25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

6.443 Kasus, Hanya 148 Hakim yang Ditindak

MEDAN- Kepercayaan masyarakat terhadap kewibawaan peradilan di Indonesia semakin menurun. Komisi Yudisial (KY) mencatat dari tahun 2005 sampai dengan 2012, total pengaduan masyarakat atas hakim yang melanggar kode etik mencapai 6443 kasus. Dimana 3400 kasus yang diregistrasi oleh Mahkamah Agung (MA) dan 1014 kasus yang ditindaklanjuti.

“Dari jumlah itu, MA hanya memanggil hakim dari 570 kasus yang ditindaklanjuti. Sedangkan yang diberikan sanksi hanya 148 hakim dari ribuan laporan yang diterima KY,” ujar Wakil Ketua Komisi Yudisial, H Imam Anshori Saleh, SH, MHum dalam pembukaan Pelatihan Tematik “Hukum Pidana Khusus” bagi Hakim Tinggi di Grand Aston, Medan, Rabu (12/9).

Disebutkannya, jika ditelisik dari ribuan pengaduan yang diterima KY tersebut, maka dapat disimpulkan kondisi peradilan di Indonesia sudah tidak kondusif sehingga turunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan. “Setidaknya itu tercermin dari jumlah laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke KY yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya,” terangnya.

Imam Anshori Saleh juga mencontohkan untuk laporan masyarakat yang diterima KY dari Januari s/d Juni 2012 berkisar 786 kasus. Dimana 161 pengaduan yang diregistrasi, 86 kasus hakimnya dipanggil dan diselidiki MA, namun hanya 14 hakim yang diberikan sanksi. “Artinya, hanya berkisar 20 persen laporan masyarakat yang ditanggapi MA, 10 persen dari laporan yang hakimnya dipanggil, dan hanya dua persen hakim yang diberi tindakan,” jelasnya.

Ketika disinggung bentuk sanksi yang diberikan kepada hakim, Imam Anshori Saleh, mengaku hanya ada dua sanksi yang diberikan kepada hakim yang bermasalah. “Yang pertama adalah sanksi ringan dimana dalam bentuk teguran ataupun surat. Kemudian sanksi berat adalah dicopot dari hakim tinggi,” ungkapnya.

Sambungnya, bentuk laporan masyarakat yang masuk ke KY adalah seperti dikeluhkannya tertunda persidangan, masalah pertanyaan hakim kepada saksi yang dibawa penasehat selalu memojokkan, dan lain sebagainya. “Hal ini adalah bentuk respek masyarakat terhadap hakim dan mendorong agar hakim menunjukkan kredibilitasnya sebagai penegak hukum yang adil,” ujarnya.

Lanjutnya, salah satu upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan peradilan di Indonesia adalah dengan keberadaan KY itu sendiri.

“Tentunya dalam hal ini KY harus dapat menjadi tempat kepercayaan masyarakat dimana menerima setiap laporan dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan penegak keadilan seperti halnya hakim,” kata Imam Anshori Saleh. (far)

MEDAN- Kepercayaan masyarakat terhadap kewibawaan peradilan di Indonesia semakin menurun. Komisi Yudisial (KY) mencatat dari tahun 2005 sampai dengan 2012, total pengaduan masyarakat atas hakim yang melanggar kode etik mencapai 6443 kasus. Dimana 3400 kasus yang diregistrasi oleh Mahkamah Agung (MA) dan 1014 kasus yang ditindaklanjuti.

“Dari jumlah itu, MA hanya memanggil hakim dari 570 kasus yang ditindaklanjuti. Sedangkan yang diberikan sanksi hanya 148 hakim dari ribuan laporan yang diterima KY,” ujar Wakil Ketua Komisi Yudisial, H Imam Anshori Saleh, SH, MHum dalam pembukaan Pelatihan Tematik “Hukum Pidana Khusus” bagi Hakim Tinggi di Grand Aston, Medan, Rabu (12/9).

Disebutkannya, jika ditelisik dari ribuan pengaduan yang diterima KY tersebut, maka dapat disimpulkan kondisi peradilan di Indonesia sudah tidak kondusif sehingga turunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan. “Setidaknya itu tercermin dari jumlah laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke KY yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya,” terangnya.

Imam Anshori Saleh juga mencontohkan untuk laporan masyarakat yang diterima KY dari Januari s/d Juni 2012 berkisar 786 kasus. Dimana 161 pengaduan yang diregistrasi, 86 kasus hakimnya dipanggil dan diselidiki MA, namun hanya 14 hakim yang diberikan sanksi. “Artinya, hanya berkisar 20 persen laporan masyarakat yang ditanggapi MA, 10 persen dari laporan yang hakimnya dipanggil, dan hanya dua persen hakim yang diberi tindakan,” jelasnya.

Ketika disinggung bentuk sanksi yang diberikan kepada hakim, Imam Anshori Saleh, mengaku hanya ada dua sanksi yang diberikan kepada hakim yang bermasalah. “Yang pertama adalah sanksi ringan dimana dalam bentuk teguran ataupun surat. Kemudian sanksi berat adalah dicopot dari hakim tinggi,” ungkapnya.

Sambungnya, bentuk laporan masyarakat yang masuk ke KY adalah seperti dikeluhkannya tertunda persidangan, masalah pertanyaan hakim kepada saksi yang dibawa penasehat selalu memojokkan, dan lain sebagainya. “Hal ini adalah bentuk respek masyarakat terhadap hakim dan mendorong agar hakim menunjukkan kredibilitasnya sebagai penegak hukum yang adil,” ujarnya.

Lanjutnya, salah satu upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan peradilan di Indonesia adalah dengan keberadaan KY itu sendiri.

“Tentunya dalam hal ini KY harus dapat menjadi tempat kepercayaan masyarakat dimana menerima setiap laporan dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan penegak keadilan seperti halnya hakim,” kata Imam Anshori Saleh. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/