Moratorium TKI, Devisa Negara Terkena Dampak
Pemerintah Indonesia melalui Presiden Susilo Bambang Yudhono memutuskan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi terhitung efektif 1 Agustus 2011. Masalahnya, pemerintah belum melakukan kajian mendalam terhadap dampak kebijakan penghentian sementara atau moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi.
Ya, meski ‘semi moratorium’ sudah diberlakukan sejak Januari 2011, pemerintah belum menghitung berapa dampak kebijakan tersebut terhadap devisa negara. “Sebetulnya kita belum bisa mempredikisi jumlahnya. Tapi hal inti sekarang ini, yang terbanyak mengirim devisa adalah TKI formal,” ujar Menakertrans Muhaimin Iskandar di Istana Negara, Kamis (23/6).
Muhaimin juga optimis rencana moratorium TKI ke Arab Saudi akan lebih mudah. Alasannya, sudah dilakukan sosialisasi dan regulasi melalui soft moratorium sejak Januari 2011. “Kita sudah kampanye di 38 Kabupaten/kota dalam lima bulan terakhir supaya tidak memilih profesi jadi pembantu rumah tangga di Timur Tengah. Kalaupun masih mau maka syaratnya harus diperketat,” kata Muhaimin.
Untuk mengarahkan tenaga kerja dari sektor informal ke sektor formal, kata Muhaimin, pemerintah akan intensif melakukan berbagai pelatihan-pelatihan dan penjaringan dengan seleksi ketat. Dikatakan, hampir 95 persen TKI yang bekerja di sektor informal ataupun formal, sukses bekerja di luar negeri. “Seleksinya bukan tergantung pribadi tapi ada auditor independen. Sekarang ini auditnya masih ditangani oleh lembaga surveyor yang dilakukan pihak ketiga,” kata menteri asal PKB itu.
Di sisi lain, Kementrian Keuangan mengakui moratorium TKI ke Arab Saudi akan berpengaruh pada penerimaan negara dari devisa. Selama ini sumbangan devisa negara dari TKI menduduki peringkat kedua terbesar setelah sektor migas.
Dari data BI, jumlah remitansi atau kiriman uang, TKI hingga September 2010 sudah menembus angka USD5,03 miliar (sekitar Rp45,27 triliun). Perkiraan kenaikan dalam setahun mencapai 2,44 persen dibandingkan dengan periode sama pada 2009 sebesar US$4,91miliar.
Sedangkan menurut data remitansi Bank Dunia pada 2010, pengiriman uang ke dan dari Indonesia mencapai USD7 miliar atau sekitar Rp63 triliun. Angka ini lebih tinggi dibanding data remitansi BI 2010 sebesar USD6,73 miliar atau sekitar Rp61 triliun.
BI mencatat jumlah TKI yang mencari nafkah di luar negeri selama kuartal I-2011 mencapai 48.000 orang. TKI terbanyak terdapat di Arab Saudi sebesar 17.890 orang, disusul Malaysia 9.008 orang. Sedangkan menurut data LSM Migrant Care saat ini jumlah TKI di Arab Saudi sebanyak 1,2 juta orang, Malaysia 2,3 juta orang, Hongkong 130 ribu orang, dan Singapura sebanyak 80 ribu orang. Setiap satu orang TKI menjadi pahlawan devisa bagi tanah air.
“Pasti ada impact pada penghasilan remitansi. Tapi bagaimanapun kita harus melihat pada konteks yang lebih besar lagi bahwa perlindungan bagi TKI itu adalah suatu kewajiban,” tegas Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati di Jakarta, Kamis (23/6).
Meski di satu sisi penerimaan akan terganggu, namun di sisi lain moratorium TKI ke Arab Saudi akan membawa dampak positif bagi Indonesia. Anny yakin setelah ini pemenuhan hak-hak kerja dalam konteks kemanusiaan dan HAM bagi TKI akan lebih dihormati.
“Moratorium ini membuat Indonesia punya waktu untuk mempersiapkan kualitas SDM yang lebih baik. Termasuk memikirkan bagaimana meningkatkan bargaining position (posisi tawar, Red) kita. Misalnya saat orang asing bekerja di sini, seperti itulah harusnya orang berpikir saat WNI bekerja di luar,” jelas Anny.
Dengan moratorium TKI kata Anny, jangan lantas memikirkan angka pengangguran akan bertambah. Karena inilah momen yang tepat untuk terus meningkatkan sektor riil melalui program kerakyatan.
“Jangan berpikir pesimis. Inilah dorongan untuk memperbaiki sektor riil kita bagaimana menggunakan kekuatan domestik untuk meningkatkan neraca pembayaran kita,” kata Anny. (afz/jpnn)
Desak MUI Keluarkan Fatwa Haram
Cendekiawan muslim dan pengamat Timur Tengah Azyumardi Azra meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap pengiriman TKW ke kawasan Timur Tengah. Alasannya, tidak adanya penghargaan dan jaminan dari sejumlah negara yang warganya mayoritas muslim itu untuk melindungi dan menghargai hak-hak TKW.
“MUI juga perlu mengeluarkan fatwa tentang keharaman mengirimkan TKW ke negara negara yang tidak melindungi dan memberikan HAM kepada TKW. Kecuali negara-negara yang bisa berlaku adil,” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/6).
Menurut Azyumardi, moratorium tidaklah cukup. Harus ada tindakan yang lebih tegas agar kasus-kasus penganiayaan terhadap TKW tidak terjadi lagi. Terlebih dinegara-negara Timur Tengah yang kerap menganggap seorang TKW sebagai barang milik yang boleh diperlakukan semuanya.
“Karena apa? Karena di negara Timur Tengah ini TKW kita diperlakukan sebagai hak milik. Jadi harta benda yang ada diinginkan, apakah dengan cara persuasif atau dengan cara kekerasan, mereka memperlakukan TKW kita ini secara melanggar HAM,’’ tambahnya.
Dia berpendapat, pengiriman TKW harus dihentikan total, kecuali ke negara yang mau memperlakukan TKW sebagai manusia biasa. “Sebagai manusia yang memiliki hak-haknya, seperti hak liburan, gaji yang memadai. Sebab, di banyak negara Timur Tengah, gaji juga tidak memadai. “Seperti di Yordania gajinya cuma Rp800 ribu, itupun sering ditunda-tunda dan tidak diberikan,” tambahnya. (zul/jpnn)