26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

PDIP Restui Pegawai KPK Mundur

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota Komisi III DPR Junimart Girsang menyebut rencana  penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  mundur ramai-ramai jika pimpinan lembagta antirasuah itu adalah wajar. Yang jadi masalah kalau pimpinan KPK tidak mundur di saat statusnya sudah jadi tersangka.

Dia menyebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) KPK, tidak hanya Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto alias BW yang harus mundur dari jabatannya. Karena , saat ini sudah hampir seluruhnya petinggi KPK tersandung kasus hukum, jadi seluruhnya harus mundur pula.

“Pasal 32 ayat 2 UU KPK apabila pimpinan KPK jadi tersangka, dia harus nonaktif. Itu undang-undang. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, dia (BW, red) kan udah jadi tersangka,” ujar Junimart.

Apakah desakan mundur itu sebagai upaya pelemahan yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)?  Junimart membantahnya. Dia justru mengatakan, KPK berdiri saat Megawati Soekarno Putri masih menjabat sebagai Presiden.

“KPK akan kita dukung sampai kapan pun dan ingat KPK itu ada di zaman Ibu Megawati dan jelas sampai sekarang masih semangat dalam pemberantasan korupsi,” imbuhya.

Seperti diketahui, sebagian besar pegawai KPK berniat mengembalikan mandat lembaga antikorupsi ini ke presiden apabila seluruh pimpinan menjadi tersangka. Hal itu dilayangkan langsung Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto alias BW dan hal itu telah mendiskusikannya dengan seluruh pimpinan KPK.

Alasannya, satu demi satu, pimpinannya KPK diperkarakan. Caranya, dengan ancaman kasus. Urusan yang lama dikorek-korek, atau dicari-cari. BW jadi tersangka kasus kesaksian palsu, tahun 2010. Adnan Pandu Praja dipolisikan kasus dokumen palsu tahun 2006. Dan Abraham Samad dugaan pertemuan dengan petinggi PDIP dan menjanjikan bantuan hukum dalam perkara Emir Moeis dan yang terakhir,  Zulkarnaen  dilaporkan terkait dengan kasus dana Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat, tahun 2010.

Minta Komite Etik Khusus
Di sisi lain, Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto akhirnya memenuhi undangan pengawas internal KPK. Kemarin, selama dua jam dia bertemu dengan pengawas untuk menyerahkan berbagai bukti terkait kasus Ketua KPK Abraham Samad yang dinilai melakukan manuver politik saat menjabat ketua lembaga antirasuah itu. Setelah pertemuan tersebut, Hasto mendesak KPK membentuk komite etik khusus untuk kasus Abraham Samad.

Hasto yang datang sekitar pukul 14.00 itu menyebut, kedatangannya untuk mengklarifikasi ucapannya saat diundang Komisi III DPR pada 4 Februari lalu. Dia menegaskan memberikan penjelasan yang jujur dan tidak ada niatan untuk melemahkan KPK. “Semua disertai bukti yang menurut saya memenuhi persyaratan dibentuknya komite etik,” katanya.

Politisi kelahiran Jogjakarta itu mengaku sudah menyerahkan bukti-bukti kepada pengawas internal. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci. Dia hanya menyebut ada bukti-bukti pertemuan berupa foto dan pernyataan saksi. Bukti yang diberikan masih terbatas karena Hasto menyebut ada yang masih dipegang Bareskrim Mabes Polri.

Soal ada tidaknya bukti rekaman, baik berupa video maupun suara tidak dijawab olehnya. Hasto yang datang dengan batik hitam bercorak merah itu menyebut bukti yang diberikan bertahap. “Saya serahkan selengkapnya, dan ini memenuhi persyaratan dibentuknya komite etik,” imbuhnya.

Dia menyebut bukti-bukti yang diberikan disambut baik oleh pengawas internal. Suasana yang terjadi saat pertemuan juga disebutnya santai. Menurutnya, itu disebabkan oleh adanya keinginan yang sama untuk mengungkap kebenaran. Dia yakin betul kalau bukti itu bisa membuat lembaga antirasuah membentuk komite etik. “Tapi, kami serahkan sepenuhnya ke KPK. Saya apresiasi langkah KPK untuk mengundang saya ke sini,” jelasnya.

