JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polemik Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) menajam. Suara pro dan kontra untuk pemilik kekayaan yang dianggap tak wajar itu saling berlomba. Hingga munculah tanya, apakah menjadi Kapolri tak boleh kaya?
Pertanyaan ini tersirat dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). “Mengharapkan semua pejabat miskin baru dibilang pejabat yang baik, tidak bisa juga kan,” papar JK di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (12/1).
Pembelaan terhadap pilihan Jokowi itu terlalu nyata diungkapkan JK. Dia mengatakan belum tentu seseorang yang memiliki miliaran uang dalam rekeningnya terindikasi tindak pidana korupsi.
“Ya kalau sekiranya ada masalah di negeri ini ya tentu serahkan ke masalah hukum tapi hanya ada gendut pun ukurannya apa ya kan, apakah Rp24 milliar itu gendut? Orang kalau punya dana kalau pun ada kan tidak berarti dia korup, kan belum tentu,” jelasnya.
Menurut JK, bisa saja uang yang ada di rekening Budi diperolehnya secara sah. Oleh karena itu, kata dia, harus dibuktikan terlebih dahulu asal usul uang tersebut sebelum menghakimi si pemilik uang.
“Jangan hanya dihubungkan gajinya. Mungkin saja dia tabungan sejak dulu, bisa saja anaknya dagang, bisa saja dia beli tanah, ya kita tidak bisa menghukum orang karena tidak ada uangnya, itu berbahaya,” tambahnya.
JK juga menilai mantan ajudan Megawati Soekarnoputri itu memiliki kemampuan untuk menjabat Kapolri. Selama berkarir di Kepolisian, Budi menduduki posisi-posisi penting. “Lihat saja karirnya, sekolah, pendidikan dia, nomor satu karirnya sudah menduduki tempat-tempat sesuai yang penting,” kata JK lagi.
Mengenai alasan Jokowi tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) dalam menyeleksi Kapolri, Kalla mengatakan, presiden tidak harus melibatkan dua lembaga tersebut. Pemilihan Kapolri merupakan hak prerogatif presiden. Selain itu, menurut dia, Presiden Jokowi mengedepankan asas praduga tak bersalah. “Kan saya katakan, presiden berpegang pada praduga tak bersalah,” tegasnya.
Politik Balas Budi
Dalam hal pengajuan nama calon Kapolri, Presiden mempunyai wewenang untuk mengajukan nama atau beberapa nama. Karena yang dicalonkan saat ini adalah kandidat tunggal, hal itu juga merupakan kewenangan Presiden. “Yang menarik adalah pendekatan yang berbeda itu,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra itu.
Muzani menduga, penunjukan Budi merupakan bagian dari proses terima kasih yang belum selesai atau politik balas budi. Kelihatannya proses itu akan berlangsung terus, dan tidak bisa dipastikan kapan. Muzani mengaku khawatir dengan berjalannya budaya terima kasih itu berjalan di penentuan posisi strategis bidang penegakan hukum.
“Kami ingin Presiden menjalankan tugasnya sesuai konstitusi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden (diharap) tidak dibayang-bayangi ketua parpol yang secara tersamar menjadi ‘perdana menteri’ dalam kabinet,” sorotnya.
Meski begitu, dari penjabaran itu, Partai Gerindra belum memastikan untuk menolak pencalonan Budi. Dirinya menyatakan, diperlukan kajian terlebih dahulu terhadap sosok Budi sebelum diterima atau ditolak oleh Fraksi Partai Gerindra. “Kami akan panggil anggota kami di komisi III untuk dapat masukan,” ujarnya.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera sendiri juga tidak memberikan reaksi penolakan terhadap sosok Budi. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Jamil menilai, salah satu penilaian negatif dari beberapa pihak selama ini adalah kepemilikan rekening gendut. Nasir menilai hal itu adalah isu lama yang sejatinya sudah terklarifikasi. “Tidak masalah asalkan rekening itu didapat tidak melalui kejahatan,” ujarnya.
Nasir menilai, Budi secara persyaratan sudah memiliki pengalaman yang cukup. Sebelum menjabat sebagai Kalemdikpol, Budi sudah pernah menjabat sebagai Kapolda Bali. Hal itu sudah menjadi tolok ukur kelayakan Budi untuk bisa memimpin korps Bhayangkara.
“Ini tentu menjadi modal Budi untuk melanjutkan reformasi di tubuh Polri,” ujarnya.
