28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Wawan Selamat Berkat Batang Ubi

AFP PHOTO / AGUS FITRAH Tim SAR menggali tanah bekas longsoran di Desa Jemblung di Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu 14 Desember 2014. Tim SAE menemukan lebih dari 80 warga hilang setelah bencana longsor.
AFP PHOTO / AGUS FITRAH
Tim SAR menggali tanah bekas longsoran di Desa Jemblung di Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu 14 Desember 2014. Tim SAR mengatakan lebih dari 80 warga hilang setelah bencana longsor.

BANJARNEGARA, SUMUTPOS.CO – Wawan Wahyuni (20) terjebak selama 7 jam di bawah tanah longsor, akhirnya selamat setelah menggali tanah menggunakan batang pohon singkong (ubi) yang menimbun hampir seluruh tubuhnya.

Karena tanah yang menimbun dirinya masih lembek, dia coba untuk bisa mengeluarkan kedua tangannya yang sempat ikut tertimbun untuk meraih sebatang pohon singkong yang tidak jauh dari dirinya.

Sedikit demi sedikit dia coba mengorek-ngorek tanah yang menutupi tubuhnya hingga sebatas dada agar memudahkan dirinya untuk bernafas dan menunggu bantuan datang. Saat hampir putus asa di tengah kegelapan dan kabut dia menunggu pertolongan, ketika itupula dia melihat ada cahaya dari lampu senter warga dan relawan yang berusaha mencari korban longsor yang selamat.

“Saya langsung teriak meinta tolong hingga akhirnya didengar, jaraknya sekitar 100 meter,” ungkap Wawan. Karena jarak dia dengan relawan yang akan menolong sangat jauh, dia terpaksa harus kembali menunggu proses evakuasi terhadap dirinya dilakukan. Hingga akhirnya dia dapat diselamatkan setelah bertahan sekitar 7 jam.

Dia mengungkapkan, relawan sempat kesulitan ketika akan mengevakuasi dirinya, pasalnya tanah yang berada disekitar lokasi longsor masih sangat labil, sehingga butuh proses lama hingga akhirnya dia dapat diselamatkan.

“Saat itu relawan hanya menggunakan papan yang di estafet untuk menjangkau lokasi saya. Saya juga diminta untuk tidak banyak bergerak agar tidak lemas, kalau ada apa-apa saya hanya disuruh teriak,” jelasnya. Setelah berhasil diangkat dari dalam tanah, tiba-tiba relawan yang bertugas di sisi bukit memberikan kode jika ada longsoran ketiga.

“Waktu itu ada 6 relawan yang evakuasi saya, saya sudah lemas dan tiba-tiba ada kode, “Mengko disit golet titik aman munggah-munggah” (nanti dulu, cari titik aman, naik-naik). Suruh pada naik, karena air meluap-luap, karena ada longsoran,” ungkapnya. Dia mengaku saat itu sangat haus dan lemas, serta kedinginan. Namun dia bersyukur bisa selamat dari bencana itu.

Sementara hingga Minggu (14/12), tim gabungan masih melakukan evakuasi atas korban longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kec Karangkobar, Kab Banjarnegara. Sementara itu korban meninggal akibat peristiwa tersebut bertambah menjadi 32 orang. Sebanyak 7 orang meninggal masih belum diketahui identitasnya.

“Korban yang sudah teridentifikasi sudah diambil keluarga dan dimakamkan. Tim Inafis Polri masih melakukan identifikasi korban. Lebih dari 2.000 personil tim gabungan dikerahkan mencari korban longsor,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis.

BNPB mencatat 84 orang masih dilakukan pencarian oleh tim gabungan, jumlah pengungsi di Kec. Karangkobar ada 592 orang di 10 titik lokasi pengungsian, dan di Kec. Wanayasa 223 orang. Data sementara kerusakan akibat longsor di Karangkobar yakni rumah rusak berat/hilang tertimbun 35 unit, masjid 1 unit hilang, sungai tertutup longsoran 1 Km, Sawah rusak 8 Ha, Kebun palawija 5 Ha. Sejumlah hewan ternak juga ikut jadi korban. Sapi 5 ekor, kambing 30 Ekor, ayam dan itik 500 ekor.

