JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Edi Sukmoro tampaknya mulai malas berpolemik mengenai status lahan di Jl. Jawa, Medan, yang diduga dicaplok PT Agra Citra Karisma (ACK) dan dijadikan kawasan Centre Point. Edi memastikan, saat ini pihaknya hanya menunggu keluarnya putusan tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), setelah sebelumnya permohonan kasasinya ditolak.
Terlepas dari bagaimana putusan hukum, Edi mempersilakan masyarakat menilai sendiri siapa yang salah dalam kasus ini. Yang sudah jelas terlihat, saat ini di lahan itu sudah berdiri bangunan mall, ruko, dan apartemen, yang semuanya tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Jadi sederhana saja. IMB-nya mana? Bagaimana bisa belum mengantongi IMB tapi bangunan sudah berdiri seperti itu. Dan anehnya, ini dibiarkan oleh pemda setempat,” ujar Edi Sukmoro kepada koran ini. Mantan Direktur Aset PT KAI itu juga menyesalkan Pemprov Sumut yang tidak mengambil sikap. Padahal, sebagai instansi atasan Pemko Medan, Pemprov Sumut juga bisa melakukan tindakan.
Pernyataan senada disampaikan Juru Bicara PT KAI, Makmur Syaheran. Dikatakan, saat ini pihaknya masih menunggu putusan tingkat PK. “Kita tunggu PK saja lah,” cetus Makmur. Edi Sukmoro pernah menyatakan, pihaknya akan terus berupaya menyelamatkan lahan seluas kurang lebih 7,3 hektar itu.
Proses hukum yang sudah terjadi, pada tahun 2011, PT ACK menggugat PT KAI, Pemko Medan dan Badan pertanahan Nasional atas lahan dimaksud. PN Medan memenangkan PT ACK. Januari 2012, PT KAI mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Sumut. Gugatan pun kandas. PT KAI lantas mengajukan Kasasi ke MA. Lagi-lagi, PT KAI kalah.
“Gugatan tersebut terkait upaya PT ACK untuk merebut tanah tersebut dari PT KAI. PT KAI menemukan berbagai keanehan dan kejanggalan dalam berbagai proses sampai dengan putusan pengadilan yang mengabulkan permohonan PT ACK,” demikian pernyataan resmi PT KAI, beberapa waktu lalu.
Disebutkan dalam keterangan resmi berjudul “PT KAI : Lawan Mafia Tanah dan Mafia Peradilan”, itu bahwa penyerobotan terhadap aset-aset Negara oleh pihak swasta belakangan ini semakin marak terjadi.
Negara terkesan tak berdaya menghadapi kekuatan pemilik modal yang menghalalkan berbagai cara demi mendapatkan aset-aset Negara yang mereka incar. Anehnya, ketika upaya hukum ditempuh oleh Negara melalui instasi/lembaga/BUMN terkait untuk menyelamatkan aset-asetnya, upaya hukum tersebut jarang berhasil, atau dengan kata lain instasi/lembaga/BUMN tersebut selalu kalah.
“Hal itu kerap terjadi, karena mafia tanah dan mafia peradilan telah saling bekerjasama satu sama lain,” demikian tertulis dalam keterangan resmi itu. Merasa diperlakukan tidak adil dengan putusan pengadilan yang dinilai memiliki banyak keanehan dalam proses dan putusannya, PT KAI bertekat kuat untuk terus mencari keadilan.
Ditegaskan, PT KAI tidak akan menyerah menghadapi Mafia Tanah dan Mafia Peradilan yang telah patut diduga bekerjasama menyerobot aset-asetnya. Ditulis juga, “Sekali PT KAI menyerah terhadap para mafia tersebut maka aset PT KAI yang lain juga berpotensi akan hilang dan Negara akan dikalahkan oleh Mafia. Sekali lagi, Negara tidak boleh tunduk kepada para mafia, siapapun itu. Karena itu, PT KAI menempuh upaya hukum luar biasa yakni PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA)”.
Permohonan PK didaftarkan di Kepaniteraan PN Medan pada 18 September 2013. “Pengajuan PK ini merupakan upaya terakhir yang dilakukan PT KAI untuk menyelamatkan aset-asetnya di kota Medan setelah melalui proses hukum yang panjang. Karena itu, PT KAI sangat berharap Hakim MA dapat membuat keputusan yang adil, benar dan berdasarkan hati nurai yang tulus dan murni.”
Disebutkan, PT. KAI percaya 100 persen hakim MA akan mencermati semua dokumen PT KAI atas aset-aset di kota Medan, serta didukung oleh sikap kenegarawanan serta keluhuran jiwa dan kebeningan nurani. “Kami yakin PK yang diajukan PT KAI dapat dikabulkan. Itu artinya, aset Negara yang dikuasai pihak swasta dengan berbagai proses yang penuh manipulasi selama ini, dapat kembali menjadi aset PT KAI,” demikian keterangan pers resmi itu.
Dilanjutkan lagi, “Karena itu, sengketa aset PT KAI di Medan Sumatra Utara ini adalah taruhan bagi Negara, PT KAI dan juga lembaga peradilan di Indonesia. Apakah Negara akan tunduk kepada mafia atau Negara bisa berdiri tegak dengan penuh kewibawaan. Jika PT KAI menang dalam kasus di Medan (yang seharusnya memang “menang”) akan mengukuhkan hak kepemilikannya sendiri maka akan menjadi preseden yang baik, bagi upaya penyelamatan aset Negara lainnya yang sedang dikuasai swasta atau pihak lain secara tidak sah. Sebaliknya jika upaya ini gagal, akan menjadi preseden buruk bagi upaya serupa berikutnya.”
Sementara, koran ini belum berhasil meminta keterangan dari MA, mengapa PK sudah setahun lebih belum juga ada putusan. Saat dihubungi, ponsel Jubir MA Ridwan Mansyur aktif, namun tidak diangkat. Di luar PK, kasus pidananya saat ini masih ditangani Kejaksaan Agung. Sudah tiga nama yang menjadi tersangka; dua mantan Walikota Medan yakni Abdillah dan Rahudman Harahap, serta bos PT ACK Handoko Lie. (sam)