SUMUTPOS.CO – Fadli Hasan (14) tak kalah sedih. Dia yang merasa paling bertanggung jawab. Sebab, sebelumnya dia yang diminta ibunya mengantarkan adiknya les, sekalian mengantar neneknya ke Belawan.
“Aku sempat diminta Mamak ngantar adik sama nenek. Karena aku capek baru pulang sekolah, aku jadi menolak. Makanya Mamak yang mengantar,” ucapnya.
“Saat itu aku nonton TV di rumah. Tiba-tiba kawanku datang, ngabari Mamakku kecelakaan, mati di tempat. Aku langsung ke sana, terus kubawa ke rumah sakit,” paparnya. Pelajar SMP itu juga mengaku, bila harus ad yang salah, dia lah orangnya. “Aku yang harus disalahkan. Ini semua salahku Pak, aku yang nggak mau nuruti Mamak, ngantar adik les,” sedihnya.
Sementara, lokasi kejadian memang dianggap rawan kecelakaan. “Setahun yang lalu pernah juga terjadi kecelakaan di jalan ini, mati juga. Kejadian itu juga hari Jumat, habis salat Jumat,” ucap Sudarman (40) warga sekitar.
“Kalau kita jalan dari jauh, jalan tersebut sepertinya lurus. Namun setelah kita jalani, jalannya tikungan. Kami menduga kalau jalan ini ada penghuninya. Karena sering kecelakaan dan korbannya mati,” sambung pria yang sudah 20-an tahun menetap di sana, menduga.
WAJAH ANAKKU PENUH DARAH
Fachrudin (43) hanya bisa meratapi kematian anak istrinya. Ditemui di rumah sakit, pria yang bekerja sebagai Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) di Belawan itu, belum percaya istri dan anak bungsunya tewas mengenaskan.
“Aku tak yakin kalau yang tewas kecelakaan itu anak dan istriku. Sebelum kejadian, saya sempat nelepon. Istriku bilang lagi sama orangtuaku mau ke Belawan,” ucapnya.
Begitu mendapat kabar dari para tetangga, dia langsung menuju rumah sakit. Dia mengaku tidak sanggup melihat kondisi wajag anak bungsunya yang penuh darah. “Semua aku serahkan kepada Yang Maha Kuasa, aku tidak sanggup berkata-kata lagi. Gitu aku membuka kain sarung yang menututupi wajah anaknu, aku langsung menangis. Wajah anakku penuh darah,” tambahnya, berharap peanbrak ditindak tegas sesuai hukum.(cr2/trg)