26.7 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Pukat Trawl Ditangkap-Lepas di Laut

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO_Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sumatera Utara berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (5/2). Mereka menolak keberadaan pukat harimau karena dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seribuan nelayan asal Pantai Timur Sumatera Utara (Sumut) mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, Senin (5/2). Mereka kesal dengan pemerintah yang terkesan tidak tegas menindak para pengguna pukat trawl, cantrang, hela dan sebagainya.

Puluhan perwakilan nelayan yang diterima Komisi B DPRD Sumut di ruang rapat Badan Musyawarah (Banmus) menyampaikan, saat ini kapal pukat trawl dan sejenisnya (pukat harimau, pukat hela dan pukat grandong) masih beroperasi dan menangkapi ikan dengan cara yang dilarang pemerintah.

Seperti di kawasan Belawan, masih ada pukat grandong yang beroperasi. Pukat itu beroperasi di daerah bibir pantai sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem. Saat ini, kapal berukuran 30 GT sudah tidak beroperasi. Namun para nelayan meminta agar kapal yang berukuran di bawah 30 GT juga ditertibkan.

“Kepada DPRD, agar dapat segera membuktikan peraturan yang sudah diberlakukan oleh Ibu Menteri. Sampai sekarang belum ada buktinya. Pihak yang berwenang seperti memberikan lampu hijau,” kata Hanafi, perwakilan nelayan Serdangbedagai.

Dia juga meminta agar pemerintah segera melaksanakan aturan seperti tertuang dalam Permen KP Nomor 71 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia bahwa setiap pelanggar disanksi pidana 5 tahun. “Sampai sekarang tidak ada penangkapan. Ada yang ditangkap di Sergai, dibawa ke Batubara dan dilepas. Sehingga kita melihat ada dugaan ajang bisnis dalam kelautan,” sebut Hanafiah. Ia menilai, aturan seolah ditarik ulur.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO_Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sumatera Utara berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (5/2). Mereka menolak keberadaan pukat harimau karena dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seribuan nelayan asal Pantai Timur Sumatera Utara (Sumut) mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, Senin (5/2). Mereka kesal dengan pemerintah yang terkesan tidak tegas menindak para pengguna pukat trawl, cantrang, hela dan sebagainya.

Puluhan perwakilan nelayan yang diterima Komisi B DPRD Sumut di ruang rapat Badan Musyawarah (Banmus) menyampaikan, saat ini kapal pukat trawl dan sejenisnya (pukat harimau, pukat hela dan pukat grandong) masih beroperasi dan menangkapi ikan dengan cara yang dilarang pemerintah.

Seperti di kawasan Belawan, masih ada pukat grandong yang beroperasi. Pukat itu beroperasi di daerah bibir pantai sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem. Saat ini, kapal berukuran 30 GT sudah tidak beroperasi. Namun para nelayan meminta agar kapal yang berukuran di bawah 30 GT juga ditertibkan.

“Kepada DPRD, agar dapat segera membuktikan peraturan yang sudah diberlakukan oleh Ibu Menteri. Sampai sekarang belum ada buktinya. Pihak yang berwenang seperti memberikan lampu hijau,” kata Hanafi, perwakilan nelayan Serdangbedagai.

Dia juga meminta agar pemerintah segera melaksanakan aturan seperti tertuang dalam Permen KP Nomor 71 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia bahwa setiap pelanggar disanksi pidana 5 tahun. “Sampai sekarang tidak ada penangkapan. Ada yang ditangkap di Sergai, dibawa ke Batubara dan dilepas. Sehingga kita melihat ada dugaan ajang bisnis dalam kelautan,” sebut Hanafiah. Ia menilai, aturan seolah ditarik ulur.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/