Kelancaran Hasto saat memberikan keterangan tidak terjadi ketika disinggung soal bagaimana kode etik itu dilanggar. Terutama, saat ditanya tahu tidak bahwa bertemu dengan Abraham Samad adalah melanggar kode etik. Tetapi, kenapa masih dia lakukan jika memang tidak ada niatan buruk.

Setelah terdiam, dia menyebut pertemuannya tidak melanggar kode etik. Sebab, inisiatif ada di Abraham Samad. Bukan dirinya. Dia menegaskan tidak pernah mencari-cari persoalan, tapi undnag-undang mengatur pelanggaran kode etik tersebut. “Sekali lagi, yang saya lakukan adalah menegakkan kebenaran di atas kebenaran,” tegasnya.

Terpisah, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi S.P mengapresiasi kedatangan Hasto untuk memenuhi undangan pengawas internal (PI). Dia menyebut ada beberapa foto yang diserahkan kepada pengawas. Saat ini, bukti-bukti itu sedang dikaji untuk menyimpulkan perlu tidaknya dibentuk komite etik.

“Kami tunggu hasil penelusuran lebih lanjut dari tim PI,” katanya. Setelah ini, lanjut Johan, pengawas akan mengundang beberapa orang untuk memberikan informasi, data, atau fakta terkait tuduhan kepada Abraham Samad. Namun, dia mengaku tidak tahu siapa lagi yang akan dimintai keterangan.

Pengawas tampaknya konsentrasi pada pengumpulan informasi dari eksternal KPK. Sebab, Johan menyebut belum ada rencana untuk meminta keterangan dari Abraham Samad atau pimpinan lain. Dia menyebut pemeriksaan terhadap komisioner baru bisa dilakukan setelah ada komite etik.

“Kalau memang ada indikasi benar dan kemudian perlu dibentuk komite etik,” ucapnya. Meski belum dimintai keterangan, bukan berarti pengawas akan kongkalikong dengan pimpinan KPK. Johan memastikan tidak ada seperti itu karena pimpinan yang diindikasi melanggar kode etik, tidak ikut berunding bersama penasihat KPK. (dim/end/aen/jpnn/rbb)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota Komisi III DPR Junimart Girsang menyebut rencana  penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  mundur ramai-ramai jika pimpinan lembagta antirasuah itu adalah wajar. Yang jadi masalah kalau pimpinan KPK tidak mundur di saat statusnya sudah jadi tersangka.

Dia menyebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) KPK, tidak hanya Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto alias BW yang harus mundur dari jabatannya. Karena , saat ini sudah hampir seluruhnya petinggi KPK tersandung kasus hukum, jadi seluruhnya harus mundur pula.

“Pasal 32 ayat 2 UU KPK apabila pimpinan KPK jadi tersangka, dia harus nonaktif. Itu undang-undang. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, dia (BW, red) kan udah jadi tersangka,” ujar Junimart.

Apakah desakan mundur itu sebagai upaya pelemahan yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)?  Junimart membantahnya. Dia justru mengatakan, KPK berdiri saat Megawati Soekarno Putri masih menjabat sebagai Presiden.

“KPK akan kita dukung sampai kapan pun dan ingat KPK itu ada di zaman Ibu Megawati dan jelas sampai sekarang masih semangat dalam pemberantasan korupsi,” imbuhya.

Seperti diketahui, sebagian besar pegawai KPK berniat mengembalikan mandat lembaga antikorupsi ini ke presiden apabila seluruh pimpinan menjadi tersangka. Hal itu dilayangkan langsung Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto alias BW dan hal itu telah mendiskusikannya dengan seluruh pimpinan KPK.

Alasannya, satu demi satu, pimpinannya KPK diperkarakan. Caranya, dengan ancaman kasus. Urusan yang lama dikorek-korek, atau dicari-cari. BW jadi tersangka kasus kesaksian palsu, tahun 2010. Adnan Pandu Praja dipolisikan kasus dokumen palsu tahun 2006. Dan Abraham Samad dugaan pertemuan dengan petinggi PDIP dan menjanjikan bantuan hukum dalam perkara Emir Moeis dan yang terakhir,  Zulkarnaen  dilaporkan terkait dengan kasus dana Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat, tahun 2010.