Nasir menyatakan, Komisi III memiliki mekanisme tersendiri sebelum melakukan fit and proper test calon Kapolri. Bisa saja nanti Komisi III akan mengundang KPK dan PPATK untuk dimintai tanggapan terkait pencalonan Budi. “Hasilnya nanti kembali kepada masing-masing fraksi,” ujarnya.
Partai Amanat Nasional secara terpisah juga tidak mempersoalkan pencalonan Budi. Sekretaris Jenderal DPP PAN yang juga Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menilai, terpilihnya Budi tentu sudah melalui pertimbangan yang matang. Taufik meyakini Budi juga sudah melalui proses di Dewan Kebijakan dan Kepangkatan Tinggi di Polri.
“PAN simpel saja. Seorang prajurit kalau sudah mengemban bintang (jenderal) tentu sudah lolos kualifikasi Wanjakti,” ujarnya.
Menurut Taufik, dirinya tidak mempersoalkan adanya kedetakan Budi dengan Jokowi maupun PDIP. Terpilihnya Budi merupakan hak prerogatif dan kewenangan khusus yang dimiliki Presiden. “PAN menghargai aspirasi dan hak prerogatif presiden itu,” tegasnya.
Sebelumnya, Fraksi Partai Golkar juga sudah memastikan dukungannya terhadap Budi. Sekretaris Fraksi Partai Golkar yang juga anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menyatakan bahwa pihaknya akan mendukung pencalonan Budi dalam fit and proper test yang berlangsung di DPR.
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin menyatakan, Komisi III merencanakan akan menggelar pleno uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri pada 19 Januari nanti. Usulan itu muncul dari hasil rapat internal Komisi III DPR. “Nantinya akan disampaikan ke Rapat Bamus (Badan Musyawarah) besok,” ujarnya.
Selain itu, melanjutkan tradisi uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri sebelumnya, Komisi III juga akan mengunjungi kediaman Budi sebelum digelar fit and proper test. Kunjungan itu direncanakan berlangsung pada hari Jumat (16/1) mendatang. “Setelah salat Jumat, kita akan mengunjungi kediaman calon Kapolri,” jelasnya.
Wacana agar Komisi III memanggil KPK dan PPATK untuk mengklarifikasi rekening Budi kemungkinan juga tidak terjadi. Komisi III memilih untuk fokus mendalami rekam jejak Budi melalui kunjungan langsung dan fit and proper test saja.
Pemilihan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri sepertinya tidak terbendung, kendati sempat tersangkut kasus rekening gendut. Karena itu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akan mengawasi secara ketat.
Komisioner Kompolnas M Nasser mengatakan, Kompolnas sebenarnya telah memeriksa Budi Gunawan terkait kasus rekening gendut dan hasilnya sesuai keterangan dari Bareskrim dia tidak berhubungan dengan masalah itu. “Namun, melihat aspirasi masyarakat, tentu Kompolnas akan mengawasi kinerja Budi Gunawan jika akhirnya terpilih,” ujarnya.
Pengawasan kinerja Polri dan Kapolri tentu akan dilakukan secara lebih ketat. Yang paling utama agar tidak terjadi kasus kekerasan yang dilakukan polisi. Seperti yang terjadi setahun ini, bentrok antara Polisi-TNI dan Polisi dengan warga. “Ini salah satu indikator kinerja Kapolri,” paparnya.
Sebenarnya, Kompolnas mengajukan pergantian Kapolri dengan beberapa nama karena memang Kapolri yang menjabat saat ini layak untuk diganti. Tentu dikarenakan kinerja Polri yang menurun, serta bentrokan polisi yang meningkat. “Tentunya, harapannya kinerja Polri menjadi lebih baik dengan pergantian ini,” jelasnya.
Selain itu, ada berbagai janji dari Kapolri saat ini yang tidak terlaksana. Salah satunya, pembenahan internal Polri. Hal tersebut sama sekali tidak terdengar saat Sutarman menjabat. “Tentu, kami harus meresponnya,” ujarnya.
Sementara Wartawan Jawa Pos (grup Sumut Pos) mendatangi kantor Budi Gunawan di Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) untuk mengkonfirmasi masalah tersebut. Sayangnya, Budi tidak berada di kantor. Saat dihubungi, hanya terdengar nada sibuk di handphone Budi dan pesan singkat juga tidak diangkat. Menurut salah satu petugas bagian informasi, Budi jarang berada di kantornya. (bbs/bay/idr/jpnn/rbb)