“Berdasarkan hitung-hitungan tadi pagi diperkirakan masih ada 88 orang yang tertimbun. Meski jumlah itu masih debatabel,” ungkap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kepada wartawan seusai acara pelantikan Pengurus Pusat (PP) Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) di Balai Senat UGM, Minggu (14/12).

Sejumlah korban tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kec. Karangkobar, Banjarnegara sebagian sudah dimakamkan. Dari pantauan Radarmas, sudah ada delapan jenazah yang dimakamkan bersama.

Mereka yang dimakamkan yakni Karyoto, Turipah, Sunari, Klimah, Chamin, Bahrun, Tursino, Mr X. Salah seorang warga Rojak (53) mengatakan pemakaman ini merupakan kesadaran bersama. “Ya ini kesadaran bersama, sementara dari pihak relawan juga mengijinkan. Lebih baik secepatnya dimakamkan. Kami sediakan delapan lubang, satu lubangnya bisa untuk 4 orang,” jelasnya.

Sementara anak Karyoto, Antoro (22) yang selamat dari bencana ini mengatakan, saat peristiwa, dirinya tengah memancing di sungai tak jauh dari tempat tinggalnya. “Saat itu saya sedang mancing. Tiba-tiba terdengar gemuruh keras,” katanya. Bersamaan dengan gemuruh itu, tanah longsorpun terjadi menimbun rumahnya.

“Melihat tanah longsor sayapun berlari menghindar terlebih dahulu dan berteriak meminta tolong,” jelasnya sembari menitikan air mata. Ayahnya, Karyoto baru ditemukan Minggu (14/12) kemarin sekitar 300 meter dari lokasi rumahnya. Sementara ibunya Karsiyah (49) dan Hikmah (9) hingga kemarin belum ditemukan.

Nasib serupa juga dialami Yono (32), istrinya Sukiyah (22) dan anaknya Andini (8) belum ditemukan. “Saya kerja di Jakarta, tahu tahu pas kejadian saya dikabari ada musibah ini. Sampai sekarang istri dan anak saya belum ditemukan,” tuturnya. (ali/jpnn/trg)

AFP PHOTO / AGUS FITRAH Tim SAR menggali tanah bekas longsoran di Desa Jemblung di Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu 14 Desember 2014. Tim SAE menemukan lebih dari 80 warga hilang setelah bencana longsor.
AFP PHOTO / AGUS FITRAH
Tim SAR menggali tanah bekas longsoran di Desa Jemblung di Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu 14 Desember 2014. Tim SAR mengatakan lebih dari 80 warga hilang setelah bencana longsor.

BANJARNEGARA, SUMUTPOS.CO – Wawan Wahyuni (20) terjebak selama 7 jam di bawah tanah longsor, akhirnya selamat setelah menggali tanah menggunakan batang pohon singkong (ubi) yang menimbun hampir seluruh tubuhnya.

Karena tanah yang menimbun dirinya masih lembek, dia coba untuk bisa mengeluarkan kedua tangannya yang sempat ikut tertimbun untuk meraih sebatang pohon singkong yang tidak jauh dari dirinya.

Sedikit demi sedikit dia coba mengorek-ngorek tanah yang menutupi tubuhnya hingga sebatas dada agar memudahkan dirinya untuk bernafas dan menunggu bantuan datang. Saat hampir putus asa di tengah kegelapan dan kabut dia menunggu pertolongan, ketika itupula dia melihat ada cahaya dari lampu senter warga dan relawan yang berusaha mencari korban longsor yang selamat.

“Saya langsung teriak meinta tolong hingga akhirnya didengar, jaraknya sekitar 100 meter,” ungkap Wawan. Karena jarak dia dengan relawan yang akan menolong sangat jauh, dia terpaksa harus kembali menunggu proses evakuasi terhadap dirinya dilakukan. Hingga akhirnya dia dapat diselamatkan setelah bertahan sekitar 7 jam.

Dia mengungkapkan, relawan sempat kesulitan ketika akan mengevakuasi dirinya, pasalnya tanah yang berada disekitar lokasi longsor masih sangat labil, sehingga butuh proses lama hingga akhirnya dia dapat diselamatkan.