Minta Komite Etik Khusus
Di sisi lain, Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto akhirnya memenuhi undangan pengawas internal KPK. Kemarin, selama dua jam dia bertemu dengan pengawas untuk menyerahkan berbagai bukti terkait kasus Ketua KPK Abraham Samad yang dinilai melakukan manuver politik saat menjabat ketua lembaga antirasuah itu. Setelah pertemuan tersebut, Hasto mendesak KPK membentuk komite etik khusus untuk kasus Abraham Samad.

Hasto yang datang sekitar pukul 14.00 itu menyebut, kedatangannya untuk mengklarifikasi ucapannya saat diundang Komisi III DPR pada 4 Februari lalu. Dia menegaskan memberikan penjelasan yang jujur dan tidak ada niatan untuk melemahkan KPK. “Semua disertai bukti yang menurut saya memenuhi persyaratan dibentuknya komite etik,” katanya.

Politisi kelahiran Jogjakarta itu mengaku sudah menyerahkan bukti-bukti kepada pengawas internal. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci. Dia hanya menyebut ada bukti-bukti pertemuan berupa foto dan pernyataan saksi. Bukti yang diberikan masih terbatas karena Hasto menyebut ada yang masih dipegang Bareskrim Mabes Polri.

Soal ada tidaknya bukti rekaman, baik berupa video maupun suara tidak dijawab olehnya. Hasto yang datang dengan batik hitam bercorak merah itu menyebut bukti yang diberikan bertahap. “Saya serahkan selengkapnya, dan ini memenuhi persyaratan dibentuknya komite etik,” imbuhnya.

Dia menyebut bukti-bukti yang diberikan disambut baik oleh pengawas internal. Suasana yang terjadi saat pertemuan juga disebutnya santai. Menurutnya, itu disebabkan oleh adanya keinginan yang sama untuk mengungkap kebenaran. Dia yakin betul kalau bukti itu bisa membuat lembaga antirasuah membentuk komite etik. “Tapi, kami serahkan sepenuhnya ke KPK. Saya apresiasi langkah KPK untuk mengundang saya ke sini,” jelasnya.

Kelancaran Hasto saat memberikan keterangan tidak terjadi ketika disinggung soal bagaimana kode etik itu dilanggar. Terutama, saat ditanya tahu tidak bahwa bertemu dengan Abraham Samad adalah melanggar kode etik. Tetapi, kenapa masih dia lakukan jika memang tidak ada niatan buruk.

Setelah terdiam, dia menyebut pertemuannya tidak melanggar kode etik. Sebab, inisiatif ada di Abraham Samad. Bukan dirinya. Dia menegaskan tidak pernah mencari-cari persoalan, tapi undnag-undang mengatur pelanggaran kode etik tersebut. “Sekali lagi, yang saya lakukan adalah menegakkan kebenaran di atas kebenaran,” tegasnya.

Terpisah, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi S.P mengapresiasi kedatangan Hasto untuk memenuhi undangan pengawas internal (PI). Dia menyebut ada beberapa foto yang diserahkan kepada pengawas. Saat ini, bukti-bukti itu sedang dikaji untuk menyimpulkan perlu tidaknya dibentuk komite etik.

“Kami tunggu hasil penelusuran lebih lanjut dari tim PI,” katanya. Setelah ini, lanjut Johan, pengawas akan mengundang beberapa orang untuk memberikan informasi, data, atau fakta terkait tuduhan kepada Abraham Samad. Namun, dia mengaku tidak tahu siapa lagi yang akan dimintai keterangan.

Pengawas tampaknya konsentrasi pada pengumpulan informasi dari eksternal KPK. Sebab, Johan menyebut belum ada rencana untuk meminta keterangan dari Abraham Samad atau pimpinan lain. Dia menyebut pemeriksaan terhadap komisioner baru bisa dilakukan setelah ada komite etik.

“Kalau memang ada indikasi benar dan kemudian perlu dibentuk komite etik,” ucapnya. Meski belum dimintai keterangan, bukan berarti pengawas akan kongkalikong dengan pimpinan KPK. Johan memastikan tidak ada seperti itu karena pimpinan yang diindikasi melanggar kode etik, tidak ikut berunding bersama penasihat KPK. (dim/end/aen/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/