan, meminta agar di Centre Point tidak dialiri listrik dulu karena masih sengketa. “Ya, itu tadi, faktanya masih juga dialiri listrik,” ujar Edi lagi.
Dia tidak mau menduga-duga bahwa PLN Pusat tidak tahu adanya permintaan PT KAI yang disampaikan langsung ke Kepala PLN Wilayah Sumut. “Lucu lah,” ujar Edi dengan nada heran.
Seperti diketahui, meski kasus hukum dan perizinan masih membelit, sejumlah tenant di pusat bisnis tersebut terus berjalan seolah tidak ada masalah. Uniknya, Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) memunguti pajak dari pelaku-pelaku usaha di sana.
Beberapa waktu lalu Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan Pajak Dinas Pendapatan Medan, Nawawi Lubis mengaku mengetahui kalau Centre Point berdiri di lahan sengketa antara PT KAI dan PT ACK. Namun Nawawi Lubis menegaskan, kasus hukum tidak menghalangi pihaknya untuk tetap mengutip pajak. “Tidak ada pengaruhnya sama kita (Dispenda), yang terpenting kita melihat restoran itu beroperasi dan mengutip pajak dari setiap pengunjungnya. Lagipula pengutipan pajak itu sifatnya harian,” katanya, medi November lalu.
Apabila restoran yang beroperasi di Center Point tidak dikutip pajaknya, Nawawi mengaku hal tersebut akan menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). “Kita juga sudah konsultasi ke BPK soal pengutipan pajak di Center Point,” jelasnya.
Nawawi menambahkan, dalam Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun 2011 tentang pajak restoran, tidak ada menyebutkan pengutipan pajak berdasarkan apakah restoran yang beropearasi sudah atau belum memiliki izin. “Kalau izin restoran itu dari Dinas Pariwisata, sedangkan kita hanya mengurusi pengutipan pajaknya saja,” bebernya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, sejak dua tahun terakhir Center Point mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan untuk perolehan PAD Kota Medan. “Lebih dari Rp1 miliar yang berhasil kita kutip dari Centre Point setiap bulannya, dari sejumlah restoran mapun pusat perbelanjaannya,” jelasnya.
Menanggapi itu, Pengamat Anggaran di Kota Medan Elfenda Ananda mempertanyakan dasar hukum kepada Dinas Pendapatan (Dispenda) Medan mengutip pajak dari restoran yang tidak memiliki izin. Seharusnya sesuai aturan, sebelum restoran atau tempat usaha berdiri, Pemko Medan terlebih dahulu menerbitkan izin yang diperlukan. “Bisa saja pengelola merasa tidak ada yang salah dengan berdirinya Centre Point di atas tanah negara karena dianggap sah setelah membayar pajak,” cetus Elfenda.
Kritik terkait pengutipan pajak ini juga disuarakan Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Sumut, Abyadi Siregar. Sepengetahuannya, banyak usaha dagang di kawasan tersebut juga mempunyai permasalahan yang sama, yakni belum memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Gangguan (HO) dan beberapa izin lainnya. “Lihat lah kembali Pemko Medan dirugikan dalam hal ini,” tuturnya, kemarin.
Abyadi pun menyayangkan sikap Pemko Medan yang lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada menyelamatkan aset negara. “Ini sebagai contoh kelemahan Pemko Medan menindak dan menyelamatkan aset negera yang dinilai tidak memiliki wibawa. Malah mementingkan kepentingan pengusaha ketimbang aset negara yang harus diselamatkan,” jelasnya.
Dia juga meminta kepada penegak hukum baik dari Poldasudan Kejatisu usut kasus pembangunan Centre Point dari sisi hukumnya. Meski, kasus yang sama tengah diproses penyeledikan di Kejagung. Bila tidak maksimal, ia mengundang KPK turun tangan. “Penegak hukum harus bertindak untuk memproses kasus. Demi menyelamatkan aset negera itu. Jangan sampai pengusaha dengan mudah merampas aset negera seperti itu,” pungkasnya.(sam/dik/gus/tom/rbb)