“Saat itu relawan hanya menggunakan papan yang di estafet untuk menjangkau lokasi saya. Saya juga diminta untuk tidak banyak bergerak agar tidak lemas, kalau ada apa-apa saya hanya disuruh teriak,” jelasnya. Setelah berhasil diangkat dari dalam tanah, tiba-tiba relawan yang bertugas di sisi bukit memberikan kode jika ada longsoran ketiga.

“Waktu itu ada 6 relawan yang evakuasi saya, saya sudah lemas dan tiba-tiba ada kode, “Mengko disit golet titik aman munggah-munggah” (nanti dulu, cari titik aman, naik-naik). Suruh pada naik, karena air meluap-luap, karena ada longsoran,” ungkapnya. Dia mengaku saat itu sangat haus dan lemas, serta kedinginan. Namun dia bersyukur bisa selamat dari bencana itu.

Sementara hingga Minggu (14/12), tim gabungan masih melakukan evakuasi atas korban longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kec Karangkobar, Kab Banjarnegara. Sementara itu korban meninggal akibat peristiwa tersebut bertambah menjadi 32 orang. Sebanyak 7 orang meninggal masih belum diketahui identitasnya.

“Korban yang sudah teridentifikasi sudah diambil keluarga dan dimakamkan. Tim Inafis Polri masih melakukan identifikasi korban. Lebih dari 2.000 personil tim gabungan dikerahkan mencari korban longsor,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis.

BNPB mencatat 84 orang masih dilakukan pencarian oleh tim gabungan, jumlah pengungsi di Kec. Karangkobar ada 592 orang di 10 titik lokasi pengungsian, dan di Kec. Wanayasa 223 orang. Data sementara kerusakan akibat longsor di Karangkobar yakni rumah rusak berat/hilang tertimbun 35 unit, masjid 1 unit hilang, sungai tertutup longsoran 1 Km, Sawah rusak 8 Ha, Kebun palawija 5 Ha. Sejumlah hewan ternak juga ikut jadi korban. Sapi 5 ekor, kambing 30 Ekor, ayam dan itik 500 ekor.

“Berdasarkan hitung-hitungan tadi pagi diperkirakan masih ada 88 orang yang tertimbun. Meski jumlah itu masih debatabel,” ungkap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kepada wartawan seusai acara pelantikan Pengurus Pusat (PP) Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) di Balai Senat UGM, Minggu (14/12).

Sejumlah korban tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kec. Karangkobar, Banjarnegara sebagian sudah dimakamkan. Dari pantauan Radarmas, sudah ada delapan jenazah yang dimakamkan bersama.

Mereka yang dimakamkan yakni Karyoto, Turipah, Sunari, Klimah, Chamin, Bahrun, Tursino, Mr X. Salah seorang warga Rojak (53) mengatakan pemakaman ini merupakan kesadaran bersama. “Ya ini kesadaran bersama, sementara dari pihak relawan juga mengijinkan. Lebih baik secepatnya dimakamkan. Kami sediakan delapan lubang, satu lubangnya bisa untuk 4 orang,” jelasnya.

Sementara anak Karyoto, Antoro (22) yang selamat dari bencana ini mengatakan, saat peristiwa, dirinya tengah memancing di sungai tak jauh dari tempat tinggalnya. “Saat itu saya sedang mancing. Tiba-tiba terdengar gemuruh keras,” katanya. Bersamaan dengan gemuruh itu, tanah longsorpun terjadi menimbun rumahnya.

“Melihat tanah longsor sayapun berlari menghindar terlebih dahulu dan berteriak meminta tolong,” jelasnya sembari menitikan air mata. Ayahnya, Karyoto baru ditemukan Minggu (14/12) kemarin sekitar 300 meter dari lokasi rumahnya. Sementara ibunya Karsiyah (49) dan Hikmah (9) hingga kemarin belum ditemukan.

Nasib serupa juga dialami Yono (32), istrinya Sukiyah (22) dan anaknya Andini (8) belum ditemukan. “Saya kerja di Jakarta, tahu tahu pas kejadian saya dikabari ada musibah ini. Sampai sekarang istri dan anak saya belum ditemukan,” tuturnya. (ali/jpnn/trg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/