SUMUTPOS.CO – Mahkamah Konstitusi di Korea Selatan menghapus undang-undang yang melarang perzinahan yang diterapkan di negara tersebut sejak 62 tahun yang lalu.
Menurut para hakim MK, undang-undang ini tidak konstitusional karena negara mestinya tidak mengurusi kehidupan pribadi warga, meski secara sosiologis perzinahan yang dilakukan oleh orang-orang yang menikah tergolong tindakan yang tidak bermoral.
Salah satu hakim, Park Han-Chul, mengatakan persepsi masyarakar tentang hak-hak seksual sudah mengalami perubahan.
Berdasarkan undang-undang ini mereka yang dinyatakan bersalah berzina bisa dijatuhi hukuman penjara maksimal dua tahun.
Catatan menunjukkan sekitar 5.500 orang diajukan ke pengadilan sejak 2008 karena didakwa melanggar undang-undang ini, meski hanya segilintir orang yang benar-benar menjalani hukuman.
Kasus dibatalkan
“Makin jarang orang yang dihukum karena berzina. Jumlah kasus menurun dan sering kali kasus-kasus yang diajukan ke pengadilan akhirnya dibatalkan,” kata Lim Ji-bong, pakar hukum di Universitas Sogang, Seoul, kepada kantor berita Associated Press.
Undang-undang ini disahkan pada 1953 dan membuat Korea Selatan termasuk satu dari sedikit negara non-Muslim yang menggolongkan perzinahan sebagai tindak pidana.
Produk hukum ini dibuat dengan landasan perzinahan atau perselingkuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang telah menikah merusak tatanan sosial dan mengganggu kehidupan rumah tangga.
Namun para pengkritik mengatakan undang-undang ini ketinggalan zaman karena masyarakat Korea Selatan sekarang sudah berubah. (BBC)