26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mau Jadi Kasek Harus Nyetor Uang

3-3-Abyadi saat mendatangi kepsek-sumutposMEDAN, SUMUTPOS. CO-Tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut menemukan pungutan liar alias Pungli untuk menjadi kepala sekolah (Kasek) di Sekolah Dasar (SD). Di kalangan para guru, kutipan untuk menjadi Kasek ini dikenal dengan istilah “mahar”. Inilah yang diduga menjadi penyebab sehingga banyak sekolah yang tidak memiliki kepala sekolah yang defenitif.

“Banyak yang tidak sanggup membayar “mahar” tersebut. Karena tak sanggup memberi “mahar”, akhirnya tidak diangkat jadi Kasek defenitif,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar S.Sos.

Dikatakan Abyadi, hal ini terungkap saat tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut mengunjungi beberapa sekolah dasar di Kota Medan. Dua di antara sekolah yang mereka kunjungi adalah SD Negeri 064014 dengan Pelaksana tugas (Plt) Kasek Murdin Tamba dan SD Negeri 060833 dengan Plt Kasek Sabar Pandiangan. Kedua sekolah ini terletak di Jalan Agenda Medan. “Dari kunjungan ini, memberi gambaran yang menguatkan dugaan kita bahwa ada pungli untuk menjadi kepala sekolah. Diduga ada “setoran” bila ingin menjadi kepala sekolah,” tegas Abyadi di sela-sela kunjungan ke dua SD Negeri di Kota Medan yang tidak memiliki kepala sekolah defenitif.

Abyadi menjelaskan, seperti di SDN 064014 dengan Plt Kasek Murdin Tamba. Murdin sendiri Kasek defenitif di SDN 068041 Jalan Damar, Medan Petisah. Padahal menurut Sinurat, sudah ada kepala sekolah baru yang dilantik pada Januari lalu. “Katanya sudah ada, perempuan. Mantan kepala sekolah juga, pernah jadi pengawas juga. Tapi sampai sekarang belum sampai ke sini,” ujar Sinurat.

Menurut Sinurat, selain SDN 064014, ada dua sekolah lagi di Medan Petisah yang masih dipimpin Plt. Padahal ia dan beberapa orang guru dari Medan Petisah sebelumnya pernah mendaftar sebagai kepala sekolah, tapi satu pun tidak ada yang lulus.

Sementara sumber lain menyebutkan, untuk menjadi Kasek ada setoran yang harus dibayar. Angkanya berkisar Rp30-40 juta. Tergantung tingkat favorit sebuah sekolah. Ada pula yang memanfaatkan kedekatan dengan “orang dalam” untuk memuluskan jalannya.

Dari hasil penelusuran tersebut, Abyadi menyimpulkan bahwa ada duga-an pungli untuk menjadi kepala sekolah. Sebab Dinas Pendidikan membiarkan sekolah tanpa Kasek defenitif dalam waktu yang cukup lama.  “Ada dugaan tunggu menunggu dari pihak dinas tentang siapa calon Kasek yang paling berani menyetor rupiah lebih banyak. Sambil menunggu, kursi Kasek dibiarkan kosong dan berdebu begitu saja. Ini layaknya seperti proses tender proyek,” kata Abyadi.

Abyadi meminta Walikota Medan memerintahkan Inspektorat untuk mengusut kasus ini sampai tuntas. Ia menduga walikota tidak mengetahui hal tersebut. Namun dikhawatirkan ada beberapa pihak membawa-bawa nama walikota. Padahal pelakunya ada di tingkat bawah. “Jangan biarkan praktik-praktik seperti ini marak di Kota Medan dan memperburuk citra walikota yang igin membenahi dunia pendidikan,” tegasnya.

3-3-Abyadi saat mendatangi kepsek-sumutposMEDAN, SUMUTPOS. CO-Tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut menemukan pungutan liar alias Pungli untuk menjadi kepala sekolah (Kasek) di Sekolah Dasar (SD). Di kalangan para guru, kutipan untuk menjadi Kasek ini dikenal dengan istilah “mahar”. Inilah yang diduga menjadi penyebab sehingga banyak sekolah yang tidak memiliki kepala sekolah yang defenitif.

“Banyak yang tidak sanggup membayar “mahar” tersebut. Karena tak sanggup memberi “mahar”, akhirnya tidak diangkat jadi Kasek defenitif,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar S.Sos.

Dikatakan Abyadi, hal ini terungkap saat tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut mengunjungi beberapa sekolah dasar di Kota Medan. Dua di antara sekolah yang mereka kunjungi adalah SD Negeri 064014 dengan Pelaksana tugas (Plt) Kasek Murdin Tamba dan SD Negeri 060833 dengan Plt Kasek Sabar Pandiangan. Kedua sekolah ini terletak di Jalan Agenda Medan. “Dari kunjungan ini, memberi gambaran yang menguatkan dugaan kita bahwa ada pungli untuk menjadi kepala sekolah. Diduga ada “setoran” bila ingin menjadi kepala sekolah,” tegas Abyadi di sela-sela kunjungan ke dua SD Negeri di Kota Medan yang tidak memiliki kepala sekolah defenitif.

Abyadi menjelaskan, seperti di SDN 064014 dengan Plt Kasek Murdin Tamba. Murdin sendiri Kasek defenitif di SDN 068041 Jalan Damar, Medan Petisah. Padahal menurut Sinurat, sudah ada kepala sekolah baru yang dilantik pada Januari lalu. “Katanya sudah ada, perempuan. Mantan kepala sekolah juga, pernah jadi pengawas juga. Tapi sampai sekarang belum sampai ke sini,” ujar Sinurat.

Menurut Sinurat, selain SDN 064014, ada dua sekolah lagi di Medan Petisah yang masih dipimpin Plt. Padahal ia dan beberapa orang guru dari Medan Petisah sebelumnya pernah mendaftar sebagai kepala sekolah, tapi satu pun tidak ada yang lulus.

Sementara sumber lain menyebutkan, untuk menjadi Kasek ada setoran yang harus dibayar. Angkanya berkisar Rp30-40 juta. Tergantung tingkat favorit sebuah sekolah. Ada pula yang memanfaatkan kedekatan dengan “orang dalam” untuk memuluskan jalannya.

Dari hasil penelusuran tersebut, Abyadi menyimpulkan bahwa ada duga-an pungli untuk menjadi kepala sekolah. Sebab Dinas Pendidikan membiarkan sekolah tanpa Kasek defenitif dalam waktu yang cukup lama.  “Ada dugaan tunggu menunggu dari pihak dinas tentang siapa calon Kasek yang paling berani menyetor rupiah lebih banyak. Sambil menunggu, kursi Kasek dibiarkan kosong dan berdebu begitu saja. Ini layaknya seperti proses tender proyek,” kata Abyadi.

Abyadi meminta Walikota Medan memerintahkan Inspektorat untuk mengusut kasus ini sampai tuntas. Ia menduga walikota tidak mengetahui hal tersebut. Namun dikhawatirkan ada beberapa pihak membawa-bawa nama walikota. Padahal pelakunya ada di tingkat bawah. “Jangan biarkan praktik-praktik seperti ini marak di Kota Medan dan memperburuk citra walikota yang igin membenahi dunia pendidikan,” tegasnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/